Galau?

huuhuuhuuuu...

Semangaaaaatttt..!

Love your job and be proud.

Iyes!

Bekerja sambil belajar.

Masih galau lagi?

No! No! No! Be happy laahhh...!

Ayo ngeblog!

Masa kalah sama Babu Ngeblog?

Kunjungan Menakestrans Di Sambut Demo

Minggu (27 Des'09), kedatangan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (menakertrans), Muhaimin Iskandar, ke Hong Kong dalam rangka kunjungan kerja yang teragenda dalam 100 hari kerjanya selaku menakertrans baru di sambut demo oleh anggota Indonesian Migran Union (IMWU).

Demo di gelar di depan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) mulai pukul 10:30 AM hingga pukul 1:30 PM waktu setempat, tepat di saat menakertrans cs dan KJRI melakukan dialog bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan 50 orang perwakilan dari semua organisasi Buruh migran Indonesia (BMI=TKW).

Dalam demo tersebut mereka menuntut adanya pelayanan maksimal kepada BMI, perlindungan kepada BMI berupa penindakan tegas kepada agen atau PJTKI nakal, ratifikasi konvensi buruh migran. Hal lain yang di singgung adalah pembubaran terminal IV dan pelibatan BMI dalam pembuatan kebijakan tentang BMI.

"Lihat, pak mentri datang dengan uang kita, ingin tahu tentang kita. Lalu setelah tahu bisa apa? Dari jaman pemerintahan dulu sampai sekarang janjinya muluk-muluk mau melindungi kita (BMI) tapi buktinya mana? Masih banyak pemerasan bahkan di terminal IV yang katanya terminal itu didirikan untuk melindungi TKW yang lagi mudik, tapi apa? Di sana banyak kawan kita yang malah diperas dan diancam. Potongan agen yang katanya lima bulan buktinya masih tetap potongan tujuh bulan. Olehe sengsara mangan omelan dan ngosek WCne Cina di pakek buat mbayar agen. Agen menahan paspor kita juga tidak ditindaklanjuti. Saat kita butuh pelayanan oleh KJRI, KJRI-ne malah tutup. Tong kosong bunyinya nyariiiing!" kata Anik, wakil ketua IMWU dalam orasinya.

"Kita butuh bukti, bukan janji!" teriak mereka bersama-sama.

Eufimisme Babu vs Koruptor


Ketika kata “maling uang rakyat” diganti dengan kata “koruptor” itu dimaksudkan untuk memperhalus bahasa. Di sini, penghalusan bahasa (eufimisme) yang dilakukan menjadikan kita tampak lebih santun dan beradab, meskipun kata koruptor itu sendiri adalah sebuah kata serapan dari bahasa Inggris, corrupt, toh kata serapan tersebut lebih dinilaiartikan daripada bahasa sendiri. Karakter orang Indonesia yang ramah dan sopan sangat mendukung penghalusan bahasa ini, walau sebenarnya bahasa Indonesia telah dihagemoni (dikuasai tanpa sadar) oleh bahasa asing.


Sama halnya dengan kata “babu” yang kemudian diperhalus menjadi "pembantu", dan bila sang pembantu ini keluar negeri (untuk mbabu) maka akan diperhalus lagi sebutannya menjadi "Tenaga Kerja Indonesia Informal (TKII)" atau bahkan lebih kerennya lagi dengan pangkat “Pahlawan Devisa”. Eufimisme tersebutpun dimaksudkan sama yaitu untuk memperhalus bahasa. Sayangnya, bahasa yang terdengar halus ini tidak dibarengi dengan nilai kesantunan dan keberadaban. Apalagi kalau TKII yang dimaksud adalah TKII Hong Kong, sudah karib suatu "prokem" untuk menambahkan candaan dengan frasa "Hong Kong". Sampai-sampai sebuah lagupun asyik digoyang dengan frasa “Hong Kong” …dandan moblong-moblong, kayak bintang Hongkong (Iwak Lohan).

Payahnya, masyarakat seolah terlena dengan eufimisme pada maling uang rakyat dan babu ini sedangkan banyak rakyat awam yang berada di daerah-daerah terpelosok yang masih belum mengetahui arti dari kata koruptor yang sesungguhnya. Ramai mereka (rakyat awam) hanya ikut-ikutan saja meneriakkan yel-yel anti korupsi tetapi ketika ditanya tentang arti korupsi atau koruptor yang sebenarnya merekapun tak tahu, sedangkan koruptornya sendiri melenggang dengan bangganya karena toh sebutan koruptor terdengar keren.

Mungkin akan beda halnya kalau mereka disebut sebagai maling, rakyat akan segera paham dan tanggap dan mungkin juga sang koruptor akan sedikit mikir untuk melakukan tindak korupsi karena rasa malu. Maling gitu loh...siapa sih yang tak akan malu kalau di sebut sebagai maling? Ah! Atau seandainya saja KPK(Komisi Pemberantasan Korupsi) di ubah menjadi KPMUR (Komisi Pemberantasan Maling Uang Rakyat), maka semua akan melek arti. Tapi lagi-lagi karena orang Indonesia itu ramah dan sopan dan bahasa serapan itu lebih dinilaiartikan, maka hal itu (eufimisme) dilakukan. Apalagi kalau dilihat KPMUR itu adalah singkatan yang terlalu panjang, ah susah menghafalkannya!

Lain koruptor lain pula TKII. Dalam penghalusan kata ini justru yang menjadi korban adalah TKII itu sendiri. Sudah menjadi korban prokem nasionalis yang sengkuniisme (pengamalan atas sifat-sifat Sengkuni), masih pula sebagai korban trafficking dan atau kebijakan pemerintah yang (belum) bijak sebagaimana seharusnya. Eloknya seorang pahlawan (pembantu=pahlawan devisa) adalah mereka yang dielu-elukan karena keberhasilannya membawa perbaikan/kemajuan bagi sesiapa ataupun negara. Namun, pahlawan yang satu ini (pahlawan devisa) justru kerap dielu-elukan penderitaannya atau dielu-elukan dalam artian melecehkan. Dan kalau sang pahlawan devisa ini pulang tinggal nama (mati), ya wajar sajalah namanya juga pahlawan. Pahlawan mati mah sudah biasa, wajar saja!

Bagaimanapun eufimisme yang digunakan untuk memperhalus bahasa terhadap kata "babu" tak akan berguna bila tak dibarengi dengan tindakan menghargai dan mengakui bahwa mereka itu manusia dan pekerja. Manusia yang perlu dimanusiakan dan pekerja yang perlu dihargai keberadaannya dan dilindungi hak-haknya. Kalau bisa memilih tentu saja para pembantu itu lebih suka di sebut sebagai babu dengan perlindungan hak dan dimanusiakan daripada disebut sebagai pahlawan devisa tetapi hak-haknya dirampas dan didiskriminasi. Leres ta, Mbak Yu?

Kawan, itu hanya dua buah contoh dari salah kaprah fungsi dari majas eufimisme, masih banyak lagi salah kaprah yang lain, yang belakangan amat digandrungi untuk menutupi fakta yang sebenarnya.