Kisruh Pilpres di Hong Kong

Jam 5, pintu utama sudah tutup.
Foto by Kyteth asti

Saya merasa mempunyai kewajiban untuk menuliskan kericuhan pelaksanaan pilpres di Hong Kong. Beberapa e-mail, whatsapp dan inbox FB dari kawan-kawan menanyakan berita-berita yang tumpang tindih di media sosial (medsos) dan meminta kejelasan dan kesaksian saya tentang apa yang saya lihat dan saya dengar di TPS. Sebagai mantan reporter di beberapa media cetak berbahasa Indonesia di Hong Kong, insting saya menuntun saya ke mana saya harus bergerak dan menyaksikan kejadian yang patut digarisbawahi (bukan berniat menyombong tapi karena ada beberapa komentar dan pesan yang meragukan kebenaran postingan saya).

Berita di medsos terlalu banyak MSG dan ditambahi di sana-sini. Entah pula dari mana medsos itu mendapat keterangan. Apakah dari orang yang menyaksikan langsung atau sekedar berita "katanya"?

Akhirnya pembaca digiring pada pada opini ini-itu sesuai kepentingan medsos tersebut. Namun bukankah tugas medsos untuk memberikan fakta? Bukan opini atau isu? Kalau opini atau isu kenapa harus diberi label berita? Ya memang negara Indonesia ini negara besar namun bukan berarti sebuah berita harus dibesar-besarkan untuk membesarkan Indonesia. Bah!

Saya bolak-balik ke lapangan rumput Victoria Park, tempat pesta terbesar sepanjang sejarah berbangsa dan perpolitikan Indonesia di Hong Kong. Saya dan beberapa kawan juga sudah menduga akan adanya kesemrawutan dan keramaian, ketimpangan berita dan ketimpangan pelaksanaan pilpres 20014 di Hong Kong.

Pilpres dimulai tepat pukul 9 pagi. Beberapa kawan yang sudah mengantri memasuki pintu masuk menuju TPS.

Lapangan rumput Victoria Park berubah menjadi "kampung Pemilu" karena keseluruhan lapangan digunakan sebagai Tempat Pemungutan suara (TPS).

Ada 13 TPS di lapangan rumput itu yang dikelilingi oleh pagar besi dua lapis dan hanya ada satu pintu masuk menuju TPS-TPS itu.

Dengan adanya tiga jalur yaitu jalur hijau (untuk yang bawa undangan), jalur kuning (yang tidak terdaftar dan belum mendaftar dan hanya berbekal KTP Hong Kong atau Passpor untuk pendataan baru secara manual kemudian dimasukkan ke data komputer) dan jalur merah (untuk pemilih yang bingung, misal gak jadi milih lewat pos tapi pengin nyoblos langsung atau kehilangan surat undangannya) dan sosialisasi tentang mekanisme pencoblosan yang sebenarnya sudah dilaksanakan di aula Ramayana KJRI-Hong Kong pada 21 Juni lalu, namun pada pelaksanaannya masih banyak kekurangan.

Pemilih yang rencananya dibagi dalam tiga jalur itu ternyata harus melewati pintu masuk yang cuma satu thok til. Tidak ada pemisahan antara calon pemilih jalur ijo, kuning, abang  semua ngrumpel jadi satu. PPLN Hong Kong gagal mengantisipasi ini. Antrian berjubel dan tidak jelas. Petugas malah menyilakan pemilih dengan jadwal waktu pencoblosan kapanpun bisa masuk, ini semakin membingungkan. Pintu masuk dipecah menjadi dua saat banyak protes dan masukan diteriakkan oleh kawan-kawan kepada petugas, itu pun baru sekitar pukul 11.30 AM yang diumumkan lewat pengeras suara. Namun karena ratusan pemilih yang setiap orangnya memiliki mulut yang tidak bisa diam dan kebutuhan selfie yang mendadak menjadi penting sekali, kemungkinan pengumuman itu kurang didengar atau (diabaikan?). Saya melihat beberapa petugas PPLN beredar untuk memberitahu info itu kepada pemilih yang baru memasuki area lapangan rumput, itupun masih banyak yang bingung.

Antrian mengular, cuaca panas. Saya sendiri mengabaikan kepala saya yang sedang kebul-kebul kepanasen kemudian bergabung di antrian pada pukul 1.15 PM dan baru selesai pukul 2.15 PM (saya membawa surat undangan). Bagi saya pribadi kalau mau jujur, yang gagal nyoblos itu sebenarnya bisa nyoblos kalau mereka on time dan tidak takut panas. Meskipun begitu, pelaksanaan Pemilu di Hong Kong seharusnya bisa diminimalisir keruwetannya mengingat pengalaman pileg pada Maret lalu. Kalau pada pileg pemilihnya bertambah, maka pada pilpres bukan lagi bertambah tapi berkelipatan.

15 menit sebelum coblosan selesai petugas PPLN lewat pengeras suara (sekali lagi, lewat pengeras suara) mengumumkan bahwa pilpres akan selesai (pilpres selesai pukul 5 sesuai jadwal & ijin dari pihak Victoria Park). Kondisi pintu masuk menyepi PPLN menyilakan kawan-kawan yang berada di depan pintu masuk untuk segera ke TPS lalu menutup pintu masuk.

Ini yg sebenarnya gagal nyoblos
Foto by Asti
 Namun tepat pukul 5 sore, pintu masuk digrudug oleh kawan-kawan yang berlari-lari mau nyoblos (lihat gambar samping). PPLN dan KJRI menyatakan telah tutup tapi mereka meminta untuk diberi sedikit kelonggaran waktu. Maka diberilah kompensasi perpanjangan waktu selama 20 menit. Pintu samping dibuka oleh Sam Aryadi, sekretaris panitia PPLN, dan masuklah beberapa kawan yang telat datang ini. Garis besar hanya BEBERAPA, tak lebih dari dua puluh orang.

Para pemilih yang gagal nyoblos, ini jumlah yang sebenarnya!
Foto by Kyteth Asti
Herannya setelah yang nyoblos di dalam TPS kelar, ada lagi sekitar 40-70 orang (lihat gambar samping!) menyatakan mau mencoblos. Apakah foto-foto (foto sebelum mbak-mbak berteriak-teriak meminta masuk) itu ada 500 hingga seribu? TIDAK!

Semua TPS sudah tutup dan staf Victoria Park sudah ancang-ancang melakukan kegiatannya untuk membersihkan Victoria Park.

Hal ini diperburuk dengan mbak-mbak yang tadinya sudah mencoblos ikut-ikutan berteriak.

"Buka! Buka! Buka!"

Sebagian ada pula meneriakkan nama capres nomor urut dua sambil mengacungkan dua jari.

"Jokowi! Jokowi! Jokowi!"

 Kemudian mereka merangsek ke pintu masuk meminta untuk TPS dibuka kembali dan menyilakan kawan yang belum menggunakan hak pilihnya untuk masuk. Mbak-mbak yang gagal nyoblos dan mbak-mbak yang sudah nyoblos yang demo inipun berjumlah 200-an orang, bukan 500-1000 seperti yang diberitakan oleh medsos.


Video ini adalah video protes dari mbak-mbak yang gagal nyoblos dan mbak-mbak yang ikut-ikutan. Lalu mengapa video yang saya unggah di youtube itu saya beri tajuk "Protes Ganjil"? Karena awalnya mbak-mbak yang gagal nyoblos ini biasa-biasa saja namun setelah ketambahan mbak-mbak yang lain mendadak agresif, berteriak-teriak dan yel-yel yang lain. Ini aneh bin ganjil sekali.

Lalu ada isu yang menyatakan bahwa adanya petugas (Sigit) yang mengatakan bahwa pendukung capres No 1 saja yang boleh masuk sedangkan capres No 2 tidak boleh. Saya pribadi tidak mendengar adanya statement seperti itu, kawan-kawan media juga tidak. Bahwa setelah saya cross check dengan semua kawan ternyata statement ini yang benar: BAHWA PETUGAS PPLN BERBAJU HITAM ITU MENYILAKAN KAWAN-KAWAN UNTUK BERBARIS DALAM ANTRIAN SATU PERSATU BARU DIIJINKAN MASUK, KALAU DUA (bergerombol) TIDAK BOLEH. Medsos saya rasa mendengar pernyataan dari mbak yang berada paling belakang. Biasanya kalau kita main bisik-bisik, yang giliran dibisikin terakhir pasti salah kaprah. Iya khan? Kendati demikian apa maksud dari petugas itu menyuruh antri lagi kalau TPS sudah tutup?

Terjadilah desak-desakan. Sebagian pintu pagar besi itu roboh. Maaf, pagar besi ini bukan bentuk permanen, jadi adalah pagar yang bisa dipindah-pindakan dan dua orang saja cukup untuk merobohkannya. Dan kalau kawan-kawan berdesak-desakan itu amat sangat memungkinkan pagar besi roboh dengan sendirinya, BUKAN SENGAJA DIROBOHKAN. Pada saat yang sama, pintu pagar dan pintu masuk sengaja dibongkar oleh petugas Hong Kong yang bertugas di Victoria park karena waktu perijinannya sudah lewat.

Mbak-mbak yang berteriak-teriak demo berhamburan masuk ke area TPS dan protes kepada sesiapa saja petugas yang dijumpai.

Sekiranya ini yang bisa saya sampaikan dengan sebenar-benarnya. Saya tak terikat oleh pihak manapun dan tak terpengaruhi oleh beban membela capres pilihan saya. Saya menuliskan apa yang saya lihat dan saya ketahui. Semoga ini bisa membantu untuk mencerahkan berita yang simpang siur itu. 

Pada dasarnya kita adalah satu kesatuan WNI, siapapun presidennya nanti marilah saling dukung untuk kemajuan bangsa.

Sebagai pembanding, perhatikan screenshot broadcast dari PPLN dan kesaksian dari kawan-kawan saya lewat FB berikut:


BROADCAST PPLN HONG KONG:


 
KESAKSIAN KAWAN-KAWAN SAYA YANG MELIHAT SECARA LANGSUNG DI TPS :












68 komentar :

  1. Kalo di medsos emang udah banyak dibumbu2in -_-

    BalasHapus
  2. Oke,
    Berita seputar pilpres termasuk sensitif,

    Semoga dengan banyaknya laporan pandangan mata sebagaimana jurnal ini, semua pihak tetap berlaku jernih dan menggunakan akal sehat.
    Tak mudah terprovokasi, ra gampang "umup"


    Nuwun Rie

    BalasHapus
  3. ya mungkin sekitar 40-70 orang.

    lalu bagaimana dengan : "Tidak ada pemisahan antara calon pemilih jalur ijo, kuning, abang semua grumpel jadi satu"

    pengakuan dari panitia ada jalur2nya kok
    bahkan ada salah satu pemilih yg bilang dia tidak perlu antri panjang2 karena sudah dapat undangan jadi bisa langsung masuk.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukankah saya tuliskan bahwa pintu masuk dipisah setelah jam 11.30? Tolong jelilah membaca.

      Hapus
    2. oke, semoga ini bisa menjadi bahan pertimbangan evaluasi di pemilu berikutnya

      Hapus
    3. Waduh...lima tahun ke depan masih lamaaaaa...ntar dah lupa pengalaman yg seperti ini.

      Hapus
  4. nice post mbak.. aq ngakak poll bagian 'barisnya satu2 kalau 2 gaboleh' wkwkwkw

    BalasHapus
    Balasan
    1. jelas disalah artikan.. karena di sini beredar seolah 'YANG NYOBLOS 1 BOLEH MASUK, YANG NYOBLOS 2 TIDAK BOLEH'

      sayangnya berita itu ditelan mentah2 dan diblow up oleh media2 yg pendukung salh 1 capres

      Hapus
  5. makasih ceritanya mbak. memang sadis yak sosmed, bener banget kaya permainan bisik2an, orang yang kesekian, udah beda lagi outputnya.
    Mudah2an kita ga terprovokasi sama pihak2 yang tidak bertanggungjawab.
    Pilpres kali ini, sesuatu banged.

    BalasHapus
  6. mbak Rie-Rie, mau tanya nih, ketua PPLN itu Bapak Sam Aryadi (Konsul Muda Penerangan Sosial dan Budaya KJRI-HK) apa Sam Jauhari (Berita Indonesia) sih hehehe
    anyway memang setahu saya demikian ceritanya. Cuma mau bertanya nama ketua PPLN itu aja ding ...:) :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbak' sampeyan jeli. Saya salah tulis. Sam Aryadi adalah sekretaris panitia PPLN. Sedang ketua PPLN adalah Arief Wahyudi.
      Terimakasih atas koreksinya ya.

      Hapus
  7. Ijin share mbak, terima kasih #jagapersatuanindonesia #pemiludamai

    BalasHapus
  8. Alo mbak Rie Rie,
    Aku penasaran gimana dengan kesaksian yang ini
    http://www.feranuraini.com/2014/07/tentang-kisruh-pilpres-di-hong-kong.html?m=1. Di fotonya banyak bgt yg kecewa krn ga bs nyoblos. Soalnya aku baca2 emang ada 2 kesaksian, yg kyk mbak Rie Rie (ini sama kayak klarifikasi pihak panitia nulis di FB) dan yg kyk di link di atas.

    Oia, sama mo nanya, siangnya sempet hujan kah? Baca yg pihak panitia bgitu tp dari beberapa BMI yg via komen (lupa deh yg komen di mana) boro2x hujan panas terik gitu.

    Aku termasuk yg prihatin dgn kondisi skrng. Lg bulan suci ramadhan kok ya beredar fitnah yg disertai komen2 kasar... hufff

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pagi hujan trus panas lagi trus gerimis dikit trus puanasssss sekali. Fera tidak berada di lapangan. Simpulkan sendiri yg mana yg lebih masuk akal, hehe..

      Hapus
    2. Maaf mba, klo di blog sebelah mengatakan si penulis sempat menanyakan ke panitia, bagaimana mba mengatakan tidak berada di lapangan ?

      Hapus
    3. nanya lewat mana ?? bbm ?
      ato nanya lewat bisik-bisik ?
      liat postingannya ...
      baca beritanya ...
      lihat klarifikasinya ...

      yang sewot siapa, yang kalem siapa ...
      yang berfikir jernih bisa memilah mana yang dilebih2kan mana yang tidak dilebih2kan

      Hapus
    4. berada di lapangan di ujung protes dengan berada di lapangan sejak pagi, eh sejak pukul 4.30 PM saja bisa membuat tulisan salah kaprah. di bawah saya sertakan screen shot broadcast dari PPLN HK dan kesaksian kawan-kawan yang berada di lokasi (baik di dalam TPS dan di dekat pintu masuk TPS). Mohon disempatkan untuk membaca.

      Hapus
  9. makasih mbak,,,medsos memang terlalu dibesar-besarkan,,,bisa timbul fitnah kalo seperti itu,,,

    BalasHapus
  10. Liputan yg bagus mba...sukses terus!

    BalasHapus
  11. Yg jls dg kejadian ini menunjukkan kegagalan managemen ppln dan sdh pasti merugikan slh satu kndidat capres

    BalasHapus
    Balasan
    1. ini orang udah buntu otaknya, kali. by the way, kapan-kapan lu daftar jadi panitia KPPS deh, rasain enaknya nongkrong dari pagi sampe malem cuma dapet sekian ratus perak, gua mendingan dagang seharian itu, bisa dapet beberapa juta keles

      Hapus
  12. Posting nya keren, jadi jelas semuanya. moga mba.. dan semua tkw d hk selalu di beri kesehatan, kekuatan dan kebahagiaan. Keep Spirit Sist....!

    BalasHapus
  13. ya semoga yang nyebarin info gabener, orangnya kkutan gabener aja

    BalasHapus
  14. babu-babu palsu yang dibayarin buat bikin kerusuhan

    BalasHapus
  15. Smoga Indonesia aman setelah pilpres..
    Smoga amal ramadhan diterima Allah..

    BalasHapus
  16. Terima kasih untuk laporannya yang mencerhkan ini. Semoga Mbak terus diberi kesempatan untuk menuliskan sesuatu yg benar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin. Terimakasih. Semoga demikan juga untuk Anda.

      Hapus
  17. Balasan
    1. Berita sudah terlanjur tersebar. Digandakan, dilebih-lebihkan, dibaca lalu dipercaya banyak orang.
      Susah mbak.

      Hapus
  18. sabar wae say
    indonesia raya memang begitu
    senenge rame rame ga jelas
    wes ah aku pilih coblos dirimu wae deh..

    BalasHapus
  19. Ya itu terserah bagaimana Anda menilai dan menyikapi sebuah tulisan. Saya tidak memaksa Anda untuk percaya. Lalu bukti seperti apa yg Anda inginkan?

    BalasHapus
  20. nah, iki baru BERITA (y) "The Real News"
    media di Indonesia sudah banyak yang tercemar, netranitas jadi tanda tanya besar
    banyak bumbu dari masing-masing kubu berujung pendapat yang saling beradu tanpa ada titik temu
    pembaca, pendengar, & penonton seakan keracunan pemberitaan, yang pandai mencerna mungkin merasa lebih baik diam. bukan acuh tak acuh, tapi menghindari mereka-mereka yang menelan mentah-mentah info yang didapat.
    Euphoria pastilah takkan selamanya. yang sini menjelekkan yang sana, yang sana menjelekkan yang sini, lalu siapa yang "BAIK" ?
    intinya media bukan tolak ukur utama. media dibuat, dikelola, dan dikendalikan juga oleh manusia, makhluk serbabisa.

    salut deh sama mbak riri, tetap bisa jaga netralitas dalam menulis
    semoga para awak media di Indonesia bisa belajar dari hal-hal seperti ini, bukan hanya kejar target & deadline.
    Salam dari mBlitar, kutho cilik kang kawentar

    BalasHapus

Matur suwun wis gelem melu umuk...