Dua bulan setelah kepulangan/cutiku di tahun 2009, simbah (emak dari emak kandungku) meninggal. Wanita yang terkenal dengan sambel pecel dan kemandiriannya ini meninggalkan banyak kenangan indah bagiku dan aku tak sempat membalas semua itu, bahkan untuk duduk berlama-lama dengannya saja aku tidak bisa.
Dua tahun kemudian (2011) bapak menyusul simbah. Hanya sebulan sebelum kepulanganku cuti. Satu-satunya baju baru, batik sutra hijau yang aku pilih berhari-hari lamanya pun belum sempat dipakainya.
Lalu kemarin, 28 Mei 2014, pukul 2. 32 PM waktu HK (1.32 PM WIB), sebuah kabar terkirim lewat sms, simbah (emak dari simbok yang membesarkanku) telah meninggal. Innalillahi wa innailaihi rojiun.
Do you know how I feel?
Kosong.
Tak ada air mata sedikitpun hingga saat aku menyempatkan diri menulis ini. Kepergian simbah bukannya tidak menyedihkanku, bukan. Bagaimanapun dari ada kemudian tidak ada, tentu sebuah perubahan besar bagiku, bagi keluargaku. Kendati hal itu (meninggal) sudah bisa kami rasa dalam bulan-bulan terakhir ini. Beliau yang sudah sakit-sakitan berbulan-bulan lamanya (bahkan setahun lebih), beliau dengan umur hampir 100 tahun itu, beliau yang sedari aku kecil sampai dengan dewasa dan setengah tuwa ini tidak bisa melihat wajahku (karena buta), -memang mungkin sudah waktunya. Kami mengikhlaskannya bila masa itu tiba, termasuk kemarin.
Kendati demikian, kabar tentang kepergian simbah mengagetkan aku, menyadarkan aku bahwa satu persatu dari orang-orang yang amat berarti bagiku pergi tanpa aku bisa melihatnya.
Aku merasa kosong, hampa dan ketakutan baru tiba-tiba menghantuiku.
Aku mempunyai emak (kandung) dan simbok (yang membesarkanku) yang adalah orang terdekat dan amat berarti bagiku. Dan aku benar-benar takut bila...
Kontrak kerjaku akan berakhir pada pertengahan Juni tahun depan dan itulah rencana final exit-ku dari Hong Kong. Tinggal satu tahun lagi, sedang aku tak tahu akan bagaimana dalam satu tahun kedepan.
Is it worth it?
Or
Should I just go home?
*kenapa pula aku harus menuliskan ini di blogku?
Dua tahun kemudian (2011) bapak menyusul simbah. Hanya sebulan sebelum kepulanganku cuti. Satu-satunya baju baru, batik sutra hijau yang aku pilih berhari-hari lamanya pun belum sempat dipakainya.
Lalu kemarin, 28 Mei 2014, pukul 2. 32 PM waktu HK (1.32 PM WIB), sebuah kabar terkirim lewat sms, simbah (emak dari simbok yang membesarkanku) telah meninggal. Innalillahi wa innailaihi rojiun.
Do you know how I feel?
Kosong.
Tak ada air mata sedikitpun hingga saat aku menyempatkan diri menulis ini. Kepergian simbah bukannya tidak menyedihkanku, bukan. Bagaimanapun dari ada kemudian tidak ada, tentu sebuah perubahan besar bagiku, bagi keluargaku. Kendati hal itu (meninggal) sudah bisa kami rasa dalam bulan-bulan terakhir ini. Beliau yang sudah sakit-sakitan berbulan-bulan lamanya (bahkan setahun lebih), beliau dengan umur hampir 100 tahun itu, beliau yang sedari aku kecil sampai dengan dewasa dan setengah tuwa ini tidak bisa melihat wajahku (karena buta), -memang mungkin sudah waktunya. Kami mengikhlaskannya bila masa itu tiba, termasuk kemarin.
Kendati demikian, kabar tentang kepergian simbah mengagetkan aku, menyadarkan aku bahwa satu persatu dari orang-orang yang amat berarti bagiku pergi tanpa aku bisa melihatnya.
Aku merasa kosong, hampa dan ketakutan baru tiba-tiba menghantuiku.
Aku mempunyai emak (kandung) dan simbok (yang membesarkanku) yang adalah orang terdekat dan amat berarti bagiku. Dan aku benar-benar takut bila...
Kontrak kerjaku akan berakhir pada pertengahan Juni tahun depan dan itulah rencana final exit-ku dari Hong Kong. Tinggal satu tahun lagi, sedang aku tak tahu akan bagaimana dalam satu tahun kedepan.
Is it worth it?
Or
Should I just go home?
*kenapa pula aku harus menuliskan ini di blogku?