Pada acara "A Taste of Culture" yang di adakan di Small World Kindergarten(sekolah TK Katelyn), semua anak memakai baju yang mewakili negara asalnya. Nicole dengan pakaian putri di jaman dinasti Tang(China), Edwina dengan kostum koala(Australia), Tong En dengan kostum Gaoshan(Taiwan), sedang Katelyn dan beberapa teman yang lainnya memakai pakaian China kebanyakan.
Ratusan jepret foto beserta rekaman video mereka telah aku ambil dan aku jengah. Di sana akulah satu-satunya pembantu atau babu di tengah-tengah para guru, anak-anak dan orang tua mereka, bosku berhalangan hadir.
Maaf, bukan aku hendak memberitakan tentang jalannya sebuah acara kanak-kanak dengan iringan lagu Twinkle Twinkle Little Star dan Haleluyyah yang membosankan, melainkan suatu hal lain yang menyinggung kepedulianku pada Indonesia(kalau tak boleh di bilang nasionalis).
Adalah Edward dan Emma yang kemudian menarik perhatianku, kostum yang mereka kenakan membuat pikiranku berloncatan dan percakapan singkatku dengan merekapun menjadikan renunganku di hari itu.
"Hi Edward, Emma! Nice costume," kataku pada mereka.
"Thank you. I'm Superman, you see," kata Edward.
"Yeah, and I am Wonder Women," kata Emma.
"I see. But why are you wearing these costumes?
"Cos they are hero, American Hero!" jawab mereka hampir serentak.
Seketika aku merasa telah salah kostum, melihat saat itu aku memakai celana jeans dan kaos warna biru, keduanya tidak mencerminkan Indonesia ataupun hero/pahlawan dari Indonesia. Detik itu juga aku membayangkan memakai kebaya ala Kartini atau kain merah putih yang melilit minim seperti peragawati, detik selanjutnya aku menyalahkan bayangan pertamaku tadi kemudian menggantikannya dengan sebuah sosok lain yang lebih pantas di sebut sebagai pahlawan untuk saat ini dan aku tersedak. Pilihannya banyak, namun aku belum yakin kalau mereka pantas aku pilih.
Bukan lantaran mereka tak mempunyai kekuatan super seperti halnya Superman ataupun Wonder Women, terbang tanpa sayap dengan keyakinan mantap, bukan.
Tapi karena mereka(pahlawan Indonesia) terlalu fasih menyanyikan lagu "Hero" daripada lagu "Kulihat Ibu Pertiwi" :
Telah banyak fakta yang melenceng jauh dari janji para (katanya)pahlawan praja. Entah karena mereka telah dengan suksesnya mengubah kita menjadi gedibal yang bodoh ataupun mereka yang membodohkan diri sendiri. Keduanya adalah sangat mungkin.
Tingkat kemiskinan yang di kabarkan menurun(seperti dalam pidato SBY dalam sidang paripurna di gedung DPR/MPR) sangat ironis dengan fakta perebutan BLT dan atau perebutan zakat di pasuruan atau bahkan lebih ironis lagi bila di bandingkan dengan jumlah kekayaan yang menculek mata dari para penggede yang berebutan simpati dan kursi di atas punggung-punggung tak berdaging rakyatnya. Pengupayaan perbaikan ekonomi rakyat dengan memperbanyak pengiriman TKI ke luar negeri yang tidak di ikuti dengan pengakuan hak dan perlindungan yang layak adalah hal lumrah yang merupakan warisan dari generasi ke generasi kepemimpinan. Atau ingin bukti ketimpangan dan pelencengan yang lain?
Oh...mungkin Bonnie Tyler dengan "I need a hero" akan menjadi cocok untuk menggantikan lagu "Indonesia Raya"
Sembari mengurut dada yang berkotang 32 D(cuilik men, hiks..), aku mempunyai sebuah pertanyaan yang di akhiri dengan sebuah tanda tanya yang amat sangat besar sekali:
Bila para penggede dan (katanya)pahlawan bangsa menggunakan kuasa dan kekuasaannya melenceng jauh dari janji dan tujuan semula, apakah kita siap dengan kemungkinan yang terparah?
Ratusan jepret foto beserta rekaman video mereka telah aku ambil dan aku jengah. Di sana akulah satu-satunya pembantu atau babu di tengah-tengah para guru, anak-anak dan orang tua mereka, bosku berhalangan hadir.
Maaf, bukan aku hendak memberitakan tentang jalannya sebuah acara kanak-kanak dengan iringan lagu Twinkle Twinkle Little Star dan Haleluyyah yang membosankan, melainkan suatu hal lain yang menyinggung kepedulianku pada Indonesia(kalau tak boleh di bilang nasionalis).
Adalah Edward dan Emma yang kemudian menarik perhatianku, kostum yang mereka kenakan membuat pikiranku berloncatan dan percakapan singkatku dengan merekapun menjadikan renunganku di hari itu.
"Hi Edward, Emma! Nice costume," kataku pada mereka.
"Thank you. I'm Superman, you see," kata Edward.
"Yeah, and I am Wonder Women," kata Emma.
"I see. But why are you wearing these costumes?
"Cos they are hero, American Hero!" jawab mereka hampir serentak.
Seketika aku merasa telah salah kostum, melihat saat itu aku memakai celana jeans dan kaos warna biru, keduanya tidak mencerminkan Indonesia ataupun hero/pahlawan dari Indonesia. Detik itu juga aku membayangkan memakai kebaya ala Kartini atau kain merah putih yang melilit minim seperti peragawati, detik selanjutnya aku menyalahkan bayangan pertamaku tadi kemudian menggantikannya dengan sebuah sosok lain yang lebih pantas di sebut sebagai pahlawan untuk saat ini dan aku tersedak. Pilihannya banyak, namun aku belum yakin kalau mereka pantas aku pilih.
Bukan lantaran mereka tak mempunyai kekuatan super seperti halnya Superman ataupun Wonder Women, terbang tanpa sayap dengan keyakinan mantap, bukan.
Tapi karena mereka(pahlawan Indonesia) terlalu fasih menyanyikan lagu "Hero" daripada lagu "Kulihat Ibu Pertiwi" :
I can be your hero, baby.mendadak menjadi proffesional singer setara Enrique Iglesias, menyanyikan politik umuk dan menjanjikan multiple orgasme. bah!
I can kiss away the pain.
I will stand by you forever.
You can take my breath away.(enrique iglesias)
Telah banyak fakta yang melenceng jauh dari janji para (katanya)pahlawan praja. Entah karena mereka telah dengan suksesnya mengubah kita menjadi gedibal yang bodoh ataupun mereka yang membodohkan diri sendiri. Keduanya adalah sangat mungkin.
Tingkat kemiskinan yang di kabarkan menurun(seperti dalam pidato SBY dalam sidang paripurna di gedung DPR/MPR) sangat ironis dengan fakta perebutan BLT dan atau perebutan zakat di pasuruan atau bahkan lebih ironis lagi bila di bandingkan dengan jumlah kekayaan yang menculek mata dari para penggede yang berebutan simpati dan kursi di atas punggung-punggung tak berdaging rakyatnya. Pengupayaan perbaikan ekonomi rakyat dengan memperbanyak pengiriman TKI ke luar negeri yang tidak di ikuti dengan pengakuan hak dan perlindungan yang layak adalah hal lumrah yang merupakan warisan dari generasi ke generasi kepemimpinan. Atau ingin bukti ketimpangan dan pelencengan yang lain?
Oh...mungkin Bonnie Tyler dengan "I need a hero" akan menjadi cocok untuk menggantikan lagu "Indonesia Raya"
I need a hero.
I'm holding out for a hero 'til the morning light.
He's gotta be sure
and it's gotta be soon
And he's gotta be larger than life!(Bonnie Tyler)
Sembari mengurut dada yang berkotang 32 D(cuilik men, hiks..), aku mempunyai sebuah pertanyaan yang di akhiri dengan sebuah tanda tanya yang amat sangat besar sekali:
Bila para penggede dan (katanya)pahlawan bangsa menggunakan kuasa dan kekuasaannya melenceng jauh dari janji dan tujuan semula, apakah kita siap dengan kemungkinan yang terparah?