Seorang wanita Buruh Migran Indonesia-Hong Kong(BMI-HK) berada di depan sebuah money changer dengan muka bingung. Lagi dan lagi di pandanginya papan pengumuman tentang kurs rupiah terhadap dolar Hongkong pada hari itu, Rabu 19 Nov'08. Rp 1.530 adalah angka tertinggi selama bulan belakangan ini. Angka yang juga menunjukkan keterpurukan perekonomian Indonesia di mata dunia. Kembali dia menghitung, mengalikan jumlah uangnya dengan 1.530 dan dia menggeleng-gelengkan kepala sejenak, untuk kemudian berpikir lagi, merenung kemudian memasuki memasuki money changer itu, menyerahkan uang, tanda tangan kemudian keluar dengan kepala di tekuk dan jidat berlipat-lipat.
Sempat saya berbicara padanya seperti layaknya dua orang kawan karib saja padahal waktu itu kami baru saja bertemu untuk kali pertama. Dia bercerita tentang kegalauan hatinya hari itu. Di akhir ceritanya, saya meminta ijin untuk menuliskan kisahnya di blog saya. Dia menyetujui dengan syarat tidak menyertakan nama aslinya, saya menganggukkan kepala, berjanji.
Sebut saja namanya G, 34 tahun. G seperti kebanyakan BMI-HK berasal dari Malang, Jawa Timur dan sudah bekerja di Hongkong selama 7 tahun, berkeluarga dan mempunyai satu anak yang kini berusia 13 tahun.
Dari gaji di bawah standar, lesbian, nge-drug, hingga insafnya dia kemudian menjadi salah satu anggota Kotkiho(Koalisi Tenaga Kerja Indonesia-HongKong, lihat disini) diceritakannya pada saya, dan saya percaya semua itu benar adanya. Matanya menunjukkan itu. Jika Anda berada di Hongkong dan bergulat dengan sedemikian banyak BMI, bercampur dan berbicara banyak dengan mereka Anda akan tahu perbedaannya. Selain itu dia smart dan berprinsip, sebuah predikat lain yang tidak semua BMI memilikinya.
GFMD(Global Forum on Migration and Development) yang berhasil menambah ketidak nyamanan posisi para buruh migran itu menjadi salah satu pemicu keracauan hatinya, disamping kebutuhan dan tanggung jawabnya terhadap anak semata wayangnya yang tak lama lagi hendak memasuki jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama. Tentunya sebuah kebahagian dan kebanggaan untuk bisa menyekolahkan anaknya di tengah seribu keterkurangan dan ketidakmampuannya untuk merengkuh dan mendidik anaknya secara langsung, yang tentu saja harus di bayar mahal bukan saja dengan kerinduan dan kesabaran hatinya tapi juga dengan UANG!!
Lalu GFMD dan anak semata wayangnya itu apa hubungannya? G adalah wanita matang yang berprinsip. Masuknya dia di organisasi Kotkiho menjadikannya wanita tangguh, buruh migran yang sadar sepenuhnya akan hak dan tanggung jawabnya. Termasuk hak nya untuk menolak GFMD, yang bukan hanya karena anut grubyuk Kotkiho saja. G pun mengikuti aksi untuk tidak mengirimkan uang ke Indonesia, sebagai protesnya terhadap GFMD. Tapi terakhir prinsipnya dan ketegasannya bukan hanya di uji tetapi di juga berhasil ditumbangkan oleh kebutuhan dan tanggung jawabnya terhadap biaya pendidikan anak semata wayangnya. Dengan suami hanya sebagai tukang tambal ban di desanya apalah yang bisa di harapkan lebih selain untuk makan dan ongkos-ongkos ringan anaknya?
GFMD yang ramai di bicarakan sebenarnya mempunyai tujuan liberalisasi tenaga kerja. Namun realisasi dari liberalisasi tak urung adalah adanya peningkatan penambahan tenaga kerja. Peningkatan penambahan tenaga kerja yang di maksud adalah dengan memaksimalkan migrasi
Di Indonesia, pemerintah menyetujui adanya program GFMD tersebut, bahkan SBY(presiden) telah menargetkan pengiriman tenaga kerja untuk tahun 2009 yang tentu saja jauh lebih banyak dari pada tahun ini. Migrasi dipandang sebagai indikator positif pembangunan. Pemerintah berasumsi migrasi menjadi komplemen/tambahan bagi keluarga migran, penyelamat perekonomian keluarga yang tak urung jatuhnya adalah pada perbaikan perekonomian negara. Singkatnya dengan bekerja di luar negri kebutuhan keluarga akan terpenuhi, dan kalau kebutuhan perkeluarga terpenuhi berarti kesejahteraan bagi rakyat bertambah, kesejahteraan negara bertambah pula.
Yang menjadi permasalahan sekarang adalah seberapa jauhkah pemerintah memberikan perlindungan bagi buruh migran tersebut? Yang tampak sekarang adalah pemerintah mengabaikan dampak negatif dari migrasi sehingga upaya perlindungan tidak diberikan. Selama ini praktek penipuan, kekerasan merupakan hal yang biasa atau wajar(atau di wajarkan??). Dan lebih parahnya lagi hal tersebut(setuju dengan GFMD) di setejui pula oleh LSM-LSM yang ada, kecuali INDIES dan I-WORK.
Buruh Migran, khususnya wanita adalah sejarah panjang dari human right violation, diskriminasi, masalah gender bahkan juga masalah kemanusiaan(tidak di manusiakan?). Dan dengan adanya GFMD seolah rakyat miskin(kebanyakan wanita) di paksa untuk bermigrasi demi misi penyelamatan perekonomian keluarga dan negara, sedangkan kesejahteraan dan perlindungannya di negara tujuannya masih sebagai tanda tanya besar.
Banyak fakta yang menunjukkan bahwa mereka yang bermigrasi demi gaji yang lebih besar sebagai buruh migran di negara lain kebanyakan pulang ke rumah dengan kondisi rumah tangga yang berantakan. JAdi sukseskah misi mereka?
Duuuh.. koq ya sedih jadinya nih.
BalasHapusDan yang ini tepat sekali :
Blacklist majikan dan agen/PJTKI yang memeras BMI;
Pangkas biaya agen menjadi HK$ 9000 bagi BMI Hong Kong;
Stop Underpayment;
Bubarkan terminal III dan IV
pertama: salut, ini postingan terbaik yg kubaca bulan ini.
BalasHapuskedua: kok penulis tau banyak sih soal goverment dan kebijakan2nya. dimana ya nyarinya info?
ketiga: boleh koment ga nih kalo boleh saya mau komentar disini, mumpung orangnya lagi sibuk nyetrika..hikhik....
"begini, setuju banget dng mu rie. inilah wajah aneh negri kita, negara lain berjibaku meng-ekspor teknologi dan hasil produksi tapi negara kita cuman berani meng-ekspor rakyatnya.
anehnya lagi kayaknya yg dieksport cenderung rakyat wanitanya, sementara untuk yang lelaki sedikit di persulit.
oh iya, satu lagi pertanyaan, knapa bukan rakyat terpelajar yg dah lulusan sarjana yg di ekspor sehingga mendapatkan lapangan pekerjaan yg layak sesuai ilmu dan skillnya. bukan cuman pekerjaan domestik sebgai maaf...pem***u.
"puluhan ribu lho sarjana pengangguran di indonesia itu"
bener2 satu cermin negara yg berantakan!!!!
>>onoloro, makasih dah singgah lagi.
BalasHapusYupz setuju dengan pendapat Anda.
>>nirmana, terimakasih. Bisa nulis khan karena banyak baca, jadi Rie nulis ada dasarnya. Lhah kecuali kalo yg fiksi. Lagi belajar nulis disambi mbabu neh, hehehe...eh kebalik...lagi mbabu disambi belajar nulis.
Waduh, persoalan itu(ttg pengiriman TKW/TKI ke LN) emang sebuah penyakit yang berkelanjutan, kayaknya ga ada obatnya tuh. Penyakitnya terlanjur akut.
salut dengan temen mbak yg bernama G, seorang wanita tangguh... duh... aku kyknya gak bisa dehh setangguh taman mbak
BalasHapus>> Lyla, makasih...kok dirimu dah pesimis dulu gitu...
BalasHapuslagunya di ganti lah mboseni banget.
BalasHapus>>totos,Ini khan lagu wajib babu ngeblog. Di silent aja kompinya yak, hehehe...salam
BalasHapusAti2 majang gambare Obama dituntut gak sido tuku pedhet lho
BalasHapus>>anonim, wkwkwkwk...
BalasHapus