Eufimisme Babu vs Koruptor


Ketika kata “maling uang rakyat” diganti dengan kata “koruptor” itu dimaksudkan untuk memperhalus bahasa. Di sini, penghalusan bahasa (eufimisme) yang dilakukan menjadikan kita tampak lebih santun dan beradab, meskipun kata koruptor itu sendiri adalah sebuah kata serapan dari bahasa Inggris, corrupt, toh kata serapan tersebut lebih dinilaiartikan daripada bahasa sendiri. Karakter orang Indonesia yang ramah dan sopan sangat mendukung penghalusan bahasa ini, walau sebenarnya bahasa Indonesia telah dihagemoni (dikuasai tanpa sadar) oleh bahasa asing.


Sama halnya dengan kata “babu” yang kemudian diperhalus menjadi "pembantu", dan bila sang pembantu ini keluar negeri (untuk mbabu) maka akan diperhalus lagi sebutannya menjadi "Tenaga Kerja Indonesia Informal (TKII)" atau bahkan lebih kerennya lagi dengan pangkat “Pahlawan Devisa”. Eufimisme tersebutpun dimaksudkan sama yaitu untuk memperhalus bahasa. Sayangnya, bahasa yang terdengar halus ini tidak dibarengi dengan nilai kesantunan dan keberadaban. Apalagi kalau TKII yang dimaksud adalah TKII Hong Kong, sudah karib suatu "prokem" untuk menambahkan candaan dengan frasa "Hong Kong". Sampai-sampai sebuah lagupun asyik digoyang dengan frasa “Hong Kong” …dandan moblong-moblong, kayak bintang Hongkong (Iwak Lohan).

Payahnya, masyarakat seolah terlena dengan eufimisme pada maling uang rakyat dan babu ini sedangkan banyak rakyat awam yang berada di daerah-daerah terpelosok yang masih belum mengetahui arti dari kata koruptor yang sesungguhnya. Ramai mereka (rakyat awam) hanya ikut-ikutan saja meneriakkan yel-yel anti korupsi tetapi ketika ditanya tentang arti korupsi atau koruptor yang sebenarnya merekapun tak tahu, sedangkan koruptornya sendiri melenggang dengan bangganya karena toh sebutan koruptor terdengar keren.

Mungkin akan beda halnya kalau mereka disebut sebagai maling, rakyat akan segera paham dan tanggap dan mungkin juga sang koruptor akan sedikit mikir untuk melakukan tindak korupsi karena rasa malu. Maling gitu loh...siapa sih yang tak akan malu kalau di sebut sebagai maling? Ah! Atau seandainya saja KPK(Komisi Pemberantasan Korupsi) di ubah menjadi KPMUR (Komisi Pemberantasan Maling Uang Rakyat), maka semua akan melek arti. Tapi lagi-lagi karena orang Indonesia itu ramah dan sopan dan bahasa serapan itu lebih dinilaiartikan, maka hal itu (eufimisme) dilakukan. Apalagi kalau dilihat KPMUR itu adalah singkatan yang terlalu panjang, ah susah menghafalkannya!

Lain koruptor lain pula TKII. Dalam penghalusan kata ini justru yang menjadi korban adalah TKII itu sendiri. Sudah menjadi korban prokem nasionalis yang sengkuniisme (pengamalan atas sifat-sifat Sengkuni), masih pula sebagai korban trafficking dan atau kebijakan pemerintah yang (belum) bijak sebagaimana seharusnya. Eloknya seorang pahlawan (pembantu=pahlawan devisa) adalah mereka yang dielu-elukan karena keberhasilannya membawa perbaikan/kemajuan bagi sesiapa ataupun negara. Namun, pahlawan yang satu ini (pahlawan devisa) justru kerap dielu-elukan penderitaannya atau dielu-elukan dalam artian melecehkan. Dan kalau sang pahlawan devisa ini pulang tinggal nama (mati), ya wajar sajalah namanya juga pahlawan. Pahlawan mati mah sudah biasa, wajar saja!

Bagaimanapun eufimisme yang digunakan untuk memperhalus bahasa terhadap kata "babu" tak akan berguna bila tak dibarengi dengan tindakan menghargai dan mengakui bahwa mereka itu manusia dan pekerja. Manusia yang perlu dimanusiakan dan pekerja yang perlu dihargai keberadaannya dan dilindungi hak-haknya. Kalau bisa memilih tentu saja para pembantu itu lebih suka di sebut sebagai babu dengan perlindungan hak dan dimanusiakan daripada disebut sebagai pahlawan devisa tetapi hak-haknya dirampas dan didiskriminasi. Leres ta, Mbak Yu?

Kawan, itu hanya dua buah contoh dari salah kaprah fungsi dari majas eufimisme, masih banyak lagi salah kaprah yang lain, yang belakangan amat digandrungi untuk menutupi fakta yang sebenarnya.




17 komentar :

  1. Tulisan yang serius.. lumayan buat nambah kamus bahasa :D

    BalasHapus
  2. ahaaaa...
    sisi lain dari seorang babuuuuuu (*ngeblog)
    eufimisme... wah merk baru MA jas bukak iket blangkon ta iki mbok mban...? :)) [dilarang menggunakan kata "lambe" di forum ini, hihi]

    BalasHapus
  3. mmmmm..... kata babu sendiri berasal dari kosa kata Belanda baboe yang arti awalnya adalah gadis cantik. Kata yang digunakan oleh penjajah Belanda untuk gadis Melayu yang cantik. Namun, dalam perjalanannya, kata ini mengalami pergeseran. Babu berubah artinya menjadi pembantu. Silahkan diklik di sini untuk arti kata ini.
    Di sinetron - sinetron kita, banyak juragan yang memanggil pembantunya dengan kata bibi padahal kata bibi sendiri merupakan julukan untuk istri paman kita.
    Begitu.
    nb: wah lebih gak nyambung lagi dengan maksud postingan nih.
    matur nuwun.

    BalasHapus
  4. penghalusan bahasa seperti ini juga sering menjadi polemik di batin saya. Lihatlah, seorang pelacur kini di sebut dengan bahsa yang halus PSK ( Pekerja Seks Komersial). Meski ada beberapa media yang redaksinya lenih suka menyebut pelacur, namun tetap saja istilah PSK yang selama ini diterapkan untuk mereka menjadi sebuah istilah yang keren tak ubahnya kata "koruptor" dari kata maling uang Rakyat.... Keep posting Rie! Keep writing!

    BalasHapus
  5. Kalau menurut saya mestinya kita nggak usah menggunakan gaya bahasa eufimisme saja untuk kata-kata tertentu seperti babu, maling uang rakyat, pelacur dan sebagainya. Karena jika kata-kata itu diperhalus, praktik pembabuan, pemalingan uang rakyat dan pelacuran malah merajalela, karena praktik-praktir itu seakan mendapat legitimasi dan bukan merupakan perbuatan nistha. Dulu juga ada suatu media massa menyebut pelacur dengan pramunikmat. Betapa indahnya dan menggiurkan istilah itu.

    BalasHapus
  6. keren abis ulasannya mbak (tapi ini bukan eufimisme loh). benar seperti ucapan seorang komentator di atas, ulasan itu semakin memperkaya pemahaman kita. maafkan, saya sendiri juga kadang larut dalam penggunaan bahasa yang "memperhalus", sementara menurut pihak lain tak jarang justru "merendahkan". aku masih harus belajar banyak. sip lah.

    BalasHapus
  7. santai wae. aku mbojo karo babu juga enjoy kok. malah wes pinter nyapu ngepel. ngresiki closet we iso disambi nyanyi goyang dombret...

    BalasHapus
  8. @surambang, thanks atas pertamaxnya, hehehe...
    @maztrie, your mouth!!
    @pak guru, weleh kata serapan juga tho?
    @Omtri & anonim, thanks..makasih...
    @pujangga78, thanks atas inspirasinya, hehehe...
    @rawins, ora karo nyanyi jablay n basah2 tho kang?xixixiiii...wkwkwkk...

    BalasHapus
  9. Mbak, tulisannya keren banget. Kwalitas tulisan, mencerminkan seorang penulisnya. ANdaikan kualitas pembantu semuanya seperti mbak. Tentunya tak ada euoforia penghalusan bahasa yang tidak bermakna untuk pembantu atau babu. *mbak, nyambung gak kalimat aku...???*

    BalasHapus
  10. TULISANNYA BAGUS MBAK...ANDA EXTRAORDINARY 'BABU' HEH EHH HEHH...
    SALUT HABIS, SAYA SENDIRI SELALU KESULITAN DALAM MENUANGKAN IDE, SEDANGKAN TULISAN ANDA BEGITU BAGUS, DAN MENUNJUKKAN KWALITAS PENULISNYA YANG MUMPUNI...
    SAYA JADI PINGIN RAJIN-RAJIN SOWAN KE BLOG ISTIMEWA INI....TRIMS BERAT DAN SALAM KENAL DARI JOGJA!

    BalasHapus
  11. Hallo salam kenal Mbak, met tahun baru juga neh! Semoga semakin berkibar blognya...

    Wah hebat sekali sampean Mbak, sudah exist di belatara blogger ini, sedangkan saya baru mau belajar he he he ...

    Terus terang saya sangat bersemangat untuk terus belajar menulis melalui media blog ini, setelah terinspirasi dengan blog sampean ini. Membanggakan dengan menyandang professi 'babu' sampean tetap percaya diri dan punya kelebihan yang bisa menjadi rujukan teman-teman lain sesam bloggers....salut dech! Saya jadi malu telah tertinggal jauh he he he ...

    BalasHapus
  12. Babu tenanan nopo sanes? Apa iya kita harus menggunakan kata yg vulgar seperti 'babu'? Kalau kata 'pelacur', saya setuju bila kata tersebut tidak usah diperhalus. Namun, kata 'babu' terkesan merendahkan pekerjaan seseorang. Padahal, menjadi pembantu adalah pekerjaan yang halal dan layak dihargai.

    BalasHapus
  13. Mudah-mudahan di negara kita ini sTop para koruptor.
    Itu hanya akan mencemarkan nama baik bangsa nya sendiri.

    BalasHapus
  14. ya saya juga berharap seperti itu,,kita harus jauh" dari korupsi,,

    BalasHapus
  15. Kalau menurut saya mestinya kita nggak usah menggunakan gaya bahasa eufimisme saja untuk kata-kata tertentu seperti babu, maling uang rakyat, pelacur dan sebagainya. Karena jika kata-kata itu diperhalus, praktik pembabuan, dan pelacuran malah merajalela, karena praktik-praktir itu seakan mendapat legitimasi dan bukan merupakan perbuatan nistha. Dulu juga ada suatu media massa menyebut pelacur dengan pramunikmat. Betapa indahnya dan menggiurkan istilah itu.

    BalasHapus
  16. wah saya seperti baru dapet pencerahan dan pemahaman baru dalam tata bahas,, memang terkadang bahasa yang di pakai ngak sesuai dengan apa yang sebenarnya. bahasa halus tapi dalam praktiknya tetep aja lebih kasar dari bahasa yang memang kasar...

    BalasHapus
  17. Kalo ini mah Babu cerdas. Sepakat dengan KPK(Komisi Pemberantasan Korupsi) di ubah menjadi KPMUR(Komisi Pemberantasan Maling Uang Rakyat),

    BalasHapus

Matur suwun wis gelem melu umuk...