Ini adalah alasan kenapa Serial Srinthil berhenti total selama satu tahun lebih terhitung dari kisah Srinthil yang terakhir. Untuk itu saya menghimbau kepada pembaca(kalo ada yang baca, hiks..), dengan ini maka saya menghimbau kepada pembaca semuanya untuk membaca dengan mata dan hati. Tidak dengan telinga ato hidung. Selaen itu juga harap dapat menyaring yang kotor dan memasak yang mentah (emang aer??).
Banyak kejadian di luar kebiasaan babu, tapi itu adalah kisah perjalanan kami. Dan karena kami adalah babu-babu yang luar biasa tersebut maka, semua kisah jadi satu adonan gado-gado hidup. Ada suka, duka, ketawa, kejahilan, ndableg, cabe, bawang, kecap, lontong, krupuk, dan dikasih sedikit garam…(lhoo…!!!) tindih menindih, tumpang-menumpang, tumpuk-menumpuk, sambung-menyambung menjadi satu... itulah Indonesia(Ya Olloh Ririiii...kok gaya bahasa cerita Srinthil jadi semrawut?)
"Jiannnngggggkrriiiiiiiikk!!" geramku dalam hati. Sudah tiga kali aku menelpon Srinthil tapi tidak dijawab, sedang sms yang kukirim sejam yang lalupun sepi jawaban. Sudah dua jam aku menunggu, perutku semakin merdu menyanyikan lagu kelaparan, sedang Srinthil yang dua jam yang lalu pamit dan berjanji padaku akan membelikan rujak petis favoritku yang berada di Warung Candra deketnya KJRI itu belum muncul juga.
"Jan-jane munyuk siji iki kemana tho..!" gremengku sendiri.
Teman-teman genk yang lainpun belum muncul karena masih mempunyai urusan masing-masing. Rasanya sepi, walau di sekelilingku banyak teman-teman sesama TKW yang lalu lalang menikmati hari liburnya.
Sudah beberapa lagu juga yang kuputar di notebookku, sembari membantu (koreksi=membantu dengan upah, satu lagu 50 sen)teman-teman yang lain untuk mengisi lagu di MP3, namun tak ada bau ketiak Hindun yang menyengat atau suara compreng Srinthil yang khas yang terdengar dari jarak 500 meter sekalipun.
Iseng, kukunjungi beberapa situs termasuk Facebookku yang sudah seminggu lebih tak tersentuh. Iseng juga kukirim pesan lewat fesbukku ke inbox fesbuk Srinthil, klik..pesan terkirim.
Sepuluh detik berikutnya kuterima pesan dari Srinthil, "Mbak Ri muisi a, aq kelupaan ini lagi berangkat beli rujak petis," tulis Srinthil dalam pesannya.
"Jiaangkriiikkkk....!!" umpatku lagi. "Dasar munyuk ra duwe buntut! Tega-teganya mempertaruhkan hidup matiku dengan fesbuk. Serta-merta kudial nomer Srinthil.
"Anu mbak Rie sepurane, hehehe...ini dalam perjalanan ke warung Candra, muisi a..maap mbak Ri," kata Srinthil.
"Sri, dirimu jadi orang amanah banget ya," kataku sinis. Hati dan perutku teriris luka dan lapar.
"Lha aku itu, anu... aku itu tadi fesbukan, eh ndelalah kok pas online chat ndek fesbuk ketemu sama mas Yudha, trus..."
"Ora ngurus! Ga peduli Mas Arip atau mas Duryudhana balane Sengkuni kuwi, pokoke NO REKEN! Wetengku ki luwe Sriiii!!" teriakku dengan sisa tenagaku. "Tega temen dirimu ki kok malah fesbukan," tambahku.
"Mbak Ri, mbak Ri bilang walao kita babu, jangan sampai ketinggalan informasi dan ilmu. Seperti mbak Ri juga bisa ngeblog tho? Berarti aku bisa fesbukan juga khan? Hari gini mosok ga punya fesbuk? Lha mosok cuma anak sekolahan dan kuliahan, PNS, juragan, ndoro, anggota DPR, atau karyawan perusahaan saja yang boleh punya blog atau fesbuk? Mosok cuma mereka yang boleh narsis dan nulis ini ono suka-suka mereka? Mosok para babu ga boleh bikin blog atao fesbuk? Mosok babu ga boleh menuliskan uneg-uneg kepala, nulis status nyentrik dan misuh-misuh karena bosnya yang kurang sajen?" kata Srinthil membela diri.
"Karepmu Sri, ga ada yang nglarang. Tapi mbok pas kamu fesbukan tadi sikilmu ya mlaku ke warung gitu, ora terus ndeprok pinggir dalan wiridan fesbuk thok! Kalo kayak gitu caramu ntar dapat masalah baru dari fesbuk kamu," kataku.
"Iya..iya...maap, ga gitu lagi deh mbak," jawab Srinthil. Kudengar Srinthil memesan rujak petis, namun perutku tak lagi bisa menunggu. Serta merta kupanggil mbak yang nawarin nasi bungkus yang lewat di depanku.
"Mbak, nasi campurnya satu mbak!" teriakku.
"Lho mbak Ri, aku wes pesen rujak petis iki, wes tak bayar pisan," kata Srinthil yang denger teriakanku.
"Ora urus, pangana dewe karo fesbukan," jawabku sambil mematikan HP.
Oh hari ini pertama kalinya aku mbolos bertemu dengan teman-teman se-gengku. Kusengajakan diriku untuk pulang kerumah (rumah bos) jauh lebih awal dari biasanya, dan kuabaikan beberapa misscall dari temen-temen geng yang menanyakanku. Aku lelah. Sebenarnya bukannya karena hatiku terlalu dongkol dengan Srinthil, karena toh setelah perutku terisi nasi campur tadi marahkupun sudah lenyap. Tapi, ah..entahlah..aku merasa seperti ada himpitan tertentu yang memaksaku kembali bertanya pada diriku sendiri, "Sampai kapan aku akan dicukupkan untuk merantau?"
Emak kemaren menangis karena lebaran kemaren aku membatalkan kepulanganku ke rumah. Berarti sudah terhitung sepuluh kali lebaran aku tidak berada dirumah. Emak kangen, kangen sekali. Ah, seandainya emak tau, kalau aku juga teramat-sangat-kangen-sekali-banget padanya...
Kepalaku berputar-putar, ucapan terakhir emak mendengung-dengung dikepalaku..."Nduk, awakmu kuwi wes dimanjakan dengan kemewahan Hong Kong, makanya takut pulang..." ah apa iya??? Tidak ada yang berubah dengan penampilanku, dari dulu hingga sekarang aku tetap penggemar jeans dan kaos, warna pilihanku juga cuma putih, abu-abu dan biru atau warna polos lainnya tanpa motif sama sekali, rambutku juga masih item, wajahku juga tetap polos tanpa polesan make up, tindikan di kupingku juga cuma satu di masing-maisng kuping...ah...tapi...notebookku...laptopku...koneksi internet yang unlimited dan gratis ini...nikon D90ku...itukah yang dimaksud emak dengan kemewahan itu? Barang-barang yang kudapati dengan perjuangan luar biasa di luar tugasku sebagai babu itu? ah tahukah mereka...?? ah...
.......
Hari demi hari Srinthil semakin jarang sms padaku, padahal Senin pagi waktu dia menelponku dia tahu kalau aku tak sedang marah padanya. Malam hari yang biasanya kami asyik bercengkrama bersama lewat sms gratisan dari smartone, Srinthil juga tak berpartisipasi.
Yang jelas tiap malam saat aku membuka laptop dan mengecek status fesbuk Srinthil, ternyata statusnya berubah-ubah di setiap jamnya, luarrr biasa! "Ah inikah lifestyle babu jaman sekarang?" tanyaku pada diri sendiri.
dreeettt...drreeeettt....dreeetttt....," getar Hpku yang kebetulan aq vibrate saja.
Tertera sebuah nama yang baru saja kita rasani bersama, Srinthil.
"Mbak Riiii...hik..huwaaa..huwaaa....
"Ada apa Sri?" tanyaku bingung.
"Mbak Ri...huwaaaa....aq mau lapor sama MUI mbak...huwaaaa...biar mereka memfatwa haram fesbuk, huwaa...waaa....aq di terminit mbak, huwaaa... Simbokku (bos perempuan) ngamuk a...huwaaa...metu Cinone..huwaaa....," wadul Srinthil disela isak tangisnya.
"Lha masalahe apa kok ada MUI dan facebook dan terminit campur jadi satu?" tanyaku heran campur kaget.
"Lha aq wingi kemaren ga sengaja invite dia di Fesbukku. Khan dari yahoo email itu aq invite semua gitu, lali lupa nek emaile simbok juga ada ndek situ...huwaaa...wa... Trus simbok ngamuk aku, dia bilang gini: "Is this you? Kamu kurang kerjaan ya? Kalo kurang kerjaan ntar tak tambahin kerjaan biar ga dolanan terus. Emange aq ngasih gaji kamu cuma buat nutul-nutul HP thok? Lagian Faceburuk gini kamu pamerin di Facebook?" gitu kata simbokku mbak, hik huwaaa...huwaaa...
"MBak...hik...emang Faceku buruk ya, hik...huwaa waa...,"
"Ya biasalah Sri, babu face," jawabku.
"Maksudnya baby face gitu ya mbak? ah mbak Ri salah ngucap," kata Srinthil.
"Bukan! Babu face kuwi artine rai babu," jwabku jujur.
"Mbak Riiii...huwaaa...elek ngunu ta? hik hiks...
"Trus kamu gimana ini sekarang? Dipecat tenan ta?" tanyaku tak menghiraukannya yang masih mempermasalahkan tentang babu face dan baby face.
"Iya mbak...hik...mau ke agen nyari bos lagi tapi ga mau pulang, aku di Cina aja mbak nunggu visa," katanya.
"Udah nelpon agen belum?" tanyaku
"Uwis,"
"Ya udah kamu di ejen aja dulu atau nyari tempat kos sambil nunggu nyari majikan dua minggu ini, ntar minggu kita ketemu, sekarang aku ga bisa bantu, aku sendiri lagi kerja. Tapi nek kamu butuh uang, ntar boleh pinjem aku," tegasku.
"Makasih mbak,"
Hening sejenak, di selilingi isak Srinthil yang tinggal satu dua...
"Mbak..,"
"Ya,"
"Trus blog e sampeyan piye?" tanyanya yang membuatku kaget.
"Apane sing kepiye?"
"Lha nanti trus Serial Srinthil rak mandeg?" tanyanya serius.
"Wakakaka...kok sempet-sempete dirimu mikir tho Sri.." jawabku.
"Ga usah ditulis aja ya mbak sampek aku dapet majikan sing genah," pesannya
"Ya wes lah gampang," jawabku.
.......
Nah itulah kawan alasan dari kealpaan serial Srinthilku....
jumpa lagi di Srinthil berikutnya karena Srinthil is BACK!!
Banyak kejadian di luar kebiasaan babu, tapi itu adalah kisah perjalanan kami. Dan karena kami adalah babu-babu yang luar biasa tersebut maka, semua kisah jadi satu adonan gado-gado hidup. Ada suka, duka, ketawa, kejahilan, ndableg, cabe, bawang, kecap, lontong, krupuk, dan dikasih sedikit garam…(lhoo…!!!) tindih menindih, tumpang-menumpang, tumpuk-menumpuk, sambung-menyambung menjadi satu... itulah Indonesia(Ya Olloh Ririiii...kok gaya bahasa cerita Srinthil jadi semrawut?)
"Jiannnngggggkrriiiiiiiikk!!" geramku dalam hati. Sudah tiga kali aku menelpon Srinthil tapi tidak dijawab, sedang sms yang kukirim sejam yang lalupun sepi jawaban. Sudah dua jam aku menunggu, perutku semakin merdu menyanyikan lagu kelaparan, sedang Srinthil yang dua jam yang lalu pamit dan berjanji padaku akan membelikan rujak petis favoritku yang berada di Warung Candra deketnya KJRI itu belum muncul juga.
"Jan-jane munyuk siji iki kemana tho..!" gremengku sendiri.
Teman-teman genk yang lainpun belum muncul karena masih mempunyai urusan masing-masing. Rasanya sepi, walau di sekelilingku banyak teman-teman sesama TKW yang lalu lalang menikmati hari liburnya.
Sudah beberapa lagu juga yang kuputar di notebookku, sembari membantu (koreksi=membantu dengan upah, satu lagu 50 sen)teman-teman yang lain untuk mengisi lagu di MP3, namun tak ada bau ketiak Hindun yang menyengat atau suara compreng Srinthil yang khas yang terdengar dari jarak 500 meter sekalipun.
Iseng, kukunjungi beberapa situs termasuk Facebookku yang sudah seminggu lebih tak tersentuh. Iseng juga kukirim pesan lewat fesbukku ke inbox fesbuk Srinthil, klik..pesan terkirim.
Sepuluh detik berikutnya kuterima pesan dari Srinthil, "Mbak Ri muisi a, aq kelupaan ini lagi berangkat beli rujak petis," tulis Srinthil dalam pesannya.
"Jiaangkriiikkkk....!!" umpatku lagi. "Dasar munyuk ra duwe buntut! Tega-teganya mempertaruhkan hidup matiku dengan fesbuk. Serta-merta kudial nomer Srinthil.
"Anu mbak Rie sepurane, hehehe...ini dalam perjalanan ke warung Candra, muisi a..maap mbak Ri," kata Srinthil.
"Sri, dirimu jadi orang amanah banget ya," kataku sinis. Hati dan perutku teriris luka dan lapar.
"Lha aku itu, anu... aku itu tadi fesbukan, eh ndelalah kok pas online chat ndek fesbuk ketemu sama mas Yudha, trus..."
"Ora ngurus! Ga peduli Mas Arip atau mas Duryudhana balane Sengkuni kuwi, pokoke NO REKEN! Wetengku ki luwe Sriiii!!" teriakku dengan sisa tenagaku. "Tega temen dirimu ki kok malah fesbukan," tambahku.
"Mbak Ri, mbak Ri bilang walao kita babu, jangan sampai ketinggalan informasi dan ilmu. Seperti mbak Ri juga bisa ngeblog tho? Berarti aku bisa fesbukan juga khan? Hari gini mosok ga punya fesbuk? Lha mosok cuma anak sekolahan dan kuliahan, PNS, juragan, ndoro, anggota DPR, atau karyawan perusahaan saja yang boleh punya blog atau fesbuk? Mosok cuma mereka yang boleh narsis dan nulis ini ono suka-suka mereka? Mosok para babu ga boleh bikin blog atao fesbuk? Mosok babu ga boleh menuliskan uneg-uneg kepala, nulis status nyentrik dan misuh-misuh karena bosnya yang kurang sajen?" kata Srinthil membela diri.
"Karepmu Sri, ga ada yang nglarang. Tapi mbok pas kamu fesbukan tadi sikilmu ya mlaku ke warung gitu, ora terus ndeprok pinggir dalan wiridan fesbuk thok! Kalo kayak gitu caramu ntar dapat masalah baru dari fesbuk kamu," kataku.
"Iya..iya...maap, ga gitu lagi deh mbak," jawab Srinthil. Kudengar Srinthil memesan rujak petis, namun perutku tak lagi bisa menunggu. Serta merta kupanggil mbak yang nawarin nasi bungkus yang lewat di depanku.
"Mbak, nasi campurnya satu mbak!" teriakku.
"Lho mbak Ri, aku wes pesen rujak petis iki, wes tak bayar pisan," kata Srinthil yang denger teriakanku.
"Ora urus, pangana dewe karo fesbukan," jawabku sambil mematikan HP.
Oh hari ini pertama kalinya aku mbolos bertemu dengan teman-teman se-gengku. Kusengajakan diriku untuk pulang kerumah (rumah bos) jauh lebih awal dari biasanya, dan kuabaikan beberapa misscall dari temen-temen geng yang menanyakanku. Aku lelah. Sebenarnya bukannya karena hatiku terlalu dongkol dengan Srinthil, karena toh setelah perutku terisi nasi campur tadi marahkupun sudah lenyap. Tapi, ah..entahlah..aku merasa seperti ada himpitan tertentu yang memaksaku kembali bertanya pada diriku sendiri, "Sampai kapan aku akan dicukupkan untuk merantau?"
Emak kemaren menangis karena lebaran kemaren aku membatalkan kepulanganku ke rumah. Berarti sudah terhitung sepuluh kali lebaran aku tidak berada dirumah. Emak kangen, kangen sekali. Ah, seandainya emak tau, kalau aku juga teramat-sangat-kangen-sekali-banget padanya...
Kepalaku berputar-putar, ucapan terakhir emak mendengung-dengung dikepalaku..."Nduk, awakmu kuwi wes dimanjakan dengan kemewahan Hong Kong, makanya takut pulang..." ah apa iya??? Tidak ada yang berubah dengan penampilanku, dari dulu hingga sekarang aku tetap penggemar jeans dan kaos, warna pilihanku juga cuma putih, abu-abu dan biru atau warna polos lainnya tanpa motif sama sekali, rambutku juga masih item, wajahku juga tetap polos tanpa polesan make up, tindikan di kupingku juga cuma satu di masing-maisng kuping...ah...tapi...notebookku...laptopku...koneksi internet yang unlimited dan gratis ini...nikon D90ku...itukah yang dimaksud emak dengan kemewahan itu? Barang-barang yang kudapati dengan perjuangan luar biasa di luar tugasku sebagai babu itu? ah tahukah mereka...?? ah...
.......
Hari demi hari Srinthil semakin jarang sms padaku, padahal Senin pagi waktu dia menelponku dia tahu kalau aku tak sedang marah padanya. Malam hari yang biasanya kami asyik bercengkrama bersama lewat sms gratisan dari smartone, Srinthil juga tak berpartisipasi.
Yang jelas tiap malam saat aku membuka laptop dan mengecek status fesbuk Srinthil, ternyata statusnya berubah-ubah di setiap jamnya, luarrr biasa! "Ah inikah lifestyle babu jaman sekarang?" tanyaku pada diri sendiri.
dreeettt...drreeeettt....dreeetttt....," getar Hpku yang kebetulan aq vibrate saja.
Tertera sebuah nama yang baru saja kita rasani bersama, Srinthil.
"Mbak Riiii...hik..huwaaa..huwaaa....
"Ada apa Sri?" tanyaku bingung.
"Mbak Ri...huwaaaa....aq mau lapor sama MUI mbak...huwaaaa...biar mereka memfatwa haram fesbuk, huwaa...waaa....aq di terminit mbak, huwaaa... Simbokku (bos perempuan) ngamuk a...huwaaa...metu Cinone..huwaaa....," wadul Srinthil disela isak tangisnya.
"Lha masalahe apa kok ada MUI dan facebook dan terminit campur jadi satu?" tanyaku heran campur kaget.
"Lha aq wingi kemaren ga sengaja invite dia di Fesbukku. Khan dari yahoo email itu aq invite semua gitu, lali lupa nek emaile simbok juga ada ndek situ...huwaaa...wa... Trus simbok ngamuk aku, dia bilang gini: "Is this you? Kamu kurang kerjaan ya? Kalo kurang kerjaan ntar tak tambahin kerjaan biar ga dolanan terus. Emange aq ngasih gaji kamu cuma buat nutul-nutul HP thok? Lagian Faceburuk gini kamu pamerin di Facebook?" gitu kata simbokku mbak, hik huwaaa...huwaaa...
"MBak...hik...emang Faceku buruk ya, hik...huwaa waa...,"
"Ya biasalah Sri, babu face," jawabku.
"Maksudnya baby face gitu ya mbak? ah mbak Ri salah ngucap," kata Srinthil.
"Bukan! Babu face kuwi artine rai babu," jwabku jujur.
"Mbak Riiii...huwaaa...elek ngunu ta? hik hiks...
"Trus kamu gimana ini sekarang? Dipecat tenan ta?" tanyaku tak menghiraukannya yang masih mempermasalahkan tentang babu face dan baby face.
"Iya mbak...hik...mau ke agen nyari bos lagi tapi ga mau pulang, aku di Cina aja mbak nunggu visa," katanya.
"Udah nelpon agen belum?" tanyaku
"Uwis,"
"Ya udah kamu di ejen aja dulu atau nyari tempat kos sambil nunggu nyari majikan dua minggu ini, ntar minggu kita ketemu, sekarang aku ga bisa bantu, aku sendiri lagi kerja. Tapi nek kamu butuh uang, ntar boleh pinjem aku," tegasku.
"Makasih mbak,"
Hening sejenak, di selilingi isak Srinthil yang tinggal satu dua...
"Mbak..,"
"Ya,"
"Trus blog e sampeyan piye?" tanyanya yang membuatku kaget.
"Apane sing kepiye?"
"Lha nanti trus Serial Srinthil rak mandeg?" tanyanya serius.
"Wakakaka...kok sempet-sempete dirimu mikir tho Sri.." jawabku.
"Ga usah ditulis aja ya mbak sampek aku dapet majikan sing genah," pesannya
"Ya wes lah gampang," jawabku.
.......
Nah itulah kawan alasan dari kealpaan serial Srinthilku....
jumpa lagi di Srinthil berikutnya karena Srinthil is BACK!!