Jam sebelas malam ketika semua tugasku sudah selesai dan momongan kecilku dan bos perempuanku sudah masuk kamarnya, bos lakiku belum juga pulang. Saat itu aku sudah mlangkring di atas sarangku yang berada di atas mesin cuci dan kulkas.
Heran? Keterbatasan tempat di apartemen bosku menyebabkan mereka memilih tempat paling strategis untuk membuat sarang untukku. Di atas dua buah kulkas dan mesin cuci diberi papan yang digelari kasur diatasnya, itulah dan disitulah sarangku. Nah uniknya, untuk sampai di atas kasur tersebut, dibutuhkan tangga setinggi satu setengah meter. Jadi konon tiap jam sebelas malam waktu Hong Kong, sudah bisa dipastikan ada sebangsa munyuk manis tanpa ekor yang lagi manjat tangga menuju sarangnya.
Sayup-sayup terdengar gending-gending jawa dari ponselku, sebentar saja aku sudah hampir tidur, liyer-liyer. Baju-bajuku carut marut kubiarkan saja. Antara kaos, celana, cempak dan BH menjadi timbunan yang tak keruan lagi bercampur dengan buku dan koran-koran gratisan. Tak sempat kulipat karena keinginan untuk memberesi sarang kalah dengan kebutuhan jasmani. Kantuk itu tak tertahankan.
Sayup-sayup pula terdengar pintu depan dibuka kemudian ditutup dengan segera. Namun aku sudah mulai melukis "peta" di bantalku, tak peduli.
Tiba-tiba saja, entah berapa menit kemudian, suara bos lakiku mengagetkanku. Berteriak memanggilku persis dibawah sarangku.
Seketika aku tersentak, diantara rasa ngantuk dan iler yang ndlewer di pipiku aku bangun dengan amat sangat tidak ikhlas.
“Cecee!” teriak bosku.
“Hm,” jawabku enggan.
“Cece, I got promotion!” katanya bangga dan gembira. Sudah kebiasaan antara aku dan bosku untuk berbicara dalam bahasa Inggris. Katanya lebih mudah komukasi dengan bahasa Inggris karena aku tak fasih berbahasa kantonis. Aku dan bosku pun saling terbuka. Berita-berita yang menggembirakan sering kami bagi bersama. Dalam hal ini mungkin bos berpikir dia ingin berbagi cerita bahagianya denganku, tapi bagiku ini adalah awal petaka.
“What? Apa?” tanyaku lagi, kali ini aku siap-siap turun dari sarangku. Dengan mata setengah terpejam kujulurkan kakiku kebawah mencari-cari tangga untuk turun. Sial, tangganya terjatuh hingga menimpa gelas yang berada di atas microwave. Dan..mak krompyaaang...gelasnya jatuh dan pecah. Sedangkan aku gandul-gandul bergelantungan, kedua tangan memegang erat kasurku.
“Ce, aku dipromosikan. Aku naik jabatan,” kata bosku masih dengan nada gembiranya.
“Sialan!” pikirku. Ada orang tergelantung kayak gini bukannya bantuin malah ngocehin tentang hal lain. Dasar bos kalau gak pengertian. HuHH!!
“I got promotion, aku naik jabatan,” katanya lagi.
“Dancuuukk! Dasar bos egois!” umpatku dalam hati.
“Are you not happy? Kamu ga seneng ya denger berita ini?” tanya bos tanpa dosa.
“I don’t care! Ga pedulii! Help me! Bantuiin!” jeritku panik. Tanganku rasanya kesemutan karena bergelantungan. Sedangkan mau loncat turun aku takut karena di bawah ada pecahan gelas.
“Oh sorry,” kata bos.
Dalam hati aku ayem akan segera ada bantuan. Tapi gak sangka malah bos membungkuk memunguti pecahan gelas bukannya mbantuin aku turun dari tempat gelantunganku.
“Dasar Chiken, CHIna KENtir,” umpatku lagi dalam hati.
“Help me! Bantuin aku! Take me down, take me down! Turunkan aku!” teriakku panik.
Mungkin saat itu bosku baru tersadar kemudian kulihat tangannya menjulur mau meraihku tapi diurungkannya.
“Goblook!” bentakku dalam hati. Sapa butuh tanganmu? Ih jangan sampe deh si bos nurunin aku kayak gaya Shahrukh Khan megang pinggang Aiswarya Rai gitu, iihh! Nehikk..nehiiikkk...! Ogaaahhh...kagak mau! Amit-amit, setan anake demit, demit sing suka dulat-dulit, dulat-dulit sampai pecirit, iihh amit-amiitt...! Aku tambah panik.
“Turunkan aku, ambilin tangga!” bentakku. Kali ini benar-benar membentak.
Bosku kemudian ngambilin tangga buatku, dan hanya memandangi aku. Aku turun dari tangga sambil menggerutu.
“Apakah gajiku dinaikkan?” tanyaku sambil memberesi pecahan gelas. Bos malah nggeloyor pergi. Dasar! Benar-benar sebuah tragedi munyuk kesasar di Hong Kong, hiks...
Heran? Keterbatasan tempat di apartemen bosku menyebabkan mereka memilih tempat paling strategis untuk membuat sarang untukku. Di atas dua buah kulkas dan mesin cuci diberi papan yang digelari kasur diatasnya, itulah dan disitulah sarangku. Nah uniknya, untuk sampai di atas kasur tersebut, dibutuhkan tangga setinggi satu setengah meter. Jadi konon tiap jam sebelas malam waktu Hong Kong, sudah bisa dipastikan ada sebangsa munyuk manis tanpa ekor yang lagi manjat tangga menuju sarangnya.
Sayup-sayup terdengar gending-gending jawa dari ponselku, sebentar saja aku sudah hampir tidur, liyer-liyer. Baju-bajuku carut marut kubiarkan saja. Antara kaos, celana, cempak dan BH menjadi timbunan yang tak keruan lagi bercampur dengan buku dan koran-koran gratisan. Tak sempat kulipat karena keinginan untuk memberesi sarang kalah dengan kebutuhan jasmani. Kantuk itu tak tertahankan.
Sayup-sayup pula terdengar pintu depan dibuka kemudian ditutup dengan segera. Namun aku sudah mulai melukis "peta" di bantalku, tak peduli.
Tiba-tiba saja, entah berapa menit kemudian, suara bos lakiku mengagetkanku. Berteriak memanggilku persis dibawah sarangku.
Seketika aku tersentak, diantara rasa ngantuk dan iler yang ndlewer di pipiku aku bangun dengan amat sangat tidak ikhlas.
“Cecee!” teriak bosku.
“Hm,” jawabku enggan.
“Cece, I got promotion!” katanya bangga dan gembira. Sudah kebiasaan antara aku dan bosku untuk berbicara dalam bahasa Inggris. Katanya lebih mudah komukasi dengan bahasa Inggris karena aku tak fasih berbahasa kantonis. Aku dan bosku pun saling terbuka. Berita-berita yang menggembirakan sering kami bagi bersama. Dalam hal ini mungkin bos berpikir dia ingin berbagi cerita bahagianya denganku, tapi bagiku ini adalah awal petaka.
“What? Apa?” tanyaku lagi, kali ini aku siap-siap turun dari sarangku. Dengan mata setengah terpejam kujulurkan kakiku kebawah mencari-cari tangga untuk turun. Sial, tangganya terjatuh hingga menimpa gelas yang berada di atas microwave. Dan..mak krompyaaang...gelasnya jatuh dan pecah. Sedangkan aku gandul-gandul bergelantungan, kedua tangan memegang erat kasurku.
“Ce, aku dipromosikan. Aku naik jabatan,” kata bosku masih dengan nada gembiranya.
“Sialan!” pikirku. Ada orang tergelantung kayak gini bukannya bantuin malah ngocehin tentang hal lain. Dasar bos kalau gak pengertian. HuHH!!
“I got promotion, aku naik jabatan,” katanya lagi.
“Dancuuukk! Dasar bos egois!” umpatku dalam hati.
“Are you not happy? Kamu ga seneng ya denger berita ini?” tanya bos tanpa dosa.
“I don’t care! Ga pedulii! Help me! Bantuiin!” jeritku panik. Tanganku rasanya kesemutan karena bergelantungan. Sedangkan mau loncat turun aku takut karena di bawah ada pecahan gelas.
“Oh sorry,” kata bos.
Dalam hati aku ayem akan segera ada bantuan. Tapi gak sangka malah bos membungkuk memunguti pecahan gelas bukannya mbantuin aku turun dari tempat gelantunganku.
“Dasar Chiken, CHIna KENtir,” umpatku lagi dalam hati.
“Help me! Bantuin aku! Take me down, take me down! Turunkan aku!” teriakku panik.
Mungkin saat itu bosku baru tersadar kemudian kulihat tangannya menjulur mau meraihku tapi diurungkannya.
“Goblook!” bentakku dalam hati. Sapa butuh tanganmu? Ih jangan sampe deh si bos nurunin aku kayak gaya Shahrukh Khan megang pinggang Aiswarya Rai gitu, iihh! Nehikk..nehiiikkk...! Ogaaahhh...kagak mau! Amit-amit, setan anake demit, demit sing suka dulat-dulit, dulat-dulit sampai pecirit, iihh amit-amiitt...! Aku tambah panik.
“Turunkan aku, ambilin tangga!” bentakku. Kali ini benar-benar membentak.
Bosku kemudian ngambilin tangga buatku, dan hanya memandangi aku. Aku turun dari tangga sambil menggerutu.
“Apakah gajiku dinaikkan?” tanyaku sambil memberesi pecahan gelas. Bos malah nggeloyor pergi. Dasar! Benar-benar sebuah tragedi munyuk kesasar di Hong Kong, hiks...