Dalam waktu hampir satu jam, percakapan kami mbulet tapi juga melebar. Dari pertanyaan ringan seperti apa arti KTKLN hingga beberapa kasus yang saya pertanyakan beliau berdua.
"Apa sih pentingnya KTKLN bu?" tanya kawanku Yany kepada Nurul yang pertama kali mendekati kami setelah kami duduk beberapa menit.
"O penting sekali. Karena di situ memuat info kalian, memuat passpor, asuransi, alamat rumah, alamat PT, alamat majikan," jawab Nurul.
"Tadi ibu bilang memuat info ya?" tanyaku.
"Iya," jawab Nurul.
"Begini bu, saya mempunyai kasus, saya bikin KTKLN setelah jadi ternyata nomor passpor yang ada di KTKLN tidak sesuai dengan nomor passpor di passpor saya. Trus info apa yang ada di KTKLN saya?" tanya saya.
"Ya enggak bisa begitu. kenapa enggak lapor?" jawab Nurul.
"Lha bagaimana mau lapor? Kitanya tahu ada masalah khan waktu mau keberangkatan?"
"Ya memang seperti itu. Mengisi nomor passpor saya saja salah, info saya pasti salah. Terlebih info saya memang salah karena pihak PJTKI memalsukannya. Jadi tentang info ini kenapa tidak diusut dari akarnya? Dari PJTKI yang memberangkatkannya?" tanyaku.
"PJTKI harus nulis info yang asli," kata Nurul lagi.
"Pemalsuan info itu biasa di PJTKI," kataku.
"Ya jangan digebyah uyah, jangan disamakan. Di PT saya semua asli, enggak ada pemalsuan itu," kata Nurul membela diri.
"Lha kok malah promosi PJTKI mu sih bu," batinku.
"Maksud saya kenapa enggak dari PJTKI-nya ditekankan keaslian info calon TKI-nya. Ada asuransi kalo infonya salah juga gak bisa diurus khan?" tanyaku.
"Sudah itu, tugas PJTKI untuk mengisi info sebenar-benarnya," kata Nurul.
"Nyatanya?" sergahku.
"Lha kalau begitu itu oknum, PJTKI semua tidak begitu. Jadi pikiran kalian jangan negatif thinking. Kalau negatif thinking itu apapun hasilnya kalian sudah menduganya negatif lebih dahulu," kata Nurul.
"Ada oknum berarti tak terkontrol atau tidak ada kontrol?" tanyaku.
Nurul tak menjawab.
Temanku Yany kemudian ganti bertanya-tanya (seperti ditulis di sini), aku jengah.
Beberapa saat setelah aku ngobrol dengan Hariyadi Budihardjo (simak di sini), kami sempat juga menyinggung tentang banyaknya calo di Juanda (maaf tak sempat tertulis di postingan sebelumnya, ini juga untuk memilah pokok pembicaraan).
"Bagaimana cara menghadapi oknum tak bertanggung jawab itu pak? tanya Yany.
"Kamu laporkan saja, pasti nanti kami tindak lanjuti," jawab Hariyadi.
"Bagaimana kami bisa melapor pak, sedang masalah KTKLN biasanya muncul menjelang keberangkatan. Khan waktunya sudah mepet, yang ujung-ujungnya adalah uang damai. Bapak tahu itu?" tanya Yany.
"Contohnya saja saya. Sewaktu petugas imigrasi tahu bahwa nomer passpor saya tidak sama trus dia ujungnya juga minta uang," kataku.
"Ya, saya tahu itu. kami sedang menertibkan oknum semacam itu," kata hariyadi. Kemudian beliau menceritakan tentang seorang petugas yang disangka menerima uang, padahal sewaktu dikonfirmasi dengan petugas tersebut, katanya uang tersebut adalah sebagai uang kenang-kenangan. beliau menceritakan pula ada yang bilang katanya petugas meminta uang 1 juta untuk biaya pembuatan KTKLN, tapi setelah dikofirmasi ternyata uang itu dipakai untuk biaya transportasi dari daerah menuju tempat pembuatan KTKLN.
"Banyaknya calo, banyaknya oknum yang perlu kami tertibkan. Karena banyak calo itulah maka pembuatan KTKLN di bandara Juanda kami tiadakan," kata Hariyadi menginformasikan kepada kami.
"Jadi enggak bisa bikin KTKLN di Juanda pak? Hanya di Soe-Ta dan BNP3TKI?" tanyaku.
"Ya," tegas Hariyadi.
"Apanya yang ditiadakan pak? KTKLN-nya? Bagus dong Pak," timpal Yany.
"Bukan. Yang ditiadakan itu formulir dan mesin pembuatnya. Karena menurut pantauan kami, banyak formulir (yang diambil dari Juanda dan dari BNP3TKI) untuk diperjualbelikan oleh oknum atau calo yang tidak bertanggung jawab," jelas Hariyadi.
"Nanti takutnya di KJRI juga gitu, formulir diambil orang trus difotokopi trus diperjualbelikan begitu saja. Maka pembuatan KTKLN di KJRI pun kami tiadakan. Jadi membuat KTKLN ya harus datang ke kantor," jelasnya lagi.
??? Ha??? Kami melongo, entah keberapa kalinya setiap mendengar keluarbiasaan pernyataan dari dua orang tersebut. Yany seperti sudah tidak begitu menyimak lagi, tapi aku masih memburu dengan pertanyaan baru.
"Syarat-syarat itu pak," kataku sambil menunjuk syarat-syarat pembuatan KTKLN seperti yang terpampang di back drop tenda di belakang pak Hariyadi.
"Syarat-syarat itu yang terupdate? Kok enggak sama dengan yang dari Jawa Tengah atau Jakarta?" tanyaku.
"Kalau buat KTKLN di Jawa Timur pakek surat keterangan keluarga yg ditandatangani kelurahan. Soalnya pemda mempunyai kebijaksanaan sendiri di sini. Jadi biar keluarga itu tahu kalau cuti," kata Hariyadi Budihardjo, ketua UPT P3TKI wilayah Surabaya.
"Lho dari awalnya khan mestinya tahu," kataku heran.
Beliau tak menjawab.