Gara-gara pilpres, jadi lupa posting tentang puasa di Hong Kong padahal ini sudah ada di draft hampir tiga minggu yang lalu. Fiuh!
Jujur sampai sekarang saya belum tahu, sebenarnya apa sih hukumnya makan sahur dari makanan hasil curian atau selundupan makanan lopan/majikan?
Sembilan tahun yang lalu ketika puasa pertama saya di Hong Kong jatuh pada bulan keempat saya mengabdi pada keluarga Wong, situasi saya serba sulit. Untungnya kedua lopan saya berangkat kantor dari pukul delapan pagi hingga tujuh malam, jadi pada siang hari aman-aman saja untuk berpuasa. Justru godaan terberatnya adalah saat sahur. Tiap kali memasak untuk dinner hanya cukup dimakan tiga orang saja, yaitu untuk saya, nyonyah dan pak bos. Jadi pas itu ya terpaksa sedikit ngutil makanan dinner trus disimpen di dalam BMW (sebutan untuk tas geret belanja) dan setelah lopan tidur baru saya bawa setengah mangkuk kecil makanan itu ke kamar saya.
Dulu saya dilarang keluar rumah dan saya manut saja, lha khan masih baru dan lugu gitu (kalau sekarang mah tiada hari tanpa berantem). Kendati bisa keluar
rumah, uang saya juga tak cukup untuk membeli sepotong roti sekalipun
Dengan sisa gaji hanya $270 (setelah membayar $3.000 upeti kepada agency sebagai biaya penempatan dan pemberangkatan saya ke Hong Kong), saya nyaris seperti babu terndoweh se-Hong Kong. Lha iya, wong uang segitu itu harus bisa untuk dua kali libur (dalam sebulan dulu saya dapat libur dua kali padahal seharusnya dapat libur sekali dalam seminggu), beli softex, sabun/odol, pulsa dan MBK. MBK? Kenapa harus memakai MBK kalau keringat saya saja wangi? Iya, di PT saya dulu semua calon TKW diwajibkan untuk membeli dan memakai MBK setiap hari. Lucunya MBK tersebut harus dibeli dari toko di PT. Dan itu (membeli dan memakai MBK) menjadi kebiasaan saya selama dua tahun pertama di Hong Kong. Terlebih karena mantan pembantu lopan yang dulu bekerja hanya dalam waktu dua minggu itu dipecat kuwarasan dengan alasan bau badannya yang nyegrak.
Saat libur dulu saya paling hanya makan satu kali saja yaitu satu jam sebelum saya pulang kandang (pulang ke rumah majikan setelah libur). Selebihnya saya selalu membawa air dua botol kecil, satu polopau (roti nanas) dan dua sisir pisang. Payahnya, di bulan Ramadhan saya terkena virus yang bernama "kemaruk". Walhasil pisang dan polopau yang bisa disisihkan untuk saur diembat juga saat berbuka puasa. Akibatnya tentu teruk sekali.
Nah, berhubung manusia adalah homo sapiens yang cerdas maka saya mendapat ilham untuk memenuhi tuntutan kedua, mencari makanan untuk sahur.
Lumbung makanan itu adalah kulkas dan kulkas berada di dapur dan dapur berada persis di depan kamar lopan. Dengan ilmu maling yang saya warisi dari petinggi negeri yang kerap korupsi, saya mengendap-endap dengan tujuan untuk blusukan ke dapur.
Perasaan sih cuma sekian detik saja saya membuka kulkas dan screening isi kulkas sambil mengunyah selembar roti tawar, mendadak kulkas menjerit histeris. "Tit...tit...tiit..tiit....titititititititititiiii..." Paniklah saya. Langsung saja kulkas itu saya tutup mak jebret. Baru saja mak jebret, pak bos sudah berada di samping saya.
"What are you doing?" tanyanya. Pertanyaan lumrah itu tiba-tiba seperti auman macan Asia pada pukul 3 dini hari.
Dengan mulut dipenuhi roti tawar, saya spontan menjawab, "Baby hungry.
Jawaban itu pastilah membuat pak bos kebingungan. Tidak mungkin bayi yang belum berumur enam bulan itu makan roti, lha wong bubur encer saja tidak. Kenapa tidak mengambil botol susu? Kenapa roti? Atau mungkin juga beliau tidak melihat roti karena gelap gulita, semua lampu padam. Saya tak tahu. Tapi saya berusaha keras mempercayai alasan kedua dengan dada masih berdebar-debar karena kaget yang masih menguasai.
Beliau berbalik ke kamarnya tanpa bertanya-tanya lagi, saya lega. Dan saya (terpaksa) masuk ke kamar bayi sekedar mengecek sekaligus pura-pura ngasih susu.
Oalah...nyuri makanan untuk sahur apa hukumnya?
Jujur sampai sekarang saya belum tahu, sebenarnya apa sih hukumnya makan sahur dari makanan hasil curian atau selundupan makanan lopan/majikan?
Sembilan tahun yang lalu ketika puasa pertama saya di Hong Kong jatuh pada bulan keempat saya mengabdi pada keluarga Wong, situasi saya serba sulit. Untungnya kedua lopan saya berangkat kantor dari pukul delapan pagi hingga tujuh malam, jadi pada siang hari aman-aman saja untuk berpuasa. Justru godaan terberatnya adalah saat sahur. Tiap kali memasak untuk dinner hanya cukup dimakan tiga orang saja, yaitu untuk saya, nyonyah dan pak bos. Jadi pas itu ya terpaksa sedikit ngutil makanan dinner trus disimpen di dalam BMW (sebutan untuk tas geret belanja) dan setelah lopan tidur baru saya bawa setengah mangkuk kecil makanan itu ke kamar saya.
Dengan sisa gaji hanya $270 (setelah membayar $3.000 upeti kepada agency sebagai biaya penempatan dan pemberangkatan saya ke Hong Kong), saya nyaris seperti babu terndoweh se-Hong Kong. Lha iya, wong uang segitu itu harus bisa untuk dua kali libur (dalam sebulan dulu saya dapat libur dua kali padahal seharusnya dapat libur sekali dalam seminggu), beli softex, sabun/odol, pulsa dan MBK. MBK? Kenapa harus memakai MBK kalau keringat saya saja wangi? Iya, di PT saya dulu semua calon TKW diwajibkan untuk membeli dan memakai MBK setiap hari. Lucunya MBK tersebut harus dibeli dari toko di PT. Dan itu (membeli dan memakai MBK) menjadi kebiasaan saya selama dua tahun pertama di Hong Kong. Terlebih karena mantan pembantu lopan yang dulu bekerja hanya dalam waktu dua minggu itu dipecat kuwarasan dengan alasan bau badannya yang nyegrak.
Saat libur dulu saya paling hanya makan satu kali saja yaitu satu jam sebelum saya pulang kandang (pulang ke rumah majikan setelah libur). Selebihnya saya selalu membawa air dua botol kecil, satu polopau (roti nanas) dan dua sisir pisang. Payahnya, di bulan Ramadhan saya terkena virus yang bernama "kemaruk". Walhasil pisang dan polopau yang bisa disisihkan untuk saur diembat juga saat berbuka puasa. Akibatnya tentu teruk sekali.
Nah, berhubung manusia adalah homo sapiens yang cerdas maka saya mendapat ilham untuk memenuhi tuntutan kedua, mencari makanan untuk sahur.
Lumbung makanan itu adalah kulkas dan kulkas berada di dapur dan dapur berada persis di depan kamar lopan. Dengan ilmu maling yang saya warisi dari petinggi negeri yang kerap korupsi, saya mengendap-endap dengan tujuan untuk blusukan ke dapur.
Perasaan sih cuma sekian detik saja saya membuka kulkas dan screening isi kulkas sambil mengunyah selembar roti tawar, mendadak kulkas menjerit histeris. "Tit...tit...tiit..tiit....titititititititititiiii..." Paniklah saya. Langsung saja kulkas itu saya tutup mak jebret. Baru saja mak jebret, pak bos sudah berada di samping saya.
"What are you doing?" tanyanya. Pertanyaan lumrah itu tiba-tiba seperti auman macan Asia pada pukul 3 dini hari.
Dengan mulut dipenuhi roti tawar, saya spontan menjawab, "Baby hungry.
Jawaban itu pastilah membuat pak bos kebingungan. Tidak mungkin bayi yang belum berumur enam bulan itu makan roti, lha wong bubur encer saja tidak. Kenapa tidak mengambil botol susu? Kenapa roti? Atau mungkin juga beliau tidak melihat roti karena gelap gulita, semua lampu padam. Saya tak tahu. Tapi saya berusaha keras mempercayai alasan kedua dengan dada masih berdebar-debar karena kaget yang masih menguasai.
Beliau berbalik ke kamarnya tanpa bertanya-tanya lagi, saya lega. Dan saya (terpaksa) masuk ke kamar bayi sekedar mengecek sekaligus pura-pura ngasih susu.
Oalah...nyuri makanan untuk sahur apa hukumnya?