Galau?

huuhuuhuuuu...

Semangaaaaatttt..!

Love your job and be proud.

Iyes!

Bekerja sambil belajar.

Masih galau lagi?

No! No! No! Be happy laahhh...!

Ayo ngeblog!

Masa kalah sama Babu Ngeblog?

Pak SBY, TKW itu Tak Butuh HP!

Guyonan baru pak SBY kali ini luar biasa. Ketika saya membacanya sejam yang lalu kontan saya ngakak, sumpah ini ngakak saya yang pertama kali semenjak berita duka dari saudara-saudara yang berada di Sumbar dan Yogyakarta beberapa hari yang lalu.

Guyonan itu adalah janji yang diucapkan oleh pemerintah (SBY) untuk memberikan Hp kepada TKI karena menganggap dengan adanya Hp akan memudahkan TKI untuk melapor jika mendapat perlakuan tidak adil dari majikannya.

Saya masih mengingat benar bagaimana saya harus menandatangani kontrak perjanjian kerja saya sebulan sebelum saya diterbangkan ke Hong Kong untuk bekerja di sektor non-formal tepatnya sebagai domestic helper atau pembantu atau jongos atau buruh atau TKW atau babu. Hari itu saya hanya diberi pilihan: “take it or leave it”. Di mana di dalam kontrak kerja saya tertera bahwa saya hanya mendapatkan libur dua kali perbulan (padahal seharusnya TKW mendapatkan libur sekali dalam seminggu di Hong Kong), merawat bayi sekaligus mengurus rumah dan dapur. Di situ pula tertera peraturan-peraturan yang diberikan oleh majikan saya dan salah satunya adalah larangan untuk menggunakan telepon rumah majikan dan telepon pribadi di rumah majikan!

Apa yang ditanamkan PJTKI kepada saya selama berada di penampungan adalah bagaimana saya bisa mendapatkan majikan dengan segera, dan untuk itu saya harus menerima syarat apapun yang diberikan oleh calon majikan. Saya hanya diberitahu tentang kewajiban saya dan tidak diberitahu sedikitpun tentang hak-hak yang bisa saya dapatkan. Berapa gaji standar di Hong Kong, berapa kali libur yang bisa saya dapatkan, asuransi kesehatan, hak berserikat dan berorganisasi, hak menunaikan ibadah dan sebagainya, tidak pernah disosialisasikan kepada saya/calon TKW selama berada di penampungan.

Pemeriksaan tas sebelum keberangkatan saya ke Hong Kong pun dilaksanakan. Jangankan membawa Hp, membawa uang saja tak boleh. Alasannya takut kalau kemudian majikan saya nanti menuduh saya mencuri uang.

Pengetahuan saya tentang Hong Kong nol, tidak ada sama sekali. Bagaimana budaya di Hong Kong, kebiasaan/adat istiadatnya, kepercayaan mereka, bagaimana pola pikir mereka, apa harapan mereka terhadap pembantunya, saya sama sekali tak tahu dan tidak diberitahu.

Adalah dari orang-orang dari pemerintah Hong Kong yang menyambut kedatangan TKW di bandara Chek Lap Kok-Hong Kong, yang memberitahu saya sedikit tentang hak-hak saya dan memberikan buku panduan/pedoman bekerja di Hong Kong dan sebuah kartu nama bertuliskan nomor-nomor penting yang bisa saya hubungi ketika saya mendapatkan kesulitan di Hong Kong. Mereka mewanti-wanti saya untuk membaca buku tersebut dan menelpon bila mendapat kesulitan. Saya ingat betul kata-kata wanita itu: “Don’t be afraid, call us if you need help. Good luck. God Bless You.” Mengapa perhatian seperti itu justru diberikan oleh pekerintah Hong Kong? Mengapa ini tidak saya dapatkan dari Indonesia?????????????

Yang saya dapatkan selama di penampungan adalah pengetahuan dasar bahasa kantonis (yang hingga kini belum saya kuasai), cara memasak (yang amat berbeda dari apa yang saya masak sekarang), dan praktek mencuci dan menyetrika (kenyataannya mesin cuci itu banyak modelnya yang jelas yang berada di penampungan untuk praktek itu out of date).

Kesemua ini menjadikan saya shock ketika berada di Hong kong pada 6 bulan pertama. Bukan hanya saya, kawan yang baru datang ke Hong Kong yang kebetulan saya jumpai sewaktu libur pun mengatakan hal yang sama.

Pak SBY, pernahkah bapak bertanya kepada TKI/TKW tentang apa yang paling dibutuhkan oleh mereka?

Selama ini pemerintah hanya berasumsi tentang apa yang dibutuhkan oleh TKW. Mereka tak pernah duduk bersama (dialog) dan bertanya itu langsung kepada TKI/TKW atau perwakilannya. Mereka hanya berasumsi kemudian memutuskan begitu saja.

Seperti halnya rencana pemberian Hp kepada TKI kali ini. Ini juga merupakan asumsi dari pemerintah/SBY terhadap apa yang paling dibutuhkkan TKI saat ini. Jadi Hp adalah apa yang paling dibutuhkan TKI saat ini? Sebentar…sebentar…saya kepingin ngakak lagi nih!

Banyaknya kemalangan yang telah menimpa TKW di arab Saudi atau Malaysia tetapi ternyata masih banyak pula yang ingin bekerja di sana. Kalau mau jujur, ini dikarenakan untuk pergi ke Arab Saudi atau Malaysia calon TKW tidak memerlukan pendidikan atau pengetahuan standar. Pengetahuan ala kadarnyapun jadilah. Pengetahuan standar sendiri di Indonesia tidak sama dengan pengetahuan standar di negara tujuan. Pengalaman saya di atas sebagai salah satu contoh nyata. Memang pengalaman saya itu terjadi enam tahun yang lalu, tapi apa mau dikata bila kawan saya yang baru datang ke Hong Kong untuk kali pertama juga mendapatkkan pengalaman yang sama persis seperti apa yang saya alami enam tahun yang lalu itu? Itu artinya selama enam tahun terakhir ini tidak ada perubahan sama sekali. TKW dulu sama bodohnya dengan TKW sekarang, lebih tepatnya dibodohkan, karena hal mencerdaskan (mencerdaskan bangsa) sendiri sebenarnya adalah tanggung jawab negara.

Keseriusan pemerintah untuk melindungi warga negaranya tak cukup hanya ditunjukkan dengan pemberian Hp saat keberangkatan TKI/TKW berjuang demi ekonomi keluarga dan masa depannya. Bagaimana pemerintah bisa yakin kalau majikannya bakal mengijinkan pembantunya untuk menggunakan Hp?

Ketika seseorang itu memutuskan untuk bekerja ke luar negeri itu adalah keputusan yang riskan, nyawa taruhannya. Dan bila perlindungan yang diharapkkan datang dari pemerintah hanya menguap begitu saja berarti mereka benar-benar harus berjuang sendiri atau hanya mengikuti arus nasip yang membawa mereka.

Perwakilan pemerintah di negara tujuan kerja (Konsulat Jendera RI) hendaknya menjadi rumah dan menjadikan TKI/TKW benar-benar merasa aman dan terlindungi. Atau bila tidak, sekalian serahkan saja stempelnya pada TKW masing-masing waktu dia berangkat ke negara tujuannya.