Galau?

huuhuuhuuuu...

Semangaaaaatttt..!

Love your job and be proud.

Iyes!

Bekerja sambil belajar.

Masih galau lagi?

No! No! No! Be happy laahhh...!

Ayo ngeblog!

Masa kalah sama Babu Ngeblog?

Minggu Pagi di Victoria Park

Hampir genap dua tahun ketika kabar tentang film berbau TKW Hong Kong ini muncul kembali dan dilayarlebarkan. Dulu kabar tentang adanya film kolosal yang menarik minat TKW Hong Kong untuk mengikuti casting film berbayar HK$ 400 seperti yang pernah saya tuliskan di sini sempat menjadi gonjang-ganjing, bukan hanya di babu ngeblog namun juga di rumah Lola Amaria.

Meski bantahan telah disampaikan Lola juga Dewi Umaya baik di sini maupun di beberapa situs online seperti detik.com atau kapanlagi.com bahwa mereka belum mengadakan casting pada waktu itu dan tidak mengadakan casting berbayar tersebut, namun toh pengklarifikasian tentang hal itu di Hong Kong belum juga terealisir hingga saat ini.Dan apakah kawan-kawan di Hong Kong sudah melupakan fakta casting itu? Saya yakin belum.

Entahlah, saya merasakan keanehan. Kalau mereka merasa bahwa adanya kasus casting berbayar itu merupakan pelecehan di dunia perfilman di Indonesia pada umumnya dan pada kru film Lola pada khususnya (lihat sini), mengapa tidak juga dilakukan pengklarifikasian itu? Ini tentang nama baik lho! Ini juga tentang kepercayaan.

Ah, itu keheranan pertama saya saja. Keheranan kedua saya muncul pada saat trailer tentang judul film sekaligus trailernya muncul di Youtube. Lho kok? Coba bandingkan dua trailer dibawah ini:








Beda sekali bukan?

Trailer pertama berjudul "TKW Hong Kong In Love" dengan bahasa mandarin yang menguasai percakapan antara pembantu dan majikan. Melupakan fakta bahwa mayoritas penduduk di Hong Kong berbahasa kantonis, kalaupun ada bahasa Mandarin dan bahasa Inggris itu hanya sekian persen saja. Kantonis adalah bahasa ibu di Hong Kong.

Sementara itu trailer kedua lebih hidup dengan menggunakan bahasa Kantonis sebagai bahasa percakapan antara pembantu dan majikan, bahasa Jawa sebagai bahasa pergaulan antara sesama TKW Hong Kong dan setting maupun penokohan yang lebih baik. Namun begitu, dalam trailer kedua itu bisa dilihat dengan jelas kekakuan Lola Amaria dalam berbahasa Jawa. Kalau boleh saya menilai, mungkin Lola lebih pantas untuk memerankan tokoh Sekar daripada Mayang.

Apapun itu pribadi saya berharap, film ini bisa memberi gambaran lain tentang TKW Hong Kong, tak muluk-muluk bukan? Ada plus minus TKW Hong Kong. Tak bisa dipungkiri, memang ada lesbianisme, gaya hidup wah, bebas atau norak dan sebagainya. Namun toh banyak juga yang berhasil menjadi guru, penulis, seniman, aktif di kegiatan dakwah, olahragawati atau juga ibu yang baik buat anak-anaknya. Kalau kita bicara tentang TKW Hong Kong, kita bukan hanya bicara tentang sekian persen saja tapi 130.409 (seratus tiga puluh ribu empat ratus sembilan) nyawa manusia warga negara Indonesia yang terdata di Labour Departement Hong Kong per April 2010 sebagai TKW. Jadi apakah adil untuk menghakimi TKW Hong Kong dengan julukan-julukan tak senonoh dan kata-kata sinis, direndahkan dan disamaratakan moral dan atau kebejatannya?