Galau?

huuhuuhuuuu...

Semangaaaaatttt..!

Love your job and be proud.

Iyes!

Bekerja sambil belajar.

Masih galau lagi?

No! No! No! Be happy laahhh...!

Ayo ngeblog!

Masa kalah sama Babu Ngeblog?

Kontributor Linglung

Ini adalah kisah seorang kontributor ling lung, seorang wanita yang mempunyai pekerjaan resmi sebagi babu di negaranya Jet Li tapi mempunyai pekerjaan sampingan sebagai guru privat komputer, loper majalah, MC, kontributor sekaligus tukang foto. Kesemua pekerjaan sampingan tersebut dilakuannya pada hari liburnya. Keren khan?

Ya meskipun termasuk dalam habitat TKW, dia lumayan cerdas. Sayangnya dia mempunyai kebiasaan aneh dan tidak sewajarnya, terkadang juga nggilani.

Dia seorang wanita muda, dengan tingkat kecuekan yang teramat tinggi, dengan rambut yang tidak pernah disisir, dengan camera Nikon D90 yang selalu menggelantung dilehernya, dengan MP3 yang nyumpel di kedua belah telinganya dan dengan pakaian yang jauh dari mencolok tapi teramat dekat dengan nyleneh.

Kapan hari dia memakai celana hitam super baggy dengan kaos putih bintil-bintil dipadu dengan scarf warna polkadot pink dan sandal jepit. Kemarinnya dulu dia memakai kaos singlet sedengkul warna hitam dengan percikan cat di sana-sini yang dirangkepin dengan kaos putih bertuliskan "original". Rambutnya kadang dibiarkan tergerai uwel-uwelan, persis sarang burung gagak. Kadang juga dibundel pakek gelang karet hingga jidatnya yang lebar dan kinclong menjadi daya tarik tersendiri Dari jarak 20 meter orang tentu sudah mengenal dia (kalau bukan karena kameranya, tentu karena rambutnya).

Berikut adalah kisahnya:

Kisah 1
Kecintaannya pada dunia potret-memotret sudah ada sejak lima tahun yang lalu. Tak seperti kebanyakan TKW yang memprioritaskan hp ketika gaji pertama mereka diterima, kontributor satu ini memilih membeli kamera. Setelah Yashica dan Nikon yang dirasanya sudah out of date karena masih menggunakan baterai biji-biji itu, pilihan selanjutnya lumayan keren, Nikon D90. Namun sayangnya, entah saking cerdasnya atau karena saking ling lungnya, sampai saat ini dia belum juga menguasai fungsi kamera tersebut.

Suatu Minggu di sebuah acara akbar pengajian yang diadakan oleh TKW Hong Kong yang mengambil tempat di Masjid Tsim Sha Tsoi, dia pun hadir. Rencananya seh mau meliput acara, gitu.

Panitia yang kerap melihat wajah yang tak asing tersebut langsung menyilakannya masuk lengkap dengan sebuah botol aqua dan sekerdus snack untuknya.

Kontributor linglung kita ini cuma pringisan malu tapi swear dalam hati dia udah ngarepin dari tadi, ya sukur-sukur dapet dua kerdus (lumayan khan ga usah beli makan siang).

Begitu masuk dipilihnya tempat paling belakang dan paling pojok. Lima menit kemudian....zzzz...tidur! Lho kok? katanya mau liputan? Bangun! Bangun!

Eh, ujug-ujug mendadak ada setetes air yang mengalir dengan diam-diam dari sudut mulutnya dan jatuh pas persis di atas tangannya. Seketika itu dia terbangun. Seketika itu juga dia teringat apa tujuannya ke datang tempat tersebut. Seketika itu pula diraihnya kamera gedenya dan diarahkan untuk membidik.

Pencet...pencet...
"Lho kok ga ada suara "cekrek"?" pikirnya.

Pencet lagi...pencet lagi... "Lho kok diem aja neh kamera," katanya dalam hati sambil menepuk-nepuk kameranya.

Pencet...pencet...

"Buset, aku dah bangun kok kameraku masih bobo," pikir dia.

Pencet...pencet...masih ga bisa motret juga.

pencet...

pencet...

"Sialan..!" gerutunya dalam hati.

pencet...pencet...

"Ih sialan bener neh kamera!" gerutunya lagi dalam hati.

pencet..blink..blink...

pencet...blink blink blink...

pencet...blink..blink...kemudian...blank...!

"Blaik! Mati aku! cilaka!" gerutunya setelah tau bahwa kamera tidak berbunyi "cekrek" karena ternyata out of battery.

Dengan kemaluan yang amat besar dia berjalan menuju salah satu panitia yang bertugas mendokumentasikan acara dan berbisik,"Mbak pinjem kameranya sebentar dong."

"Buat apa mbak? Ini cuma kamera digital biasa, kamera mbak khan lebih bagus," kata panitia.

"Mmm..begini mbak (garuk-garuk kepala, beberapa ketombe sempat terjatuh karena aksi garuk-garuk kepalanya ini). Mm..begini mbak, saya hanya pengin membandingkan banyaknya pixel yang membentuk gambar kamera saya dengan kamera mbak," jawabnya beralasan.

"Ooo.. (manggut-manggut tapi tampangnya bloon)," jawab panitia. Entah mudeng apa enggak dengan apa yang dimaksud dengan pixel tersebut, atau mungkkin malu karena gaptek, segera dicabutnya memory card dari kamera digital mungil miliknya kemudian diserahkannya kepada kontributor linglung kita.

Untung si kontributor linglung neh selalu menenteng notebooknya. Sejurus kemudian dia memindahkan foto milik panitia ke dalam dokumen notebooknya. Dalam hati dia berkata, "Slamet...akhirnya dapet poto pelengkap liputan nanti, hehhe...."

Wolaa..!!

Kontributor linglung kita ngapusiiiiiiii....!!


Kisah 2
Ada tiga kejadian yang menyebabkan lagu Indonesia Raya berkumandang di negara lain. Satu, saat kunjungan kenegaraan. Dua, saat tim olah raga Indonesia menang. Tiga, saat HP kontributor linglung kita berbunyi. Ketiganya merupakan momen-momen yang paling penting dalam sejarah dunia yang patut dicatat.

Termasuk saat itu, sesorang dari salah satu organisasi menelpon kontributor linglung kita untuk mengundangnya menghadiri acara yang diadakan oleh organisasinya. Pucuk dicinta ulampun tiba, pikir kontributor linglung kita. Jadi tamu undangan itu kehormatan, pikirnya. Sudah dihargai masih juga dapet cemilan dan jajan, pikirnya lagi.

Maka dengaan langkah penuh cuek bebek dia segera menuju tempat diadakannya acara pada Minggu yang sudah diitentukan. Dan seperti biasa setelah dipersilakan duduk dan mendapat sekerdus jajan, sang kontributor linglung ini memilih duduk di tempat yang peling disukainya, disana kembali dia liyer-liyer.

Tak satupun dari apa yang disampaikan dari acara tersebut ditangkap olehnya, beruntung dia sempat menjepret beberapa gambar sebelum adegan liyer-liyer terjadi. Dan walhasil sang kontributor linglung kita ini lagi-lagi mendatangi ketua panitia untuk mengajukan beberapa pertanyaan. Di atas kertas secuil dituliskannya hasil wawancaranya kemudian berlenggang dari tempat tersebut.

Pada malam harinya, ketika dia dihadapkan dengan laptop bututnya dan bermaksud menuangan segala apa yang didapatnya pada siang hari tadi, si kontributor linglung kita heboh. Pasalnya, kertas secuil hasil wawancara siang tadi hilang, sedang dia hingga saat ini masih berjuang keras melawan lupa, ya dia amat sangat pelupa. Akhirnya kontributor linglung kita dengan terpaksa meraih HPnya dan menelpon ketua panitia yang kkemarin hari menelponnya.

Ketua panitia: "Assalamualaikum mbak **^!e^!E**,
Kontributor : "Walekum salam.
ketua panitia: "Ada yang bisa dibantu mbak?"
kontributor : "Eh mbak saya kemaren wawancara apa seh sama mbak? Waduh ini kertasnya ilang (katanya lugu dan jujur banget)."
ketua panitia: "??*$@%??...(kemudian terdengar tawa yang ditahan).

oalahhh...malu-maluiiiinnn...ga profesional banget, wwkwkkkk...

Pak SBY, TKW itu Tak Butuh HP!

Guyonan baru pak SBY kali ini luar biasa. Ketika saya membacanya sejam yang lalu kontan saya ngakak, sumpah ini ngakak saya yang pertama kali semenjak berita duka dari saudara-saudara yang berada di Sumbar dan Yogyakarta beberapa hari yang lalu.

Guyonan itu adalah janji yang diucapkan oleh pemerintah (SBY) untuk memberikan Hp kepada TKI karena menganggap dengan adanya Hp akan memudahkan TKI untuk melapor jika mendapat perlakuan tidak adil dari majikannya.

Saya masih mengingat benar bagaimana saya harus menandatangani kontrak perjanjian kerja saya sebulan sebelum saya diterbangkan ke Hong Kong untuk bekerja di sektor non-formal tepatnya sebagai domestic helper atau pembantu atau jongos atau buruh atau TKW atau babu. Hari itu saya hanya diberi pilihan: “take it or leave it”. Di mana di dalam kontrak kerja saya tertera bahwa saya hanya mendapatkan libur dua kali perbulan (padahal seharusnya TKW mendapatkan libur sekali dalam seminggu di Hong Kong), merawat bayi sekaligus mengurus rumah dan dapur. Di situ pula tertera peraturan-peraturan yang diberikan oleh majikan saya dan salah satunya adalah larangan untuk menggunakan telepon rumah majikan dan telepon pribadi di rumah majikan!

Apa yang ditanamkan PJTKI kepada saya selama berada di penampungan adalah bagaimana saya bisa mendapatkan majikan dengan segera, dan untuk itu saya harus menerima syarat apapun yang diberikan oleh calon majikan. Saya hanya diberitahu tentang kewajiban saya dan tidak diberitahu sedikitpun tentang hak-hak yang bisa saya dapatkan. Berapa gaji standar di Hong Kong, berapa kali libur yang bisa saya dapatkan, asuransi kesehatan, hak berserikat dan berorganisasi, hak menunaikan ibadah dan sebagainya, tidak pernah disosialisasikan kepada saya/calon TKW selama berada di penampungan.

Pemeriksaan tas sebelum keberangkatan saya ke Hong Kong pun dilaksanakan. Jangankan membawa Hp, membawa uang saja tak boleh. Alasannya takut kalau kemudian majikan saya nanti menuduh saya mencuri uang.

Pengetahuan saya tentang Hong Kong nol, tidak ada sama sekali. Bagaimana budaya di Hong Kong, kebiasaan/adat istiadatnya, kepercayaan mereka, bagaimana pola pikir mereka, apa harapan mereka terhadap pembantunya, saya sama sekali tak tahu dan tidak diberitahu.

Adalah dari orang-orang dari pemerintah Hong Kong yang menyambut kedatangan TKW di bandara Chek Lap Kok-Hong Kong, yang memberitahu saya sedikit tentang hak-hak saya dan memberikan buku panduan/pedoman bekerja di Hong Kong dan sebuah kartu nama bertuliskan nomor-nomor penting yang bisa saya hubungi ketika saya mendapatkan kesulitan di Hong Kong. Mereka mewanti-wanti saya untuk membaca buku tersebut dan menelpon bila mendapat kesulitan. Saya ingat betul kata-kata wanita itu: “Don’t be afraid, call us if you need help. Good luck. God Bless You.” Mengapa perhatian seperti itu justru diberikan oleh pekerintah Hong Kong? Mengapa ini tidak saya dapatkan dari Indonesia?????????????

Yang saya dapatkan selama di penampungan adalah pengetahuan dasar bahasa kantonis (yang hingga kini belum saya kuasai), cara memasak (yang amat berbeda dari apa yang saya masak sekarang), dan praktek mencuci dan menyetrika (kenyataannya mesin cuci itu banyak modelnya yang jelas yang berada di penampungan untuk praktek itu out of date).

Kesemua ini menjadikan saya shock ketika berada di Hong kong pada 6 bulan pertama. Bukan hanya saya, kawan yang baru datang ke Hong Kong yang kebetulan saya jumpai sewaktu libur pun mengatakan hal yang sama.

Pak SBY, pernahkah bapak bertanya kepada TKI/TKW tentang apa yang paling dibutuhkan oleh mereka?

Selama ini pemerintah hanya berasumsi tentang apa yang dibutuhkan oleh TKW. Mereka tak pernah duduk bersama (dialog) dan bertanya itu langsung kepada TKI/TKW atau perwakilannya. Mereka hanya berasumsi kemudian memutuskan begitu saja.

Seperti halnya rencana pemberian Hp kepada TKI kali ini. Ini juga merupakan asumsi dari pemerintah/SBY terhadap apa yang paling dibutuhkkan TKI saat ini. Jadi Hp adalah apa yang paling dibutuhkan TKI saat ini? Sebentar…sebentar…saya kepingin ngakak lagi nih!

Banyaknya kemalangan yang telah menimpa TKW di arab Saudi atau Malaysia tetapi ternyata masih banyak pula yang ingin bekerja di sana. Kalau mau jujur, ini dikarenakan untuk pergi ke Arab Saudi atau Malaysia calon TKW tidak memerlukan pendidikan atau pengetahuan standar. Pengetahuan ala kadarnyapun jadilah. Pengetahuan standar sendiri di Indonesia tidak sama dengan pengetahuan standar di negara tujuan. Pengalaman saya di atas sebagai salah satu contoh nyata. Memang pengalaman saya itu terjadi enam tahun yang lalu, tapi apa mau dikata bila kawan saya yang baru datang ke Hong Kong untuk kali pertama juga mendapatkkan pengalaman yang sama persis seperti apa yang saya alami enam tahun yang lalu itu? Itu artinya selama enam tahun terakhir ini tidak ada perubahan sama sekali. TKW dulu sama bodohnya dengan TKW sekarang, lebih tepatnya dibodohkan, karena hal mencerdaskan (mencerdaskan bangsa) sendiri sebenarnya adalah tanggung jawab negara.

Keseriusan pemerintah untuk melindungi warga negaranya tak cukup hanya ditunjukkan dengan pemberian Hp saat keberangkatan TKI/TKW berjuang demi ekonomi keluarga dan masa depannya. Bagaimana pemerintah bisa yakin kalau majikannya bakal mengijinkan pembantunya untuk menggunakan Hp?

Ketika seseorang itu memutuskan untuk bekerja ke luar negeri itu adalah keputusan yang riskan, nyawa taruhannya. Dan bila perlindungan yang diharapkkan datang dari pemerintah hanya menguap begitu saja berarti mereka benar-benar harus berjuang sendiri atau hanya mengikuti arus nasip yang membawa mereka.

Perwakilan pemerintah di negara tujuan kerja (Konsulat Jendera RI) hendaknya menjadi rumah dan menjadikan TKI/TKW benar-benar merasa aman dan terlindungi. Atau bila tidak, sekalian serahkan saja stempelnya pada TKW masing-masing waktu dia berangkat ke negara tujuannya.

Bos, Mbok Rika Aja Kaya Kuwe!

Kepriben kiye? Deneng malah dadi kaya kiye? Enggane urip koh tek rasakna rekasa temen yak. Kiye inyong lagi ngalami nasib kaya Srinthil. Wis petang dina sekang tanggal 17 tapi bose inyong koh meneng baen. Deneng apa ora krasa nek babune kiye dhuwite wis entong brontong? Sedolar be langka. Padahal kiye wis metu kukule, mertandhakna nek wis perek karo masa menstruasi. Kiye kepriben arepe tuku soptek? Ora lucu inyong nek trus nganggo anduk sing desewek-sewek kaya kiye kae gawe sumpel. Isin mbok, inyong kiye babu sing paling ayu bin ndableg wal ngeyelan seHong Kong.

Inyong ngalamun baen sedina kiye, eh malah sekang wingi wes ngelamun baen. Ora teyeng kerja, rasane bebeh temen. Mikirna gajih, kukul, menstruasi karo anu, soptek. Biyunge inyong ya wis nagih jatah wulanane, ujare arepe gawe mendak pisan simbah suwargi. Sirahku rasane senut-senut. Nganti kerja sedina kiye ora nana sing nggenah, kelalen baen. Klambi meng pemean kudanen kelalen tek entasi, sop kaki ayam ya kasinen kelalen tek wenehi uyah maning. Lha momongane inyong ya meh bae telat metu sekang ngomah, padahal ana acara poto-poto nang mall, ngesuk mau inyong wis janjian karo bose.

Kepeksa inyong trus nyegat teksi ngeblas nyang panggonan janjian karo bose. Tekan nggone wes kliwat 11 menit tapi slamet dening bos ya urung teka, mandhan ayem najan mung sepethil.

Let sedela, sekang kadohan katon ayang-ayange bos. Nganggo jaket ireng gedhe sing pating klewer ngana kae, wajahe keton nek ora seneng. Mendelik nyawang inyong.

"Geneya nganggo klambi kiye?" pitakone nalika isih 5 meteran adohe sekang inyong. Momongane inyong tuli mlayu mapak mamae, mamae ya bose inyong kuwe, ora merduliaken tapi mung mendeliki inyong.

"Deg!" cilaka pitulikur!" bathine inyong kaget. Inyong kelalen nganggona klambi sing wes dipesen karo bos mau esuk.

"Anu, inyonge kelalen. Sorry," jawabe inyong ora wani nyawang raine bose.

"Rika kuwe, mergawe kabeh serba kelalen. Klambi dijarna kudanen ujare kelalen ngentasi, masak ya kasinen kelalen menehi uyah maning. Kiye klambi wis tek tukokna khusus nggo poto-poto ya lali ora mbok enggokna, kepriben rikane kiye? Ngapa-apa kelalen baen!" si Bos ngomaih inyong.

Walah-walah suarane ngluwihi bledek bantere, karo mendelik-mendelik karo nuding-nuding kaya kae. Kiye inyong kaya pesakitan anu kae kaya wong ukuman sing akeh ndean salahe. Wong sak mall nyawang inyong, mbuh mesakna mbuh nyukurna, inyong kisinan temen. Ning ya kepriben maning, iyonge ya salah. Ya mung ndingkluk baen, ora mangsuli. Jan persis kaya babu Endonesiyah ngana kae (lha inyone iki ya babu mbok? wkwkwkk...).

"Em keitak lei keh dau keh!" (Koh ora kelalen ndasmu kuwe!)" Waduh mbok...basa Cinane wes metu kiye.

"Kabeh kelalen ngana kuwe, kerja wes 6 tahun kaya lagi wingi sore! Kepriwe nek inyong kelalen gajiane rika, he!" bentakke bose.

"Bos, mbok rika aja kaya kuwe, bos," jawabe inyong alon.

"Enak mbok kelalen gajiane rika!" kandhane bos maneh.

"Rikane ya urung mbayar gajine inyong bulan iki koh," jawabe inyong antarane wedi karo ngempet guyu.

"Me wa? (ngomong apa?)"

"Rikane ya kelalen gajiane inyong koh," kandhane inyong mbaleni ukara rada banter, mbokan bose ra krungu.

Raine bose inyong saknalika abang. Kisinan dewe mbok, embuhlah. Bose ngeblas karo nyendal tangane anake.

"Rika balia!" ujare sekang kadohan.

Oalah bos...mbok rika aja kaya kuwe!" ujarku dhewe.

.........



Wakakakakk...Karepe arep melu lomba nulis basa ngapak tapi koh ora teyeng nganggo basa ngapak sing asli. Kiye wes nyampur karo basa Endonesiyah, logat Blora dan sebagainya. Ora gayeng temenan... (angel temen mikir basa asline sing ngapak-ngapak)

Antara Pembantu, Momongan dan Sebuah Bola

Ini bulan puasa ya? Saya sudah ngingetin diri berkali-kali, ga harus nunggu puasa untuk bersabar. Hal ini (sabar) adalah makanan setiap hari. Namun walau itu sudah makanan pokok dari manusia sejenis saya (babu ndableg) toh saya belum berhasil menyikapinya dengan seharusnya. Selain dengan kecuekan dan kendablegan yang kian hari kian menebal. Sebodo!

Seperti halnya sore ini. Perkumpulan pegawai BCA (baca=Babu Cina Asing) di indoor playground (tempat bermain di dalam ruangan) di daerah Happy Valley yang terletak tak jauh dari rumah bos saya itu penuh dengan pembantu teladan (teladan=telat mangan edyaan). Sebagian besar berpakaian rapi dengan rambut rapi dan menggunakan bahasa Tagalog (bahasa daerah dari Filipina). Ya iyalah, karena mereka adalah pegawai BCA yang berasal dari Filipina.

Tapi ampuuunn...ada tiga orang yang berwajah acak-acakan (yang ini neh wajah-wajah Indonesia). Salah satu dari tiga orang tersebut adalah yang terparah. Dia mengenakan kaos oblong bergambar tokoh wayang Rama dan Shinta, celana pendek dan sandal jepit yang kebesaran. Rambutnya acak-acakan dan asal dibundel dengan karet gelang warna biru. Dia terlihat ndesoni banget. Namanya Rie Rie. LHO??? KOK???

Oeeiii...saya tau kalian kecewa karena ternyata Rie Rie ga cuma kelakuannya yang super menjengkelkan tapi juga dandanannya. Makanya saya menyarankan bagi yang lagi nyidam atau bagi yang punya bini hamil muda sebaiknya nyebut "jabang bayi" tujuh kali dan berdoa semoga anaknya persis plek seperti saya. Ha?

Saya tahu, khan ada pepatah "Don't look at the book by it's cover" gitu khan? Tapi kayaknya banyak yang belum tahu. Khususnya pegawai BCA yang bergerombol nungguin momongannya sambil ngobrol-ngobrol dengan sesama bangsanya itu.

Sungguh kawan, saya tahu juga tahu bahwa ini adalah diskriminasi  saat mereka tuh melihat saya dengan pandangan gimanaa...gitu. Boro-boro mau nyapa, senyum aja kagak, bahkan menghindar sambil bisik-bisik.

Trus terjadilah bencana itu.

Sebenarnya bukan bencana seh.

Eh termasuk bencana ding.

ah masa iya seh?

iya bukan ya?

Eh iya bener. Kayaknya bener-bener masuk kategori bencana deh.

Begini...

Ada banyak anak bermain di dalam indoor playground tersebut, masing-masing dari anak tersebut tentunya diikuti oleh seorang "cece" (pengasuhnya). Seorang bocah berumur kira-kira 4 tahun sedang bermain dengan beberapa bola dan Katelyn (momongan saya) mengambil salah satu dari bola itu dan berlalu. Si bocah menangis, sedetik kemudian si cece yang sebelumnya asyik cekikikan entah dengan siapa lewat ponselnya, dia kemudian datang bertanya kepada si bocah.

"What happen?" tanya si Cece.
"My ball...huwaaa ...hiks...," kata si bocah sambil menangis dan menunjuk kearah Katelyn.

Cece kemudian bergegas menuju Katelyn, aku mengikutinya.

"I'm sorry," kataku padanya. Di luar dugaanku dia mencekal tangan Katelyn dan mengambil bola dari tangan Katelyn dan kemudian...PLAKK!" Cece memukul tangan Katelyn. Aku kaget, Katelyn tak kalah kagetnya kemudian berlari memelukku dan hampir menangis.

"Why? Why did you do that to her?" tanyaku dengan penuh keheranan.

"Do you know why? Cos she took away the ball, she didn't ask any permission from Daniel (nama si Bocah itu)."

"So what's the difference? Apa bedanya? Kamu mengambil bola itu darinya tanpa permisi juga kok!" bentakku.

"You see," tangannya menunjuk padaku.
"Your girl took away the ball, Daniel is so upset. He cried!" katanya.

"Excuse me, there are so many balls and they are not his. I don't think that is necessary to ask anyone permission. By the way, if you think what Katelyn has been doing is wrong, I'm sorry, but I think you should talk nicely to her.  She is only a kid, you know. I am taking care of her for 5 years and I never hit her with wrong reason like you. Then who do you think you are?!" bentakku.

"You stupid daughter of bicth! He is playing with the balls, and she took it away. She is wrong and you defend her?" katanya dengan nada meninggi.
"Oh I'm sorry. But still, I think you should not hit her but talk to her. Kenapa harus pakek mukul? Saya yakin Katelyn akan merasa bersalah kalau diajak ngomong baik-baik," kataku. Give back the ball to Daniel, Katelyn. And say sorry to him," perintahku pada Katelyn yang kemudian segera dilakukannya.

"You Indonesian idiot!" tangannya menudingku.
"Oh please! Jangan bawa-bawa nama negara saya. There is no relationship! Ga ada hubungannya!"
"So what? It's true, the typical of you, cannot think well. And you cannot teach her manner!" katanya sinis.
"Talking about manner if yourself have none. So do you think you are greater than me, huh? Just see, if you take care of that boy in that way for another year, I can guanrantee you that he will be a rascal!" bentakku lagi.

"HA!! What a nonsense!"

"Hei...hei...hei...! Kalian di sini ngapain? Mo hai lito takau a. Jangan berantem disini!" kata penjaga playground melerai kami.

"Emhai takau a Ayi. Bukan berantem kok. Tanhai goi canhai so so tei. Tapi dia itu semprul," kataku sambil berlalu dan menarik tangan Katelyn pergi dari tempat itu.

Di rumah, Katelyn menghadap naughty wall , berdiri tegak menghadap dinding karena kesalahannya. Tapi jauh di dalam hati ini berkata bahwa Katelyn tidak bersalah. Dia hanya mengambil satu bola dari sekian banyak bola yang ada, saya rasa dia tidak bermaksud merebutnya...tapi....

****

Merawat dan melindungi anak mempunyai cara yang berbeda-beda, tapi seyogyanya kalau itu dibarengi dengan tanggung jawab moral terhadap anak tersebut. Dan kemudian melepaskannya untuk bersosialisasi dengan yang lain. Membiarkannya bermain sendiri berakibat fatal pada perkembangan emosinya. Egois, cengeng, pemalu...saya sungguh tak ingin momongan saya atau bahkan anak saya nanti mempunyai sifat itu.

repost dari Multiply

Diuber Petugas Imigrasi Hong Kong Hingga Jadi Lonthe Murahan

Tiga e-mail mampir di keranjang inboxku. Bukan spam, itu e-mail benar. Yang artinya memang tiga orang yang mengirim e-mail padaku sengaja menuliskan dan atau mengharapkan bertemu denganku. Dan hari ini (8 Agustus'10), itu terjadi. Aku berjumpa dengan mereka, tak hanya mereka bertiga tapi sembilan!

Mereka bukan kawan dekatku, bukan pula orang yang pernah kukenal. Satu kalipun aku belum pernah menjumpai mereka. Namun mengapa aku percaya dan segera menemui mereka begitu waktu yang telah disetujui tiba? Padahal seharusnya pukul 8 malam aq sudah harus pulang ke rumah majikanku. Mengapa? Tentu ada alasan yang amat kuat. Begini...

Mereka mengenalku di sini, di dunia maya melalui jejaring blogspot yang sudah kubangun sejak 17 September 2007 lalu, hampir tiga tahun. Saat itu mereka mengaku jengah bermain dengan Yahoo Messenger ataupun Facebook dan mencari kesibukan lain dengan browsing artikel tentang TKW-Hong Kong atau berita dari Indonesia.

Kesembilan wanita umur 30-41 tahun, rata-rata telah berkeluarga. Dan dari latar belakang kehidupan yang berbeda-beda namun hampir senada. Kesembilan dari mereka Over Stay (OS), yaitu sebuah istilah untuk sebutan TKW yang tinggal secara illegal di Hong Kong. Penyebabnya adalah karena mereka gagal untuk mencari majikan setelah masa tenggang dua minggu setelah kontrak kerjanya berakhir. Lihat, di Hong Kong mempunyai aturan two weeks rule yang artinya TKW diharuskan mendapat majikan lagi selama masa dua minggu, kalau dia tidak bisa mendapatkan majikan selama dua Minggu maka dia harus pulang ke Indonesia. Umumnya, kebutuhan ekonomi yang makin tinggi di Indonesia menjadikan mereka takut untuk pulang karena gagal. Maka itu mereka kemudian memilih untuk bersembunyi dari Imigrasi yang menyebabkan status mereka berubah illegal.

Beberapa yang pandai melapor pada imigrasi Hong Kong untuk mendapatkan Immigration Ordinance, sebuah surat yang menyatakan bahwa seseorang itu boleh tinggal (tinggal di Hong Kong) dengan catatan tidak boleh bekerja. Keadaan ini menyulitkan, mengingat kebutuhan hidup di Hong Kong relatif tinggi. Walaupun masing-masing mendapat tunjangan berupa uang 1000 dolar, beras, susu dan makanan kering pada setiap bulannya, toh itu belum bisa menutup biaya hidup mereka selama sebulan. Maka mereka akan membanting tulang untuk menutup biaya hidup sekaligus mengirim uang ke kampung halaman. Tak jarang, banyak yang bekerja di warung-warung makan sebagai tukang cuci atau tukang masak, bisnis kecil-kecilan seperti menjual makanan, pulsa atau alat-alat elektronik. Bahkan tak sedikit pula dari mereka, entah karena kurang gigih bekerja atau karena kemampuan mereka terbatas dan kurang beruntung kemudian menjajakan diri di pinggir-pinggir jalan sebagai, maaf, lonthe! Yang harga jualnya semalam tak lebih dari 200 dolar Hong Kong atau sekitar Rp.230.000 plus ketakutan terjangkit penyakit kelamin.

Mereka berkeluh kesah padaku. Kadang ada isak tangis kadang pula tawa kami tergelak. Banyak cerita yang membuat dadaku sesak dan berkali-kali aku mengucapkan syukur pada Tuhan bahwa aku adalah orang yang beruntung, beruntung masih menjadi pembantu yang normal, dalam artian tidak terbentur dengan masalah-masalah pelik seperti mereka. Alhamdulillah.

Bayang-bayang petugas imigrasi menghantui setiap hari-hari mereka, bayang-bayang besarnya kebutuhan yang harus dikirim ke Indonesia untuk keluarga juga meresahkan mereka. Keadaan sulit ini diperparah pula dengan rasa iri benci yang kadang ada diantara sesama kawan dari Indonesia (sesama kawan OS) yang melihat keberuntungan teman lainnya kemudian melapor/menelpon polisi yang berujung ke imigrasi. Simalakama! Ibarat sudah jatuh tertimpa traktor pula.

Banyak yang aku petik dari pertemuan dengan mereka. Masih dan akan selalu terngiang ucapan mereka, "Jangan membayangkan enaknya hidup di negri orang, semua ini perjuangan keras. Utamanya kalau kamu memutuskan untuk OS, hidup mati taruhannya. Dan skill apa yang kamu miliki untuk bisa OS?"

Ya, kalau kerja keras memang sudah menjadi ciri dari pembantu, buruh, namun skill/kemampuan/kelebihan juga mutlak dimiliki untuk bertahan di kerasnya kehidupan di perantauan. Tak ada pundak untuk airmata cengeng itu, karena airmata bukan hak dari pekerja keras seperti kami.

Minggu Pagi di Victoria Park

Hampir genap dua tahun ketika kabar tentang film berbau TKW Hong Kong ini muncul kembali dan dilayarlebarkan. Dulu kabar tentang adanya film kolosal yang menarik minat TKW Hong Kong untuk mengikuti casting film berbayar HK$ 400 seperti yang pernah saya tuliskan di sini sempat menjadi gonjang-ganjing, bukan hanya di babu ngeblog namun juga di rumah Lola Amaria.

Meski bantahan telah disampaikan Lola juga Dewi Umaya baik di sini maupun di beberapa situs online seperti detik.com atau kapanlagi.com bahwa mereka belum mengadakan casting pada waktu itu dan tidak mengadakan casting berbayar tersebut, namun toh pengklarifikasian tentang hal itu di Hong Kong belum juga terealisir hingga saat ini.Dan apakah kawan-kawan di Hong Kong sudah melupakan fakta casting itu? Saya yakin belum.

Entahlah, saya merasakan keanehan. Kalau mereka merasa bahwa adanya kasus casting berbayar itu merupakan pelecehan di dunia perfilman di Indonesia pada umumnya dan pada kru film Lola pada khususnya (lihat sini), mengapa tidak juga dilakukan pengklarifikasian itu? Ini tentang nama baik lho! Ini juga tentang kepercayaan.

Ah, itu keheranan pertama saya saja. Keheranan kedua saya muncul pada saat trailer tentang judul film sekaligus trailernya muncul di Youtube. Lho kok? Coba bandingkan dua trailer dibawah ini:








Beda sekali bukan?

Trailer pertama berjudul "TKW Hong Kong In Love" dengan bahasa mandarin yang menguasai percakapan antara pembantu dan majikan. Melupakan fakta bahwa mayoritas penduduk di Hong Kong berbahasa kantonis, kalaupun ada bahasa Mandarin dan bahasa Inggris itu hanya sekian persen saja. Kantonis adalah bahasa ibu di Hong Kong.

Sementara itu trailer kedua lebih hidup dengan menggunakan bahasa Kantonis sebagai bahasa percakapan antara pembantu dan majikan, bahasa Jawa sebagai bahasa pergaulan antara sesama TKW Hong Kong dan setting maupun penokohan yang lebih baik. Namun begitu, dalam trailer kedua itu bisa dilihat dengan jelas kekakuan Lola Amaria dalam berbahasa Jawa. Kalau boleh saya menilai, mungkin Lola lebih pantas untuk memerankan tokoh Sekar daripada Mayang.

Apapun itu pribadi saya berharap, film ini bisa memberi gambaran lain tentang TKW Hong Kong, tak muluk-muluk bukan? Ada plus minus TKW Hong Kong. Tak bisa dipungkiri, memang ada lesbianisme, gaya hidup wah, bebas atau norak dan sebagainya. Namun toh banyak juga yang berhasil menjadi guru, penulis, seniman, aktif di kegiatan dakwah, olahragawati atau juga ibu yang baik buat anak-anaknya. Kalau kita bicara tentang TKW Hong Kong, kita bukan hanya bicara tentang sekian persen saja tapi 130.409 (seratus tiga puluh ribu empat ratus sembilan) nyawa manusia warga negara Indonesia yang terdata di Labour Departement Hong Kong per April 2010 sebagai TKW. Jadi apakah adil untuk menghakimi TKW Hong Kong dengan julukan-julukan tak senonoh dan kata-kata sinis, direndahkan dan disamaratakan moral dan atau kebejatannya?

Kabar dari Hong Kong disiarkan di RRI

Radio Perantau Indonesia-Hong Kong (RPI-HK) dan Radio Republik Indonesia Pro 3 (RRI Pro 3) membuat program siaran bersama yang rutin disiarkan setiap hari Minggu pukul 15.00-16.00 waktu Hong Kong atau pukul 14.00-15.00 WIB. Acara ini praktis dimulai sejak Minggu (13/6).

RPI-HK yang berdiri dibawah naungan Dompet Dhuafa Hong Kong sejak 9 September 2009 ini beranggotakan orang-orang Indonesia yang bekerja di Hong Kong yang sebagian besar adalah Buruh Migran Indonesia (BMI) dari sektor pekerja rumah tangga.

Acara siaran bersama ini dimaksudkan sebagai ajang silaturahmi dan berbagi suka duka di rantau dengan sanak famili di tanah air.

Siaran pertama dari program yang bertajuk “Kabar dari Rantau” ini mengambil tempat di 5 Kingsroad lt.1, Tinhau, dengan Bambang S. Soedjadi sebagai penanggung jawab siaran.

Sebanyak tiga orang BMI turut serta dalam siaran pertama tersebut. Masing-masing dari mereka menjelaskan tentang alasan mereka merantau ke Hong Kong.

Di tengah-tengah siaran, dibuka kesempatan kepada warga negara Indonesia baik yang di perantauan maupun di Indonesia untuk tanya jawab ataupun berbagi suka duka mereka. Dua orang BMI-Hong Kong dan seorang mantan BMI-Brunei yang berada di Indonesia turut berpartisipasi melalui telpon.

Menariknya, Kabar dari Rantau bisa didengarkan di seluruh Indonesia karena RRI Pro 3 (88,8 Mhz) menyiarluaskannya ke 60 stasiun radio di seluruh Indonesia. Sedang di Hong Kong, BMI bisa dengan mudah mengaksesnya di http://radioperantauindonesia.com:8080listen.pls lewat internet dari laptop pribadinya atau melalui ponsel yang berakses internet.

Nada dan Dakwah TKW Hong Kong

Pengajian Nada dan Dakwah yang diselenggarakan oleh Saalikul Lail (SL) bekerjasama dengan Lembaga Dakwah Pekerja Indonesia (LDPI) pada Minggu (30/5) di Houtung Secondary School, Causeway Bay, Hong Kong, bernuansa lain.

Pengajian yang mengangkat tema “Menggapai Bintang” tersebut dimaksudkan sebagai pengenalan SL sekaligus ajakan kepada Buruh Migran Indonesia di Hong Kong (BMI-HK) untuk memanfaatkan waktu dan teknologi guna mendapatkan ilmu yang bermanfaat.

SL, seperti postingan terdahulu, adalah organisasi islam yang terdiri dari BMI-HK yang rutin mengadakan kegiatan-kegiatan keislaman pada malam hari dengan memanfaatkan teknologi conference call (panggilan ganda). Dari tahlilan, yasinan, istiqosah hingga belajar bersama dilakukan dengan memanfaatkan waktu luang setelah jam kerja pada malam hari lewat layanan conference call.

Kegiatan-kegiatan keislaman tersebut mendapat perhatian khusus dari LDPI. LDPI mengadakan kursus dakwah jarak jauh dengan memberikan tausiyah, mengajari tajwid dan cara berdakwah kepada anggota SL. Hal ini dimaksudkan untuk mencetak kader dakwah dari kalangan BMI.

Saat itu juga diadakan wisuda kelulusan bagi anggota SL yang berhasil lolos tes dakwah oleh LDPI.

Purwaningsih dan Yuli adalah dua orang contoh anggota SL yang berhasil menangkap ilmu dan mempraktekkannya di hadapan 1000 jamaah yang hadir pada pengajian yang terbagi dalam dua sesi tersebut. Keduanya didaulat untuk memberikan ceramah di bawah pengawasan Ust. H. Astamar dari LDPI.

Acara yang berlangsung unik dan menarik ini dimeriahkan pula oleh Wahyu Bana Nasyid, pelantun lagu-lagu religi dari Indonesia.

Ketaton

Obat merah, pinicilin tanpa guna
Tatu iki wes kena infeksi
Mrambah ngebaki manah
Tumuju jantung tumekaning ati

Nanah-nanah dleweran
Mbayu mili nelesi pipi
Nanging gawe garing sukma

Sakdunge,
Yen ta patemonan kae sinukuri
Semono uga pepisahan iki

Lambe Turah Obral Gombal

Sari nyangklong tas kesusu metu seka kelase, karepe mono atene ndekem ndok kantin. Ate mulih aras-arasen. Apa maneh jam loro mengkok onok kuliah tambahan. Sari kuwi arek semester loro fakultas sastra Inggris, Universitas Ngayawara.

Mara-mara saka sisih kiwa, meh ae nabrak Anang, arek fakultas ekonomi. Arek kuwi kuru dhukur, senengane dodolan gombal ambek arek-arek wedhok neng kampus. "Dancuuk!" batine Sari.

"Eh... Hallo darling!" sapane Anang kalem, raine plek koyok baya, congore lincip ambek untune mrongos ngana kae.

Sari ngeblas mlaku, ora ngreken arek sithok elek kuwi.

"Sar, mbiyen-mbiyen aku akeh salah, akeh nebar kata-kata gombal ma sembarang orang. Sering bikin nangis cewek. Tapi setelah kenal kamu, aku saiki insaf," jarene ngethokke jurus bayane (jurus buaya).

"Baguslah," jawabe Sari enteng.

"Ora ate nebar pesona neh ambek cewek lewat cara apapun. Kasihan juga kalau akhirnya pada sakit hatinya gara-gara takgombali," ujare Anang.

"Wo wedhus!" batine Sari. Lha wong rai koyok baya ae kok atene ingah-ingih pamer mrongose. Iki uwong apa Bethara Kala, se?

"Tapi dasar aku!" ujare Anang.

Sari mara-mara mandheg. Ndelokna Anang eneg. Meh ae Sari muntah. "Cuk! Wong iki wes elek, kok doyan men nyocot, lambene turah men," batine Sari maneh.

"Tapi dasar aku, niat-niat thok, gak onok nyatane," ujare Anang ambek mesam-mesem sing malah nggawe raine tambah uelek.

"Yok apa carane katene isa mari iki?" pitakone Anang karo ngucek-ucek matane. Blobok kuning sakedele gedhene nganti metu, jan njijiki tenan!

Sari unjal ambegan.

"Wis watakmu kok Nang, ate piye maneh," jawabe Sari ambek nerusna laku.

"Eh, buruan nikah, mungkin bisa menghentikan kebiasaan jelekku," jare Anang.

"Ya rabia ambek bajul kana!" saure Sari ing jero ati.

"Wis watakmu Nang. Nek watuk isok dimareni, nek watak kuwi nganti tuwa ya pancet ae," jawabe Sari alus. Arek siji iki pancen pinter atine ya apik pisan, najan ta neng batine misuh-misuh ora karuan ning kata-katanya selalu halus dan penuh perhitungan.

"Mosok, se?" Emange wong ki njuk stagnan, ra isa brubah?" takone Anang.

"Wong Jawa biasa ngomong, ciri wanci ginawa tumekaning pati," jare Sari.

"Ah mosok, se? Bisa aja orang yang gak bener jadi baik. Iya kan?"

"Artine suatu watak dasar manusia itu sampai matipun sama. Tapi embuhlah, gak eruh aku," jare Sari.

"Lha iku nek sifat-sifat turunan, gen!" bengokke Anang.

"Lha menawa kuwi ya sifat turunanmu," ujare Sari kalem.

"Koen iku ngawur ae!" bengoke Anang tambah banter.

"Lha buktine koen mau ngomong dhewe nek "niat-niat thok, gak anok nyatane,"

"Lha wingi sasi pasa wes mari, je. Lha dina iki wis kumat maneh. Yok apa se aku iki?"

"Pasa rak ngempet kuwi."

"Apa takpasa ben dina ae ya, Sar?"

"Ra anok bedhane Nang, watakmu ancene wes ngono kuwi kok."

"Ah, kon iku malah nambah-nambahi rasa bersalahku thok ae," kandhane Anang karo ngelus-elus githoke.

"Nek kroso bersalah berarti rak bener, se? Jadi semakin kuat alibi nek koen iku ancene kelakuane ya koyok ngono kuwi,"

"Aku tulungana pa, Sar. Nglarakna atine wong kuwi dusa gedhe. Moh aku nek duwe watak elek kuwi. Gek ndang takmari mumpung iki isih sasi Syawal. Piye carane, Sar?"

Sari unjal ambegan. Nyelehna bokonge neng kursi pojok kantin sing isih sepi. Atine muntab.

"Mbak es degan satu ya!" bengokke Sari. Muga-muga ae es degan kuwi isa ngedhemna atiku, batine Sari. Sari unjal ambegan maneh.

Mbak Dewi bakul ndok kantin kuwi langsung iwut tangane nggawe es degan, sedelok ae dheke wes inthik-inthik nyedhaki mejane Sari lan Anang karo nggawa es degan. Es degan durung ae diselehna meja, wes disaut Anang. Baya sithok kuwi tanpa dusa trus nyruput es degan kuwi, mari ngono es degan kuwi trus disurung ngarepe Sari. Sari bola-bali unjal ambegan. "Dancuuk! Dasar baya rai gedhek!" bengokke Sari ing jero ati.

"Golek tampar nem meter," jare Sari karo nyawang Anang tajem, sing disawang kedhep-kedhep. Ancene nggatheli tenan arek sithok kuwi.

"Trus?"

"Talenana ning wit pelem,"

"Ate digawe apa, Sar? Ngrubuhke pelem ta?" pitakone Anang polos.

"Ya up to you, terserah. Atene digawe lompat tali ya mangga, atene digawe latihan panjat pelem ya enthuk, ate digawe kendhat ya silahkan. Sembaranglah," jare Sari rada emosi.

"Tambah ngawur ae koen iku. Tidak ada kasus lelara isa mari merga tali tampar. Ah jangan bercanda kalau dimintai saran, Sar!" gremenge Anang.

"Lho, iki model baru kok. Sapa ngerti koen sing dadi penemu pertamane,"

"Sar, anu... Mungkin lebih baik kalau koen rabi ae ambek aku, aku yakin pasti koen isa merubah sifatku. Ben mari elekku. Nek wes duwe bojo mesthi mari gombalku," jare Anang serius.

"Jabang bayiiik..! Nganti donya iki ate kukut and you are the only man alive, aku gak atene rabi ambek dhapuramu, Nang!" bengokke Sari emosi. Sari ngadheg mari ngono ninggal Anang ndok jero kantin dhewe.

"Jangan begitu, Sar. Saar..! Es degannya belum dibayar!" bengokke Anang.

"Sing ngombe rak koen ta. Bayaren dhewe! Aku atene mulih!" ujare Sari getem-getem. Sari wes gak duwe semangat maneh nggo melu kuliah tambahan jam loro mengkok. Sari nyetop microlet kuning trus sedela wae wes lungo ninggalna kampuse.




-------------------------------------------

Hehe... Logat Suroboyoan campur basa Indonesia campur basa Landa sithik-sithik. Kepingine nulis crita nganggo basa Suraboyoan, tapi akune gak reti yok apa nulise...sepurane ya!

Tragedi Munyuk Kesasar di Hong Kong

Jam sebelas malam ketika semua tugasku sudah selesai dan momongan kecilku dan bos perempuanku sudah masuk kamarnya, bos lakiku belum juga pulang. Saat itu aku sudah mlangkring di atas sarangku yang berada di atas mesin cuci dan kulkas.

Heran? Keterbatasan tempat di apartemen bosku menyebabkan mereka memilih tempat paling strategis untuk membuat sarang untukku. Di atas dua buah kulkas dan mesin cuci diberi papan yang digelari kasur diatasnya, itulah dan disitulah sarangku. Nah uniknya, untuk sampai di atas kasur tersebut, dibutuhkan tangga setinggi satu setengah meter. Jadi konon tiap jam sebelas malam waktu Hong Kong, sudah bisa dipastikan ada sebangsa munyuk manis tanpa ekor yang lagi manjat tangga menuju sarangnya.

Sayup-sayup terdengar gending-gending jawa dari ponselku, sebentar saja aku sudah hampir tidur, liyer-liyer. Baju-bajuku carut marut kubiarkan saja. Antara kaos, celana, cempak dan BH menjadi timbunan yang tak keruan lagi bercampur dengan buku dan koran-koran gratisan. Tak sempat kulipat karena keinginan untuk memberesi sarang kalah dengan kebutuhan jasmani. Kantuk itu tak tertahankan.


Sayup-sayup pula terdengar pintu depan dibuka kemudian ditutup dengan segera. Namun aku sudah mulai melukis "peta" di bantalku, tak peduli.

Tiba-tiba saja, entah berapa menit kemudian, suara bos lakiku mengagetkanku. Berteriak memanggilku persis dibawah sarangku.

Seketika aku tersentak, diantara rasa ngantuk dan iler yang ndlewer di pipiku aku bangun dengan amat sangat tidak ikhlas.

“Cecee!” teriak bosku.

“Hm,” jawabku enggan.

“Cece, I got promotion!” katanya bangga dan gembira. Sudah kebiasaan antara aku dan bosku untuk berbicara dalam bahasa Inggris. Katanya lebih mudah komukasi dengan bahasa Inggris karena aku tak fasih berbahasa kantonis. Aku dan bosku pun saling terbuka. Berita-berita yang menggembirakan sering kami bagi bersama. Dalam hal ini mungkin bos berpikir dia ingin berbagi cerita bahagianya denganku, tapi bagiku ini adalah awal petaka.
“What? Apa?” tanyaku lagi, kali ini aku siap-siap turun dari sarangku. Dengan mata setengah terpejam kujulurkan kakiku kebawah mencari-cari tangga untuk turun. Sial, tangganya terjatuh hingga menimpa gelas yang berada di atas microwave. Dan..mak krompyaaang...gelasnya jatuh dan pecah. Sedangkan aku gandul-gandul bergelantungan, kedua tangan memegang erat kasurku.

“Ce, aku dipromosikan. Aku naik jabatan,” kata bosku masih dengan nada gembiranya.

“Sialan!” pikirku. Ada orang tergelantung kayak gini bukannya bantuin malah ngocehin tentang hal lain. Dasar bos kalau gak pengertian. HuHH!!

“I got promotion, aku naik jabatan,” katanya lagi.

“Dancuuukk! Dasar bos egois!” umpatku dalam hati.

“Are you not happy? Kamu ga seneng ya denger berita ini?” tanya bos tanpa dosa.

“I don’t care! Ga pedulii! Help me! Bantuiin!” jeritku panik. Tanganku rasanya kesemutan karena bergelantungan. Sedangkan mau loncat turun aku takut karena di bawah ada pecahan gelas.

“Oh sorry,” kata bos.

Dalam hati aku ayem akan segera ada bantuan. Tapi gak sangka malah bos membungkuk memunguti pecahan gelas bukannya mbantuin aku turun dari tempat gelantunganku.

“Dasar Chiken, CHIna KENtir,” umpatku lagi dalam hati.
“Help me! Bantuin aku! Take me down, take me down! Turunkan aku!” teriakku panik.

Mungkin saat itu bosku baru tersadar kemudian kulihat tangannya menjulur mau meraihku tapi diurungkannya.

“Goblook!” bentakku dalam hati. Sapa butuh tanganmu? Ih jangan sampe deh si bos nurunin aku kayak gaya Shahrukh Khan megang pinggang Aiswarya Rai gitu, iihh! Nehikk..nehiiikkk...! Ogaaahhh...kagak mau! Amit-amit, setan anake demit, demit sing suka dulat-dulit, dulat-dulit sampai pecirit, iihh amit-amiitt...! Aku tambah panik.

“Turunkan aku, ambilin tangga!” bentakku. Kali ini benar-benar membentak.

Bosku kemudian ngambilin tangga buatku, dan hanya memandangi aku. Aku turun dari tangga sambil menggerutu.

“Apakah gajiku dinaikkan?” tanyaku sambil memberesi pecahan gelas. Bos malah nggeloyor pergi. Dasar! Benar-benar sebuah tragedi munyuk kesasar di Hong Kong, hiks...


TKW Hong Kong Ngaji Gratis Lewat Conference Call


Komunitas dan organisasi Buruh Migran Indonesia (BMI) Islam makin menjamur jumlahnya di Hong Kong. Mereka kerap menggelar berbagai acara, dari pengajian dengan mengundang ustad kondang hingga belajar bersama. Namun rata-rata aktifitas tersebut dilakukan pada hari Minggu.

Sayangnya, tidak semua BMI mendapatkan libur pada hari Minggu. Hal tentu saja menjadi kendala bagi mereka untuk melakukan kegiatan ke-Islaman. Kegiatan ke-Islaman menjadi kerinduan tersendiri bagi mereka.

"Kami gelisah, kami ingin belajar, kami ingin mendapat siraman rohani tapi kok tidak dapat libur di hari Minggu," ungkap Salamah, BMI asal Ponorogo yang akrab dengan panggilan bunda.

Kendala dan kegelisahan semacam inilah yang mendasari Salamah beserta teman-temannya untuk mencari waktu lain dan cara lain agar kegiatan tausiyah, tahlilan, yasinan atau ngaji bareng tetap bisa dilakukan.

Solusi yang mereka dapatkan adalah dengan conference call/panggilan ganda pada malam hari. Dengan memanfaatkan waktu istirahat setelah menunaikan "PR" sebagai kungyan/pembantu, Salamah beserta teman-temannya akhirnya bisa merealisasikan kegiatan-kegiatan ke-Islaman mereka. Mereka menamakan diri Saalikul Lail, artinya orang-orang yang mencari ridho Allah pada malam hari.

Menurut Salamah, Saalikul Lail mempunyai beberapa kegiatan ke-Islaman seperti tahlilan, yasinan, istiqosah yang rutin diadakan pada malam Jumat juga ta'lim, yasinan, kultum pada menjelang atau sesudah subuh di tiap hari.

Perhatian dari LDPI
Melihat keantusiasan Saalikul Lail, Lembaga Dakwah Pekerja Indonesia (LDPI) memberikan perhatian khusus kepada mereka. "Setiap malam Selasa dari LDPI memberikan ilmunya kepada kami. Kami diberi tausiyah, diajari tajwid juga tanya jawab seputar keagamaan. Semua itu kami lakukan lewat HP (conference call)," terang Salamah.

Hal ini dibenarkan oleh Ustad Astamar dari LDPI. "Jadi semacam kursus, kursus jarak jauh. Tapi saya saya juga mengingatkan mereka untuk mencintai tanah air dan menabung," jelasnya.

Masih menurut Astamar, diadakannya kursus jarak jauh tersebut diharapkan bisa menumbuhkan kader dakwah di kalangan BMI-Hong Kong dan mempersiapkan BMI yang akan pulang ke Tanah Air. "Setidaknya mereka jadi tahu tajwid dan ilmu agama sehingga bisa ditularkan kepada teman-temannya yang lain. Atau bagi yang sudah pulang, nanti di Indonesia juga bisa memberikan ceramah atau jadi MC di acara-acara di desanya. Yang penting bekal ilmu dan rasa percaya diri ada pada mereka, insyaallah bermanfaat," katanya.

Kursus ini rencananya diadakan selama 10 kali pertemuan. "Insyaallah nanti akan ada penyerahan sertifikat dari LDPI kepada peserta kursus. Sebelumnya kami akan menguji kemampuan dakwah mereka," tambahnya.

Selain kegiatan bersama LDPI, Saaliku Lail setiap satu bulan sekali mendapat tausiyah berbahasa Jawa oleh KH. Moh Najib dari Blitar. Selain itu, Saalikul Lail juga menjalin hubungan dengan pondk pesantren Roudhlatul Ulum dari Trenggalek yang diasuh oleh Kyai Asrofi Ali beserta istri, Nyai Mudawammah.

Tausiyah bersama Kyai Asrofi Ali beserta istri dilakukan setiap malam Rabu. Tausiyah-tausiyah tersebut juga dilakukan dengan memanfaatkan layanan conference call dan waktu istirahat di malam hari.

Disinggung tentang besarnya biaya yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan ini, Salamah balik bertanya, "Hanya 20 dolar untuk satu setengah jam ilmu yang bisa kita dapatkan, apakah itu memberatkan?"

20 dolar yang dimaksud Salamah tersebut untuk membeli kartu telepon prabayar guna menelpon Ustad yang ada di Indonesia. "Jadi 20 dolar itu dibebankan secara bergilir kepada jamaah Saalikul Lail. Cuma satu orang saja yang membeli kartu (kartu telepon prabayar), itu saja. Kursus dan pengajian itu gratis," tegas Salamah.

Salah seorang anggota Saalikul Lail menyatakan keantusiasan dan kepuasannya selama mengikuti kegiatan yang diadakan oleh Saalikul Lail. “Awalnya saya diajak oleh bunda, tapi saya ragu. Namun setelah ikut satu kali kok rasanya hati saya manteb dan semangat,” katanya.

Didasari oleh keinginan yang sama yaitu untuk mendapatkan ridho Allah kegiatan-kegiatan yang dilakukan itu selain sebagai sarana silaturahim, belajar bersama, pemanfaatan waktu istirahat dan pulsa, juga untuk mengajak BMI agar terhindar dari pergaulan yang tidak benar dengan berbuat baik. “Banyak komentar negatif tentang BMI-HK, ngapain sakit hati? Berbuat baik saja. Insyaallah nantinya mereka akan bisa menilai yang sebenarnya terjadi,” nasihat ustad Astamar.

Parade Protes

CERITA TENTANG WANITA PERKASA

Ada cerita
Tentang wanita
Wanita perkasa
Yang menyebrangi lautan untuk perut dan turunan

Tunduk
Hatinya luka
Berdarahdarah
Bernanahnanah
Hingga berulat berbelatung
Menunggu masa yang tak kunjung terang

Pada kertas hijau muda
Wanita itu terikat
Kebebasannya
Haknya
Hatinya

Telahpun berteriak hingga serak
Memanggil massa untuk di akui
Bahwa dia ada tapi tak di adakan

Telahpun memanggil bapak
Ataupun ibu
Mengadu pilu
Tapi mereka hanya setengah peduli
Setengah lagi mencaci maki

Kemudian hanya angin yang menjanjikan kesejukan
Hanya janji

Wanita itu menangis
Airmatanya berubah samudra
Dan tikus-tikus berdasi berenang
di dalamnya

Wanita itu mengaduh
Sakitnya berubah musik
Dan para kecoak berjoged ria
mendengarnya

Wanita itu berkeringat
Peluhnya berubah permata
Dan para perampok berebut
merenggutnya

Derita wanita perkasa adalah upacara gembira
Bagi mereka
Yang kaya dunia
Yang melarat hati rasa

Apa yang tersisa untuk wanita perkasa?
Apa haknya?

Apakah wanita perkasa difatwa derita?
Ha?


MERDEKAKAH KITA?

Apa arti kata merdeka
Di jaman penuh luka
Karena tabrakan kepentingan yang berbeda-beda

Apa arti kata merdeka
Di saat informasi publik
Terpotong oleh belenggu hukum unik

Merdekakah kita?

Srinthil 8: Face Buruk di Facebook

Ini adalah alasan kenapa Serial Srinthil berhenti total selama satu tahun lebih terhitung dari kisah Srinthil yang terakhir. Untuk itu saya menghimbau kepada pembaca(kalo ada yang baca, hiks..), dengan ini maka saya menghimbau kepada pembaca semuanya untuk membaca dengan mata dan hati. Tidak dengan telinga ato hidung. Selaen itu juga harap dapat menyaring yang kotor dan memasak yang mentah (emang aer??).

Banyak kejadian di luar kebiasaan babu, tapi itu adalah kisah perjalanan kami. Dan karena kami adalah babu-babu yang luar biasa tersebut maka, semua kisah jadi satu adonan gado-gado hidup. Ada suka, duka, ketawa, kejahilan, ndableg, cabe, bawang, kecap, lontong, krupuk, dan dikasih sedikit garam…(lhoo…!!!) tindih menindih, tumpang-menumpang, tumpuk-menumpuk, sambung-menyambung menjadi satu... itulah Indonesia(Ya Olloh Ririiii...kok gaya bahasa cerita Srinthil jadi semrawut?)

"Jiannnngggggkrriiiiiiiikk!!" geramku dalam hati. Sudah tiga kali aku menelpon Srinthil tapi tidak dijawab, sedang sms yang kukirim sejam yang lalupun sepi jawaban. Sudah dua jam aku menunggu, perutku semakin merdu menyanyikan lagu kelaparan, sedang Srinthil yang dua jam yang lalu pamit dan berjanji padaku akan membelikan rujak petis favoritku yang berada di Warung Candra deketnya KJRI itu belum muncul juga.

"Jan-jane munyuk siji iki kemana tho..!" gremengku sendiri.

Teman-teman genk yang lainpun belum muncul karena masih mempunyai urusan masing-masing. Rasanya sepi, walau di sekelilingku banyak teman-teman sesama TKW yang lalu lalang menikmati hari liburnya.

Sudah beberapa lagu juga yang kuputar di notebookku, sembari membantu (koreksi=membantu dengan upah, satu lagu 50 sen)teman-teman yang lain untuk mengisi lagu di MP3, namun tak ada bau ketiak Hindun yang menyengat atau suara compreng Srinthil yang khas yang terdengar dari jarak 500 meter sekalipun.

Iseng, kukunjungi beberapa situs termasuk Facebookku yang sudah seminggu lebih tak tersentuh. Iseng juga kukirim pesan lewat fesbukku ke inbox fesbuk Srinthil, klik..pesan terkirim.

Sepuluh detik berikutnya kuterima pesan dari Srinthil, "Mbak Ri muisi a, aq kelupaan ini lagi berangkat beli rujak petis," tulis Srinthil dalam pesannya.

"Jiaangkriiikkkk....!!" umpatku lagi. "Dasar munyuk ra duwe buntut! Tega-teganya mempertaruhkan hidup matiku dengan fesbuk. Serta-merta kudial nomer Srinthil.

"Anu mbak Rie sepurane, hehehe...ini dalam perjalanan ke warung Candra, muisi a..maap mbak Ri," kata Srinthil.

"Sri, dirimu jadi orang amanah banget ya," kataku sinis. Hati dan perutku teriris luka dan lapar.

"Lha aku itu, anu... aku itu tadi fesbukan, eh ndelalah kok pas online chat ndek fesbuk ketemu sama mas Yudha, trus..."

"Ora ngurus! Ga peduli Mas Arip atau mas Duryudhana balane Sengkuni kuwi, pokoke NO REKEN! Wetengku ki luwe Sriiii!!" teriakku dengan sisa tenagaku. "Tega temen dirimu ki kok malah fesbukan," tambahku.

"Mbak Ri, mbak Ri bilang walao kita babu, jangan sampai ketinggalan informasi dan ilmu. Seperti mbak Ri juga bisa ngeblog tho? Berarti aku bisa fesbukan juga khan? Hari gini mosok ga punya fesbuk? Lha mosok cuma anak sekolahan dan kuliahan, PNS, juragan, ndoro, anggota DPR, atau karyawan perusahaan saja yang boleh punya blog atau fesbuk? Mosok cuma mereka yang boleh narsis dan nulis ini ono suka-suka mereka? Mosok para babu ga boleh bikin blog atao fesbuk? Mosok babu ga boleh menuliskan uneg-uneg kepala, nulis status nyentrik dan misuh-misuh karena bosnya yang kurang sajen?" kata Srinthil membela diri.

"Karepmu Sri, ga ada yang nglarang. Tapi mbok pas kamu fesbukan tadi sikilmu ya mlaku ke warung gitu, ora terus ndeprok pinggir dalan wiridan fesbuk thok! Kalo kayak gitu caramu ntar dapat masalah baru dari fesbuk kamu," kataku.

"Iya..iya...maap, ga gitu lagi deh mbak," jawab Srinthil. Kudengar Srinthil memesan rujak petis, namun perutku tak lagi bisa menunggu. Serta merta kupanggil mbak yang nawarin nasi bungkus yang lewat di depanku.

"Mbak, nasi campurnya satu mbak!" teriakku.

"Lho mbak Ri, aku wes pesen rujak petis iki, wes tak bayar pisan," kata Srinthil yang denger teriakanku.

"Ora urus, pangana dewe karo fesbukan," jawabku sambil mematikan HP.

Oh hari ini pertama kalinya aku mbolos bertemu dengan teman-teman se-gengku. Kusengajakan diriku untuk pulang kerumah (rumah bos) jauh lebih awal dari biasanya, dan kuabaikan beberapa misscall dari temen-temen geng yang menanyakanku. Aku lelah. Sebenarnya bukannya karena hatiku terlalu dongkol dengan Srinthil, karena toh setelah perutku terisi nasi campur tadi marahkupun sudah lenyap. Tapi, ah..entahlah..aku merasa seperti ada himpitan tertentu yang memaksaku kembali bertanya pada diriku sendiri, "Sampai kapan aku akan dicukupkan untuk merantau?"

Emak kemaren menangis karena lebaran kemaren aku membatalkan kepulanganku ke rumah. Berarti sudah terhitung sepuluh kali lebaran aku tidak berada dirumah. Emak kangen, kangen sekali. Ah, seandainya emak tau, kalau aku juga teramat-sangat-kangen-sekali-banget padanya...

Kepalaku berputar-putar, ucapan terakhir emak mendengung-dengung dikepalaku..."Nduk, awakmu kuwi wes dimanjakan dengan kemewahan Hong Kong, makanya takut pulang..." ah apa iya??? Tidak ada yang berubah dengan penampilanku, dari dulu hingga sekarang aku tetap penggemar jeans dan kaos, warna pilihanku juga cuma putih, abu-abu dan biru atau warna polos lainnya tanpa motif sama sekali, rambutku juga masih item, wajahku juga tetap polos tanpa polesan make up, tindikan di kupingku juga cuma satu di masing-maisng kuping...ah...tapi...notebookku...laptopku...koneksi internet yang unlimited dan gratis ini...nikon D90ku...itukah yang dimaksud emak dengan kemewahan itu? Barang-barang yang kudapati dengan perjuangan luar biasa di luar tugasku sebagai babu itu? ah tahukah mereka...?? ah...

.......

Hari demi hari Srinthil semakin jarang sms padaku, padahal Senin pagi waktu dia menelponku dia tahu kalau aku tak sedang marah padanya. Malam hari yang biasanya kami asyik bercengkrama bersama lewat sms gratisan dari smartone, Srinthil juga tak berpartisipasi.

Yang jelas tiap malam saat aku membuka laptop dan mengecek status fesbuk Srinthil, ternyata statusnya berubah-ubah di setiap jamnya, luarrr biasa! "Ah inikah lifestyle babu jaman sekarang?" tanyaku pada diri sendiri.

dreeettt...drreeeettt....dreeetttt....," getar Hpku yang kebetulan aq vibrate saja.

Tertera sebuah nama yang baru saja kita rasani bersama, Srinthil.

"Mbak Riiii...hik..huwaaa..huwaaa....

"Ada apa Sri?" tanyaku bingung.

"Mbak Ri...huwaaaa....aq mau lapor sama MUI mbak...huwaaaa...biar mereka memfatwa haram fesbuk, huwaa...waaa....aq di terminit mbak, huwaaa... Simbokku (bos perempuan) ngamuk a...huwaaa...metu Cinone..huwaaa....," wadul Srinthil disela isak tangisnya.

"Lha masalahe apa kok ada MUI dan facebook dan terminit campur jadi satu?" tanyaku heran campur kaget.

"Lha aq wingi kemaren ga sengaja invite dia di Fesbukku. Khan dari yahoo email itu aq invite semua gitu, lali lupa nek emaile simbok juga ada ndek situ...huwaaa...wa... Trus simbok ngamuk aku, dia bilang gini: "Is this you? Kamu kurang kerjaan ya? Kalo kurang kerjaan ntar tak tambahin kerjaan biar ga dolanan terus. Emange aq ngasih gaji kamu cuma buat nutul-nutul HP thok? Lagian Faceburuk gini kamu pamerin di Facebook?" gitu kata simbokku mbak, hik huwaaa...huwaaa...

"MBak...hik...emang Faceku buruk ya, hik...huwaa waa...,"

"Ya biasalah Sri, babu face," jawabku.

"Maksudnya baby face gitu ya mbak? ah mbak Ri salah ngucap," kata Srinthil.

"Bukan! Babu face kuwi artine rai babu," jwabku jujur.

"Mbak Riiii...huwaaa...elek ngunu ta? hik hiks...

"Trus kamu gimana ini sekarang? Dipecat tenan ta?" tanyaku tak menghiraukannya yang masih mempermasalahkan tentang babu face dan baby face.

"Iya mbak...hik...mau ke agen nyari bos lagi tapi ga mau pulang, aku di Cina aja mbak nunggu visa," katanya.

"Udah nelpon agen belum?" tanyaku

"Uwis,"

"Ya udah kamu di ejen aja dulu atau nyari tempat kos sambil nunggu nyari majikan dua minggu ini, ntar minggu kita ketemu, sekarang aku ga bisa bantu, aku sendiri lagi kerja. Tapi nek kamu butuh uang, ntar boleh pinjem aku," tegasku.

"Makasih mbak,"

Hening sejenak, di selilingi isak Srinthil yang tinggal satu dua...

"Mbak..,"

"Ya,"

"Trus blog e sampeyan piye?" tanyanya yang membuatku kaget.

"Apane sing kepiye?"

"Lha nanti trus Serial Srinthil rak mandeg?" tanyanya serius.

"Wakakaka...kok sempet-sempete dirimu mikir tho Sri.." jawabku.

"Ga usah ditulis aja ya mbak sampek aku dapet majikan sing genah," pesannya

"Ya wes lah gampang," jawabku.

.......

Nah itulah kawan alasan dari kealpaan serial Srinthilku....
jumpa lagi di Srinthil berikutnya karena Srinthil is BACK!!

Perusahaan Abang Ijo vs Abang Putih

Kawans, ini adalah cerita tentang perusahaan Abang Ijo dan perusahaan Abang Putih, cobalah simak hingga akhir cerita....

Bapak Lesmana adalah pemimpin dari perusahaan Abang Ijo. Dan seperti halnya Raden Lesmana dalam tokoh pewayangan, bapak Lesmana ini seorang pemimpin yang gagah, tampan tapi peragu dan sedikit tolol.

Suatu hari, perusahaan Abang Ijo mengikuti sebuah tender besar. Dalam tender itu dibutuhkan kecepatan dan ketepatan pimpinan perusahaan untuk membuat keputusan.

Bapak Lesmana dengan kepercayaan diri yang meluap-luap berkata, “Aku berjanji, perusahaan Abang Ijo pasti memenangkan tender ini!” Perkataan tersebut tentu saja membuat pegawai perusahaan berbangga hati mempunyai pimpinan yang optimis dan berjanji setinggi gunung.

Kemudian masalah timbul ketika sampai pada pembuatan keputusan. Bapak Lesmana terlalu bijaksana. Beliau menimbang-nimbang beberapa hal dan menerapkan ilmu matematika dalam menghitung untung rugi. Itu dilakukannya berulang-ulang. Kebijaksanaan yang berlebihan yang diterapkan oleh bapak Lesmana ini menjadikannya seorang pemimpin yang peragu, ragu dalam membuat keputusan. Karena ragu membuat keputusan, tender besarpun gagal di dapat dan pegawai perusahaan kecewa terhadap pimpinannya.

Payahnya kejadian seperti ini tidak menjadikan bapak Lesmana menyadari kesalahan dan berbenah diri. Perusahaan Abang Ijo pun gagal mendapatkan tender-tender selanjutnya karena pak Lesmana hanya mampu berjanji tapi tak mampu membuat keputusan. Tidak ada tanda bahwa pak Lesmana mempunyai itikad baik untuk memenuhi janjinya dan memberikan bukti bahwa beliau adalah pemimpin yang mumpuni.

Pegawai-pegawainyanya geram dan mengadakan mogok kerja. Perusahaan menjadi makin terpuruk dan hampir dinyatakan bangkrut. Nah saat itu barulah bapak Lesmana sadar akan kesalahannya dan segera merubah diri dan strategi

Sekarang, ketika perusahaaan Lesmana mengikuti tender atau tawaran kerjasama, bapak Lesmana berpikir cepat, bertindak cepat dan membuat keputusan secara cepat dan tepat pula. Akhirnya perusahaan Lesmana mendapatkan prestise sekaligus prestasi yang luar biasa. Dan bapak Lesmana kini menjadi seorang pemimpin yang disegani sekaligus disayangi oleh pegawai-pegawainya.

……….

Ada banyak cerita serupa yang berisikan tentang nilai hidup seseorang yang berada dalam timbangan baik atau buruk, pahlawan atau pengecut, lakon atau bandit. Kesemuanya mengerucut ke satu sistem tatanan nilai yang hampir sama, bahwa kesetimbangan atas nilai baik dan buruk itu dipertanggungjawabkan pada hasil akhir sebuah proses.

Beruntung bagi bapak Lesmana yang mendapat teguran dari pegawainya lewat pemogokan yang kemudian menjadikannya mengakui kesalahannya dan berbenah diri, Pegawainya pun mengampuni kesalahannya, bahwa salah itu tak mengapa yang terpenting mengakui kesalahan dan jangan melakukan kesalahan yang serupa lagi.

Lepas dari kultur ketimuran atau pola pikir ketimuran, masyarakat manapun, termasuk Indonesia dan Buruh Migran Indonesia-Hong Kong (BMI-HK) pada khususnya, tentu mempunyai pemikiran yang sama. Bahwa kita menghargai sebuah proses sekaligus hasil akhir.

Seperti halnya BMI-HK menunggu sebuah proses dan progress dari pemerintah Indonesia untuk membuat kebijaksanaan dan perlindungan bagi buruh migran pada umumnya dan BMI-HK pada khususnya, namun hingga kini kebijaksanaan dan perlindungan itu masih sebatas janji. Padahal, perlindungan dan kebijaksanaan pemerintah terhadap BMI adalah happy ending dan romantisme dari kisah cinta warga negara (BMI = warga negara) dan pemerintahnya.

Banyak hal yang bisa dilihat dari ketidakromantisan pemerintah. Seperti terminal IV khusus Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang di maksudkan untuk melindungi dan memberikan kenyamanan pada TKI yang baru pulang, ternyata tak lebih dari sebuah gedung megah tempat mangkal para kriminal yang berseragam. Terminal IV itu “rencananya” akan ditutup, namun catat kawan, itu baru “rencana”, entah akan diwujudkan atau tidak tergantung dari pemerintah yang katanya masih berpikir tentang opsi lain yang lebih baik.

Pelanggaran hak asasi manusia pada buruh migran seperti gaji di bawah standar, pelecehan seksual, kekerasan, potongan agen yang mencekik, penahanan paspor adalah momok bagi BMI, yang puluhan tahun sudah berjalan tanpa perbaikan yang berarti.

Konvensi PBB tahun 1990 tentang perlindungan buruh migran yang ditandatangani oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2004, sampai saat inipun belum diratifikasi padahal jelas ratifikasi konvensi buruh migran ini sangat diperlukan sebagai dasar dari pembentukan kebijakan bagi buruh migran. Pemerintah malah menyerukan dakwahnya dengan mengajak para BMI untuk bersabar. “Tunggu sampai pemerintah siap, sabar ya,” kata Muhaimin Iskandar, Menteri Tenaga Kerja Sosial dan Transmigrasi (menakestran) pada dialog yang diadakan di aula gedung Konsulat Jenderal Republik Indonesia-Hong Kong (KJRI-HK) lantai 20, Minggu (27 des ’09).

Meskipun desakan-desakan kepada KJRI untuk meningkatkan pelayanan secara maksimal dan memberikan perlindungan terhadap BMI juga desakan-desakan kepada pemerintah Indonesia untuk meratifikasi konvensi PBB tahun 1990 sekaligus membuat kebijakan baru dan perlindungan utuh sebagai kewajiban dari pemerintah kepada warganya telah dilakukan berulang kali, namun baik KJRI-HK maupun pemerintah masih adem ayem menyaksikan telenovela dari serial drama duka BMI. Pun beberapa dialog yang sempat digelar bersama KJRI dan menakestran, tak lebih hanya sebuah ajang silaturahim yang dipaksakan.

Kesemua itu menunjukkan timbangan kebaikan pemerintah Indonesia yang jauh dari harapan. Ibaratnya janji sudah setinggi gunung, namun bukti baru sebatas mata kaki (antagonisme antara janji dan bukti). Wah rupanya dari tahun ajaran lama (pemerintahan lama) hinggga beberapa kali ganti tahun ajaran (ganti kepemerintahan/pemimpn), tetap saja menggunakan kurikulum (janji) yang sama ya?

Ah, seandainya pemerintah bisa searif bapak Lesmana yang menyadari kesalahannya kemudian memperbaiki diri dengan membuat keputusan secara cepat dan tepat, tentu antagonisme antara janji dan bukti ini tak akan pernah terjadi. Hubungan BMI dan pemerintah/KJRI pun akan mesra lagi, romantis lagi dan sejalan hati.

Apakah mustahil adanya happy ending dari kisah cinta antara BMI dan pemerintah?

Dancuk! Bojoku Rabi Maneh!

"Dancuk! Bojoku rabi maneh!" jerite Suwanti kanthi luh dleweran lan ulat getem-getem. Tangan kekarone nggedhor meja sakrosane. Dene HP-ne mencelat sanalika, nyampluk sikile kenya ayu kang pinuju liwat ing sacedhake.

Aku minggir, rumangsa wedi nyawang kahanan atine Suwanti kang lagi kebranang. Age-age wae aku mrangguli lan nyuwun pangapura marang kenya ayu kang meh wae nesu nyawang patrape Suwanti. "Sepurane, Jeng. Iki mbakyuku lagi susah atine merga ditinggal rabi maneh karo bojone," kandhaku alon marang kenya kuwi mau. Kenya kuwi ngadoh kanthi lambe mecucu.

Aku judeg, ora ngerti apa kang isa kaucap kanggo ngarih-arih dheweke. Apa ya ilok menawa aku menehi wejangan marang dheweke amarga aku dhewe uga nate ngalami kedadeyan kang pada plek setahun kepungkur? Kaya dene Suwanti, setahun kepungkur bojoku rabi maneh tanpa palilahku. Lelakon kaya ngene iki ora mung siji loro kedadeyan marang wanita kaya aku lan Suwanti, atusan, malah menawa uga ewon cacahe.

Ora salahku menawa dadi wong ora duwe, kere. Uga dudu salahe Suwanti utawa wanita-wanita liyane. Kuwi mana wis ginaris dening Gusti Kang Murbeng Dumadi lan kita mung saderma nglakoni, rak ya ngono tho? Dene ora sak jamake menungsa pasrah marang nasib, mesthi ana pambudidaya amrih becike urip.

Cekak aose aku lan Suwanti mana mbabu ning Hong Kong, ninggalake bojo lan nyengkut makarya. Nyikut sekabehing rasa sedih uga sepi, pamrihe muga-muga bisa dadia dalan tumuju becike dina ngarep lan bebrayan. Kabeh mau wes ana palilah lan niat bismillah.

Tak kandhani ya, aku lan Suwanti ora nate milih dadi babu, ora! Iki mana kebutuhan. Dudu pilihan. Diarani pilihan mana menawa ana pilihan apik lan elek, dadi isa di gawe bahan pertimbangan ngana kae. Tuladhane milih mangan karo sambel trasi apa opor. Karuan nek opor luwih enak tinimbang sambel trasi, amarga sambel trasi kuwi rak gawe sereden tho? Beda karo opor, opor isa gawe kewaregen, ngentek-entekke sega sewakul!

Lha iki apa tumon ana pilihan kang kaya mengkene, milih dadi forever kere apa babu? Rak ya kojur tho? Ora adil, wong menehi pilihan kok padha-padha rekasane! Mangkane dadi babu kuwi dudu pilihan nanging kebutuhan.

Ndilalah sing jenenge pacoban urip kuwi maneka warna. Owah-owahan kuwi gawa bubrahing suasana. Sapa sing salah? Apa aku utawa Suwanti lan wanita-wanita sing oncat ninggalake negara lan bojo? Geneya akeh uwong kang alok menawa bubrahing keluarga merga wanitane lunga yen menawa lungane mau wes entuk palilah lan dadi niate wong loro? Geneya kita wanita sing wes rekasa keraya-raya kerja ninggal keluarga sing dituding dadi punjering masalah? Kuwi ora adil! Geneya ora nyalahke negara wae sing ora kasil gawe makmure rakyate?

Ora krasa luhku dleweran rerasan lara lapa sing di alami dening wanita-wanita kaya aku. O ndonya...

"Brakkkk!!" suara meja di gedhor maneh. Sedela wae akeh mata kang nyawang Suwanti. aku rumangsa sumpek ing tengahing taman kang padatan di enggo ngaso para babu ing Hong Kong nalika wayah libur kerja kuwi.

"Wes tho Wan, sabar...sabar," kandhaku marang Suwanti padha plek karo apa kang kinucap dening Suwanti marang aku setahun kepungkur. Nyoba ngarih-arih lan ngelus-elus pundake nanging tanganku dikibatake kanthi kasar. Ah, biyen aku uga kaya mengkono, pikirku.

"Aku salah apa Sar? Aku kurang apik piye? Huu...uuu..," pitakone Suwanti marang aku karo mingseg-mingseg, pitakon kang padha kaya sing nate dak takonake marang dheweke.

"Kowe ora salah Wan," jawabku.

"Aku kurang apa Sar? Aku kudune kepriye? Huu..uuu..," pitakone maneh.

Meh wae dak wangsuli, "Kurang cedhak Wan" nanging dak wurungake. Ndah ne laraning atine Suwanti yen aku nyalahke dheweke wektu kuwi. Apa ya kudu nyalahke kahanan? Ah embuh...

Yen amarga kurang komunikasi lha wong Suwanti ya kerep caturan karo bojone lewat telpon. Kebutuhan ben dina sasat dicukupi karo Suwanti, malah kala-kala Suwanti ngemenke ngirim klambi utawa panganan karemaning bojone saka Hong Kong. Malah uga saking gemine Suwanti kanyata wes kasil gawe omah kramikan barang.

"Aku kudu priye iki Sar? Rong minggu engkas aku bali kok malah ana kabar kaya mengkene, huuu...uu...,"

"Sabar Wan, dileremake atine. Yen bali aja nganti kowe katon kalah ning ngarepe bojomu, aja kaya aku. Tatagna atimu, aja pamer luh, Wan," kandhaku, nanging luhku dhewe dleweran nalika aku ngrangkul raket Suwanti.

Ah rasa iki, rasa kang padha karo sing nate dakrasa, ya rasa iki uga kang gawe raketing kekancan kaya paseduluran.

Aku ndhangak, apa alam iki ora krasa menawa ana ati kang lagi kelara-lara? Geneya abang kuning, ijo, biru, ungu kluwung gumantung ing angkasa mbarengi gonjang-ganjinging ati kang diblenjani tresna?


ANA CANDHAKE...