Galau?

huuhuuhuuuu...

Semangaaaaatttt..!

Love your job and be proud.

Iyes!

Bekerja sambil belajar.

Masih galau lagi?

No! No! No! Be happy laahhh...!

Ayo ngeblog!

Masa kalah sama Babu Ngeblog?

Blaka Suta

Jam 7 isuk HP-ku muni. Tuttt, alarm. Mataku isih kriyip-kriyip. Iler nglumpuk dadi siji nandingi bengawan Solo sing badhege kaya kali Ciliwung.

Jan-jane mana aku wegah tangi, lha wong isih kepenak-kepenake ngimpi. Jan-jane mana kepingin ngrampungke ngimpi sing ketugel. Apa maneh adheme kaya bar diinggati kucing, 12 drajat. Ning kepeksa mak jranthal mbuwang slimut tuli mudhun petaranganku merga kelingan yen entuk dhawuh seka kanjeng bendara nyonyah bos, dikon masak bubur karo tim babi, karo sop buntut kanggo sarapan lan mangan awan mengko.

Kamangka tgl 25 Desember kuwi rak tanggal abang ta? Sing tegese babu Hong Kong kaya aku ngene iki wayahe prei, kiya-kiya, seneng-seneng dhewe, ngenggar-enggar salira. Ning ndelalah wong kuwi nek dapuk dadi babu, ya kepeksa ngempet misuh ning njero dadha. "Dancuk tenan!"
Jatukna aku turu kepenak, ngimpi kelon karo simbok.

Tanpa raup aku mususi beras trus takwenehi kulit jeruk sing garing karo uyah sithik karo minyak sithik, trus takjarke. Mbukak kulkas trus ngethokke daging babi sing ana lemake sithik-sithik karo buntut babi.

Njogan takslemeki koran, telenan takselehke, buntut babi taktumpangke, peso bedok takungkal.

"Allahu Akbar," dongaku ing njero dadha. Biasane nek wis ngono aku karo umik-umik ngrapal Al Fatekah, Al Ikhlas, Al Falaq, apalan-apalan cekak sing isih nyanthol ning utekku, ning karan dina iki aku lagi M ya kepeksa meneng.

Mari ngono....

 "Cleng! Cleng! Cleng! Dhog! Dhog! Dhog!" Aku dadi tukang jagal.

Seprapat jam rampung olehku ngethoki buntut karo nyacah daging babi. Njur ngurupke kompor, mak clethek! Nggodhog bubur, mbumboni daging cacah trus tak tim.

Let pitung menit tim babine wis mateng njur takganti masak sup buntut babi. Gandeng masak bubur lan sup babi kuwi butuh wektu udakara sakjam, ya njur taktinggal adus wae.

Water heater takuripke pol panase. Let sedhela, mak byur, aku wis teles kebes seka sirah teka sikilku. Banyu panas iki isa ngresiki iler lan rereged saka masak mau. Metu seka kiwan aku kebul-kebul, kaya pithik ntes diwedhangi.

Pas jam 9.45, nalika aku metu seka kiwan, HP ku muni. Tuuuutttt, sms mlebu.

"mbk sri pye kbre?" unine sms mau marang aku.

Merga sms seka nomer Indonesia sing durung takngerteni, aku penasaran. Njur takbales.

"Apik. Iki sapa?" smsku.

Let sedetik ana jawaban.

"aku atik mbah parmin lebak.kirim ono plsa po o mbk dwetmu akeh," ujare sms kuwi.

Wo.... Cene wong kok lek seneng njaluk-njaluk. Lha aku tepung karo simbahe ning ra ngerti putune. Mbah Parmin sing takkenal kuwi wonge temen, sregep. Ora tau nglerenke pacul apa dene jalane. Nek isuk tumekane sore macul, nek bengi njala iwak ing bengawan Solo. Lha kok putune kaya ngene iki ta.

Atiku serik banget. Mbah Parmin kuwi wong tuwa sing takkurmati, simbokku nate menehi dhuwit wae ditampik, milih ngakon simbok nggolekke gaweyan. Lhah nyapo bocah sing praupane wae aku durung nate weruh kok ngrepik-ngrepik karo aku. Lha rumangsane apa aku kaya bank ngono apa piye? Ora kere!

Isuk iki aku wis serik pindho, jan anyel tenan. Sms ora takwangsuli, mung takdelete njur takblokir nomer kuwi. Nesu aku. Sontoloyo, kakekane tenan!

Cerpen Anak-Kecoak Pindah Rumah

Masih terpengaruh sama kecoak di postingan yang lalu hingga membuat cerita anak dengan memasukkan kecoak di dalamnya, haha... Awalnya sih karena diikutkan dalam lomba menulis anak tapi ternyata ditolak oleh jurinya alias tidak lolos dalam seleksi dengan alasan seperti ini:
"ceritanya bagus, tapi sudah ada yang bikin cerita yang nyaris seperti ini.
dan ada tiga majalah yang memuatnya. coba bikin yang lain"


Wola...jurinya sopan banget ya. Biasanya boro-boro memberi masukan, mengirim e-mail balasan aja kagak.

Hehe..maaf..maaf...saya mah lagi terkontaminasi sama kecoak postingan minggu lalu, hehe... Eitz, tapi 4 cerita anak karyaku yang lain alhamdulillah lolos seleksi.


Eh, daripada mubazir mending diposting aja ya, buat update blog  *senyumsenyumtanpadosa

Silakan menyimak..............!!

Kecoak Pindah Rumah

 

"Kecoaaak...!" teriak Katie sambil melompat-lompat. Kentang goreng yang ada di tangan kirinya berhamburan saat dia melompat. Hanya sisa beberapa batang saja yang kemudian digenggamnya erat-erat sambil berlari tunggang-langgang.
Katie takut sama kecoak, takuut sekali. Binatang berkaki enam dan berantena itu adalah binatang terjorok yang yang membuatnya phobia, takut luar biasa.
Katie berlari menuju rumahnya yang hanya berseberangan dengan sekolahnya. Begitu masuk, tampak mama dan papa berada di ruang tengah. Katie memberi salam sambil bergegas menuju kamarnya. Tak menghiraukan mama yang menanyakan tentang kabarnya di sekolah.
Mama menghela nafas kemudian kembali ke kesibukannya, menjahit baju-baju kecil persiapan untuk bayi kecil yang akan dilahirkannya dalam waktu dekat. Bayi kecil yang bakal menjadi adik kedua Katie.
Nolan, adik pertama Katie, tertidur di sofa di samping mama. Sedang papa tampak disibukkan dengan koran..
Angin sore itu mengalir sejuk, membawa semerbak harum bungan melati yang ditanam mama di samping rumah. Angin terus berembus hingga korden di dekat mama bergerak-gerak seperti mau terbang. Mama berdiri kemudian mengikat korden itu sedemikan rupa dan membuka jendela sedikit lebih lebar.
Mama pikir akan lebih baik kalau angin sore itu dibiarkan masuk untuk membuat sirkulasi udara di ruang tengah itu lebih nyaman.
Namun bersamaan dengan itu, sebuah bau lain mengalir membuat mama mengernyitkan dahi dan menajamkan indra penciumannya. Hal ini pun tak luput dari perhatian papa. Papa seketika menghentikan aktifitas membacanya dan menoleh ke arah mama.
"Bau apa nih ma?" tanya papa.
"Iya nih pa. Kirain cuma mama aja yang mencium bau ini," jawab mama.
"Coba mama periksanya," kata mama.
Mama memeriksa seluruh sudut di ruang tamu namun tidak menemukan sumber bau busuk itu. Dibukanya lemari buku. Buku-buku tampak berjejer rapi, tak ada sesuatu yang mencurigakan. Mama melongok, mengintip di belakang TV. Di sana pun tak dijumpai apa-apa.
Pandangan mama beredar ke seluruh ruangan. Di koridor ruangan menuju dapur, tampak kaos kaki dan sepatu Katie tergeletak di sana. "Nah, ini dia," pekik mama dalam hati.
Sepertinya Katie nakal lagi. Kemarin Katie menaruh baju sekolahnya di lantai, lalu kemarin dulu tas sekolah di dapur dan kemarin dulunya kemarin topi dan dasi kupu-kupunya di samping rumah. Dan mamalah yang membereskan semuanya.
Coba bayangkan, mama yang berperut besar itu harus memungut barang-barang milik Katie yang berceceran di mana-mana. Apakah kali ini mama juga yang harus membereskannya?
Papa tampaknya memperhatikan mama. Papa juga melihat kaos kaki dan sepatu Katie yang berada di tempat yang tak semestinya itu.
"Katie mana ma?" tanya papa sembari melangkah mendekat.
"Sepertinya di kamar. Mungkin lagi negerjain PR," jawab mama.
Papa berjalan mendahului mama menuju kamar Katie. Namun belum sempat papa mengetuk pintu atau memanggil Katie, terdengar sebuah jeritan melengking.
"Kecoaaak...kecoaakk...! Toloong...!" teriak Katie.
Papa dan mama masuk kamar. Dilihatnya Katie berdiri di atas ranjang dengan muka pucat. "Mama...papa...tolong Katie...ada kecoaak di kamar Katie...!" teriak Katie sambil melompat dari ranjang dan berlari ke pelukan mama.
Katie memegang mama erat-erat, dia benar-benar ketakutan. Tapi mama dan papa diam saja.
Pandangan mama menyapu ruangan. Terlihat sampah di mana-mana. Ada kulit pisang di meja belajar, ada apel yang tinggal separuh di rak buku, ada bungkus permen di lantai di dekat jendela, ada kentang goreng yang tinggal sebiji di atas kasur. Buku-buku pelajaran berceceran, baju-baju tampak carut-marut di sana-sini. Mama menghela nafas menahan marah, demikian juga papa.
"Kecoak ma," kata Katie, sudah tak sekencang tadi. Katie tahu mama papa sedang marah melihat kamar Katie yang seperti sarang tikus.
"Katie tahu kenapa kecoak ke sini?" tanya papa.
Katie menggeleng.
"Karena Katie mengundangnya," kata mama.
"Semua kecoak dari got depan sekolahanmu akan berpindah ke sini kalau kamarmu seperti ini," kata papa dengan pandangan tajam.
Katie diam, bergidik membayangkan ratusan kecoak menguasai kamarnya. Diambilnya buku-buku yang berserakan dan diletakkannya pada tempatnya. Dibuangnya kulit pisang, bungkus permen, apel dan kentang goreng. Dilipatnya baju-baju yang carut-marut itu kemudian disimpannya kembali ke dalam lemari. Dirapikannya tempat tidurnya. Diambilnya sapu dan kain lap juga kain pel. Dalam waktu satu jam, ruangan Katie sudah tampak bersih dan rapi.
"Ma, kecoak dari got depan sekolahan itu enggak jadi pindah ke sini khan?' tanya Katie pada mama yang menungguinya bersih-bersih.
"Kalau bersih dan rapi gini, bukan kecoak yang pindah ke kamar kak Katie, tapi Nolan," kata Nolan yang  tiba-tiba melongokkan kepalanya ke dalam kamar.
"Ha ha ha ha...," tawa seisi rumah.

Jamu Kecoak

"Satu...dua...empat...sepuluh...dua puluh...dua puluh dua...,"

Hitunganku berhenti pada angka dua puluh delapan. Busyeettt...!

Kumasukkan ke-dua puluh delapan kerangka kecoak bersama beberapa daun, rempah, akar, batang, remahan kulit kerang dan entah apa lagike dalam panci. Kutambah delapan mangkok kecil air kemudian kunyalakan api. Satu jam ke depan jamu kecoak ini akan siap untuk diminum.

Jamu kecoak ini untuk nyonyah bos. Dia menyerahkannya padaku kemaren, tapi sang nyonyah bos ini rupanya enggak tahu apa saja ramuan jamu tersebut.

Dua hari ini bos muntah-muntah, tapi bukan hamil. Entah penyakit apa. Selalu begitu kalau beliau terlalu capek bekerja. Kemaren, aku mendekam di kamar belakang seharian penuh. Aku jadi keki dibuatnya. Mau vacuum ruangan, takut brisik. Mau ngosek WC, takut rame. Mau masak, sungkan. Untung setrikaan lagi banyak. Jadi nyetrikanya bisa dilama-lamain.

Hari ini, beliau sudah agak mendingan. Jadi bisa bermain dengan anaknya, menghias Christmas Tree. Sedang aku di dapur, menyuci piring dan mangkok bekas makan siang tadi. Yah mencuci mangkok dengan badan yang tak keruan.

Kepalaku berdenyut-denyut semakin cepat, hidungku meler semakin sering. Saat tidak enak badan begini, tak ada sesuatu yang lebih enak selain membayangkan aku berada di rumahku sendiri. Emak pastilah memanjakanku. Remote TV pastilah berada ditanganku. Tapi ini Hong Kong sodara-sodara! Dan di Hong Kong, seorang babu dilarang sakit! Meski sakit, dia pun harus tetap bekerja.

"Aaaaa...," teriakan kecil terdengar.
"AAAAA...," teriakan besar terdengar.

Ah paling mereka berdua lagi bercanda, pikirku. Aku lanjutkan lamunanku tadi....

"Aaaa...," teriakan kecil terdengar lagi.
"AAAA...," teriakan besar terdengar lagi.

Kuletakkan spon pencuci piring, membasuh tangan kemudian mengelapkannya pada lap piring. Dalam keadaan darurat begini aku tak ingat lagi 4 lap yang berbeda fungsi di dapur. Sebodo! Gak ada yang melihat ini kok, pikirku.

"There is a bug!" jerit si kecil Pompi, momonganku, ketika melihatku.
"Fliying," tambahnya lagi.

Segera kusambar koran. Aku gulung seperti pentung kasti. Untuk gaji lima juta perbulan aku harus rela melakukan apapun, menjadi pembunuh sekalipun. Targetku adalah ya serangga tadi.

"AaaAA...," jeritku kudramatisir.
"It is a cocroachhh...," kataku lagi.

Spontan si kecil dan nyonyah bos naik ke atas sofa. Haha! Inilah enaknya punya bos yang phobia banget terhadap kecoak, kadang kala mengerjai mereka sedemikian mudahnya.

"Kok bisa ada kecoak masuk ke rumah ha! Kamu jorok! Kamu pasti gak buang sampah! Kamu pasti enggak beresin rumah! Kamu pasti...," kata bos marah-marah.

Orang satu ini, kalau sudah marah enggak bakal kenal titik atau koma, adanya tanda pentuuuung semua.

"Khan alat pengusir serangga elektroniknya dibawa pak bos ke rumah satunya lagi nyah," jawabku membela diri.

"Gak mau tahu! You must get it!" teriaknya lagi.

Aku lari ke sana ke mari mengejar sang blattodea atau kecoak. Kakiku yang cuma dua ini kalah cepat dengan kaki si kecoak yang jumlahnya enam. Tapi setelah "plak" dan "plek" dan "plak" lagi dan "plek lagi, aku yang telah tujuh tahun berpengalaman dalam hal memburu kecoak ini pun akhirnya berhasil mendapatkannya.

"I got it!" kataku.

"Throw it away!" terdengar perintah kemudian.
 
"I will put in the chinesse medicine. Buat tambahan jamu," kataku.

"How dare you!"

"Lho wong itu lho jamu kecoak. Lha apa salahnya aku tambahin dengan satu kecoak ini?" jawabku.

"Enggak percaya! I don't believe it!" katanya.

Ya Allah.... Demi menjaga nama baikku agar tidak disebut sebagai pembohong dan atas nama kebenaran dan sila ke lima dari Pancasila, aku membuka sebungkus jamu kecoak yang satunya lagi dan menyodorkannya kepada sang nyonyah bos. Dan tiba-tiba saja...
gedebug,....gedebugg...gedebugg,...braaakkkk....!!

"huweekkk...huweekkkkkk....!"


Nyonyah bos lari ke toilet, membanting pintu kemudian muntah-muntah tak keruan.

****


hihihi...sang anti kecoak minum jamu kecoak...