Galau?

huuhuuhuuuu...

Semangaaaaatttt..!

Love your job and be proud.

Iyes!

Bekerja sambil belajar.

Masih galau lagi?

No! No! No! Be happy laahhh...!

Ayo ngeblog!

Masa kalah sama Babu Ngeblog?

Sega Sambel Terong

"Kowe ki mangan apa?" pitakone Nyonyah karo nuding-nuding layah.











Nyonyah bos ujug-ujug wae ana mburiku, blas aku ora krungu suara sandhal nyedhak saking khusukku anggone mangan muluk. Batinku mana ya kaget campur gregeten, kok ora pangerten blas, nganggu gawe wong mangan.

"Genah nek sambel ngene kok Nyah. Kaya ra tau weruh aku mangan sambel wae," sumaurku enteng.

Lambeku isih panggah takjejeli sega sambel terong, ora mraelu nyonyah sing pasuryane katon seje kathik nganggo mengkirik pisan. "Ya benne, wong aku luwe," pikirku.

Wis jam 10 bengi, gaweyan durung rampung. Panci, piring, wajan, isih jejer-jejer antri, durung takkorahi. Wetengku jan luwe tenan, kawit esuk mung klebon gorengan thok. Iku wae olehku mangan karo kesusu, selak momonganku mulih seka sekolah. Nek konangan sida cilaka tenan, rebutan gorengan. Najan anak Cina ning momonganku kuwi kalebu dremban, panganan apa wae, apa maneh gorengan, ya doyan wae.

"Lha steak wedhus mau rak ya isih ta? Wong kok olehe ora nrimakna bendara. Aku iki kurang apik piye he? Rumangsaku nek karo panganan aku ki ra tau nglarang kowe mangan," kandhane Nyonyah karo mecucu.

"Wegah marai penyakit Nyah. Mengko gek sesuk mbok titik, rak tiwas ra dadi daging," sumaurku.

"Gundhulmu kuwi!" sumaure Nyonyah karo lunga.

Mari Memperkosa Daming Insane

Anda tahu Daming Sunusi? Saya baru tahu Selasa lalu. Dan saya merasa perlu untuk membuat postingan ini karena saya gagal melempar asbak ke mukanya.

Hakim ibaratnya dan atau mengibaratkan diri sebagai manusia setengah dewa, sebagai tangan kanan dewa untuk memutuskan sebuah perkara itu harus ber-ending bagaimana. Dan calon hakim agung yang juga anggota Komisi III DPR RI ini entah karena sudah berpengalaman memperkosa orang atau telah melihat istri atau anaknya diperkosa orang atau adalah anak hasil perkosaan mempunyai pemikiran yang seksi, seseksi DP saat nari bugil di film terbarunya, Nyi Blorong.

"Hukuman mati tidak  layak bagi pelaku pemerkosaan. Karena pemerkosa dan yang diperkosa sama-sama menikmati."

Saya benar-benar merinding sewaktu membaca berita pernyataan itu. Bercanda? Ah yang bener saja! Orang bercanda juga ada tempatnya.

Kendati permintaan maaf juga telah dilontarkannya karena mungkin semalaman dia telah berfikir (utamanya itu menyangkut berhasil tidaknya dia meraih posisi hakim agung) dan baru menyadari bahwa dia dilahirkan dari rahim seorang perempuan dan bukan dari rahim kadal atau buaya ataupun srigala, namun saya yakin hati masyarakat (perempuan pada umumnya) sudah terlanjur tersakiti. Kendati memaafkan itu bukan masalah yang mustahil namun tetap akan mengingat tinta hitam yang keluar dari mulut seorang bapakyang juga mempunyai anak perempuan ini.

Memang, manusia itu tidak ada yang sempurna, khilaf dan salah adalah tempatnya. Maka buat apa pula ada pengadilan kalau semua salah bisa dianggap sebagai suatu kekhilafan? Toh penghuni tempat terhormat (pengadilan) tersebut adalah manusia-manusia yang kurang atau tak terhormat, hanya gila hormat.

Dan maling uang rakyat atau koruptor pun tak perlu penjara, karena kasihan banget, sudah kaya kok dipenjara. Atau anak pejabat yang menabrak mobil hingga menewaskan seorang bapak dan seorang bayi juga tak perlu dipenjara. Kasihan, dia khan masih kuliah, lagian ketiak bapaknya terlalu wangi untuk disibak.

Saya (dan kebanyakan masyarakat) telah krisis kepercayaan kepada penggede praja. Meragukan kinerja mereka selama mereka hanya memikirkan masalah perut dan di bawah perut saja.

Atau pula saya harusnya menyalahkan guru bahasa Indonesia, yang gagal memberi pengajaran berbahasa Indonesia yang baik dan benar kepada mereka sehingga mereka hanya cakap menguap, tidak cakap bercakap, bercakap yang menggunakan hati dan pikiran. Ataukah guru agama dan guru BP, yang gagalmemberi bimbingan rohani kepada mereka.

Pertanyaan saya: Akankah menteri urusan peranan wanita melakukan suatu tindakan terkait pelecehan terhadap perempuan ini? Apa yang terhormat menteri lakukan terhadap pelecehan terhadap perempuan yaang ada di Indonesia selama ini? Di mana beliau?

Minggu Pagi di Victoria Park

"Mentang-mentang sebutannya pahlawan devisa, terus kamu berharap dihargai sama negara?" ~ Mayang-Minggu Pagi di Victoria Park

Ketika aku pergi sebagai babu berkualitas ekspor untuk pertama kalinya, aku tidak tahu kalau kemudian aku bakal disebut sebagai pahlawan devisa. Devinisi pahlawan devisa sendiri masih mengambang, antara mengerti dan tidak memahami seutuhnya. Dan siapakah yang berhasil mengerti dan memahaminya arti kata "pahlawan devisa' yang sebenar-benarnya?

Ya, mungkin banyak yang mampu kalau hanya sekedar menuliskannya dalam selembar kertas atau mengunggahnya dalam postingan blog. Atau mungkin pula dalam onani politik yang dibumbui dengan ucapan menjanjikan dan rayuan gombal mukiya. Maaf, mungkin aku terlalu hiperbola dalam menguraikan keprihatinan saya terhadap diri pribadi yang setengah matang memahami bangsa sendiri.

Tahun lalu tepatnya pada acara Indonesian Movie Week yang diadakan di UE Cinema Causeway Bay, Hong Kong, film Minggu Pagi di Victoria Park (MPdVP) yang disutradarai oleh Lola Amaria tersebut menjadi perbincangan seminggu di Hong Kong. Sedangkan oleh TKW Hong Kong sendiri perbincangan itu tak cukup seminggu. Kesan yang diperoleh dari film itu terlalu dalam bagi kami.

Hingga saat KJRI-Hong Kong menyewa Sunbeam Theater untuk memutar film MPdVP pada Minggu (24 Juli 2012), film itu pun masih menjadi perbincangan hangat di kalangan Buruh Migran Indonesia. Namun uniknya, film yang diputar secara gratis untuk undangan perwakilan organisasi dan instansi BMI yang ada di Hong Kong ini sepi penonton.

Undangan itu sendiri datang padaku pukul 4 sore padahal film diputar pada pukul 2 siang (yang menyebar undangan kelupaan). Kecewa? Tidak sama sekali! Toh film tersebut sudah pernah aku lihat di Youtube secara gratis pula. Bahkan seandainya tiket tersebut datang awal-awal hari sekalipun, aku juga tak berniat untuk melihatnya. Sungguh!

Kawan-kawan dari organisasi lain juga menyerukan hal yang sama. Malam hari itu ketika kami saling bertukar pendapat tentang perkembangan situasi dan isu TKW Hong Kong yang terbaru, masing-masing kami memegang tiket yang sudah kadaluwarsa itu. Seperti disetujui, tiket tersebut kemudian menjadi serpihan-serpihan kecil untuk kemudian masuk ke tong sampah.

Entah apa yang akan dirasakan oleh Lola Amaria ketika membaca atau melihat kejadian itu. Mungkinkah dia akan marah atau tersinggung, sakit hati, merasa tidak dihargai atau bahkan direndahkan atau biasa-biasa saja? Entahlah.

Tapi tahukah dia tentang perasaan kami sewaktu melihat film itu? Atau pernahkah dia mencoba berfikir tentang perasaan kami? Entahlah pula.

Jujur, film itu luar biasa. Sinematographynya, musiknya, settingnya, alurnya, flashback ceritanya, perfect. Tapi ceritanya yang membuat kami sakit hati.

Pun banyak kejanggalan di film ini yang membuat kami bertanya, sekiranya sejauh mana observasi yang dilakukan Lola sebelum pembuatan film ini? Costum yang salah, bahasa yang salah dan banyak lagi.

Seperti contoh: mengambil anak dari PJTKI juga seenak itukah? Hanya diseret keluar oleh bapaknya, sudah selesaikah? Kenyataannya untuk mengambil anak dari PJTKI, orang tua harus mengeluarkan sejumlah uang tebusan, belum lagi algojo PJTKI yang garang.

Terlebih dengan menambahkannya peran Gandi, sosok pegawai KJRI yang membantu para TKW. Mungkin ini adalah cara paling aman untuk memuluskan film ini di hadapan konjen, haha! belum ada dalam sejarahnya pegawai KJRI yang peduli kedapa TKW hingga sedetil itu.  

Memang sebuah film tidak bisa mengupas semua hal. Hal per-TKW-an Hong Kong sungguh kompleks karena menyangkut dan menyinggung banyak pihak. Mungkin itu pula yang mendasari pemikiran sang sutradara. Tapi logika dalam cerita itu ada khan? Lalu bagaimana dengan seorang pembantu yang baru 3 bulan bekerja bisa menerima tamu di rumah majikannya yang cerewet? Bisa minta ijin keluar malam-malam?

Sisi negatif dari TKW Hong Kong, terlilit hutang, tentang lesbian, tentang freesex memang ada. Aku juga tidak bermaksud menutup-nutupi atau apa. Tapi dengan jumlah 152.000 TKW Hong Kong yang ada di Indonesia, berapa persen sih yang melakukan tindakan menyimpang itu? Lalu adilkah bila menggeneralisasikan semuanya?

Memang dunia pertelevisian & perfilman Indonesia telah penuh dengan segala tanyangan yang kurang mutu seperti  sinetron-sinetron serial di TV Indonesia dan film yang berhantu-hantuan atau girl band dan boyband yang cuma modal tampang doang. Dan akankah menambah kekurangmutuan tersebut dengan menjejali masyarakat dengan sebuah tayangan film berkelas Internasional yang tidak bisa memberikan dampak positif kepada pemirsanya?

Di ujung telponnya simbok menangisiku karena takut aku tergelincir dalam pergaulan yang tidak benar dan itu belum pernah menjadi kekhawatirannya terhadapku sebelumnya. Simbok percaya sepenuhnya bahwa aku baik-baik saja. Namun tidak demikian setelah beliau melihat film ini. Dan gremengan tetangga kiri-kanan yang mengkait-kaitkan aku yang TKW Hong Kong dengan film tersebut dan itu membuat pikiran simbok dan ketakutan simbok. Lalu apa salahku? 




(tulisan ini mengendap di draft sejak 13 Juli 2012)

Cabut Gigi di Hong Kong

Ini adalah cerita seorang kawanku, blogger kawak yang kini lupa password & e-mail untuk masuk ke blognya. 

Aku memanggilnya Camat, nama aslinya sih kalau nggak salah adalah Hariyati. 44 tahun, ibu dari dua orang anak dan simbah dari si gendut Iqbal.

Malam itu kami sedang tapino di Maxim Wanchai. Tapino adalah makan dengan mencelupkan/merebus segala sayur, daging, ikan, jamur, udang, tahu dan sebagainya ke dalam sup yang mendidih. Setelah matang, sayur atau daging tersebut lalu dimakan dengan berbagai pilihan saos.

"Untuku itu krowak lha kalau musim dingin khan sengkrang-sengkrang. Lha daripada gitu khan mending dicabut sekalian," katanya mengawali kisah untu-nya.

"Ada banyak teman, rencananya aku, Dwik (mbak Wik), Neni sama siapa aku lupa, Wiji! Anak empat mau nyopotin gigi semua," katanya.

Sampai di sini aku masih belum ngerti. Apakah mereka akan nyopotin gigi di Indonesia ataukah di Hong Kong.

"Jadi semua cuti bareng gitu? Di Indonesia?" tanyaku.

"Enggak, ya ndek kene. Ya di sini. Jadi ada dokter gigi Indonesia di Hong Kong, murah, sebelah mana aku lupa wong wis suwe kok," katanya.


Cerita mengalir hingga membuatku tertawa dari awal hingga akhir cerita. Aku tahu itu semua cerita yang sesungguhnya, adik Camat, mbak Dwi juga sedang makan malam bersama kami dan membenarkan adanya cerita konyol tersebut.

"Jadi aku disuruh duluan buat percobaan. Trus aku diimpus, satu kali. Trus dokternya tanya: masih sakit?"

"Masih," jawabku. Trus diimpus lagi. masih sakit lagi. Trus diimpus itu ada kalo enam kali baru enggak terasa," kata Camat.

"Jadi itu di klinik?" tanyaku.

"Ndek omah," jawab mbak Dwi.

"Jadi mbak Wik tahu itu, pas Camat dieksekusi itu?" tanyaku.

"Ya weruh, tahu! Wong aku ndek kono lho," jawab mbak Dwi.

"Kursinya tuh tua reyot. Jadi pas eksekusi itu kursinya bunyi kreyot-kreyoet gitu. Camat kayak diperkosa," kata mbak Dwi sambil terkekeh.

"Wong ndek ndandani untu itu lho di rumah, asistennya ya istrinya," jelas mbak Dwi.

"Oh...kirain di klinik," kataku.

"Emhai a, bukan! Ya ndek omah.

Aku tertawa.

"Udah itu semua peralatan dikeluarkan. Trus dia ambil tang," lanjut Camat.

"Tang? Beneran?" tanyaku.

"Iya. Trus dicabutnya gigiku. Lha kok gak copot. Udah habis itu gantian sama istrinya," kata Camat dengan mempraktekkan tangannya pura-pura memegang tang.

"Itu dokter Cina Indonesia gitu ya?" tanyaku.

"Itu Cina Indonesia yang di sini. Tukang gigi eh ahli gigi itu lho," kata Camat.

"Oalah...," aku baru paham.

"Trus sama tang itu dicabut tapi gak kuat, enggak copot. Gantian sama istrinya. Trus untuku dipasah sampai darahnya berceceran,"

"Tapi enggak sakit khan?" tanyaku.

"Ora. Wong disuntiknya aja enam kali kok," jawab Camat.

"Wakakakak...."

"Akhirnya diambilin "pethil" trus untuku dipatok. Thok Thok Thokk!! Tapi enggak terasa Rie," kata Camat.

"Kata doktere: ini gigi kalau diambil sekali enggak bisa, jadi giginya harus dipecah. Trus gigiku dipethil (dipalu). thok thokk thok!!! Darah dleweran. Tapi gak krasa Rie, gak terasa sakit," kata Camat.

"Wakakakakakkk..."

"Temen-teman tanya: Sakit nggak Mat? Sakit nggak Mat?
Enggakk!" jawabku.

"Wakakakakk...."

"Trus berhasil enggak Mat?" tanyaku.

"Berhasil tapi walhasil temen-temen yang lain enggak jadi cabut gigi karena ngeri melihatku," jawabnya.

"Wakakakakk...."

"Iya Lepas itu dia (camat) nyuruh aku (mbak Wik): "Gakpopo Wik. Mari ngene kowe Wik, enggak sakit kok."
Tapi air matanya netes tes tes dleweran," kata mbak Dwik.

"Melihat wajahnya abang ireng, air matanya netes tes tes, melas," tambah mbak Wik.

"Wakakakk...."


Mencoba menuliskan cerita "untu" tapi ternyata kurang nendang, wkwkwk...lebih ngakak bila denger rekamannya dengan cara Camat bercerita yang ekspresif banget.
Berikut adalah rekaman video yang aku unggah di youtube. Namun karena video ini aku ambil dengan curi-curi (pura-pura memegangi HP), jadi maaf kalau kualitas videonya amburadul sekali. Silakan melihat dan dijamin pasti ngakak!!



Serius, Saya Sedang Butuh Bantuan

Saya ngeblog sejak September 2007, namun lamanya waktu bukan berarti saya sudah menguasai dunia perbloggingan. Beberapa kendala seperti sempitnya waktu ngeblog (khan babu) dan godaan syetan dari negeri yang bernama Pesbuk juga rasa malas yang tumpuk undung kemudian menjadi alasan.

salah satu dari puluhan masukan buat saya, terimakasih ya
Pernah hiatus selama setahun karena melihat hijaunya rumput di negara Pesbuk. Namun akhirnya kembali ke jalan yang benar dengan ngeblog lagi berkat dukungan dari beberapa kawan blogger dan e-mail yang bertubi-tubi dari pembaca. Untuk itu saya berterimakasih sekali, -eh ternyata blog wadul, umuk dan rasan-rasan ini ada juga pembaca setianya. Alhamdulillah.

Layout blog ini juga sudah sejak tahun 2010, bulan berapa saya lupa. Dan karena malas juga sampai sekarang saya tidak mengganti tampilannya.

Ada beberapa keberatan tentang tampilan blog ini yang saya terima dari kawan-kawan blogger. Bahkan kang Rawins yang super reseh itu mengikrarkan diri tidak akan komentar di blog saya karena captcha atau word verification di setiap hendak komentar.

Lhah awalnya dulu karena banyak spammer mampir saya beri captcha tapi setelah beberapa complaint, eh pas mau dibalikin enggak bisa.

Maaf, bukan saya tak berusaha yang terbaik. Tapi entah mengapa saya tidak bisa mengubah setting di blog ini. Hari ini, sudah tiga kali saya mengganti layout dengan harapan bisa mengembalikan bentuk awal komentar, namun ternyata sama saja. Saya sudah mengubek-ubek mbah gooegle, menangis di tante wiki hingga mencak-mencak di blogger help group, tapi haslnya tak ada.

Setiap kali saya terbentur dengan notifikasi seperti gambar di samping, yang membuat saya pengin melempar laptop pinjeman dari bos yang saya pakai ini. Saya juga merasa tidak nyaman, amat sangat tidak nyaman. Namun saya sudah mentok tak tahu harus bagaimana. Adakah kawan yang mau berbagi ilmu, membantu saya? Please....

Pengin Kaya? Nikah Siri Saja dengan TKW Hong Kong!

Saya pernah menggugat doktrin bahwa TKW itu kumpulan wanita-wanita yang bodoh, namun saat ini saya akan membenarkan bahwa "sebagian" TKW Hong Kong itu goblok. Memang ada yang goblok.

Gobloknya itu saat kesandung cinta. Cinta yang entah ditawarkan oleh tukang jamu keliling atau tukang rokok eceran ataupun artis jalanan alias tukang ngamen yang kebetulan sedikit melek internet dengan tahu sedikit tentang internet khususnya jejaring FB.

Enggak semuanya sih, karena yang kesandung cinta juga hanya sebagian. Dan sebagian kecil dari yang sebagian itu bertemu dengan lelaki beneran, sedang yang sebagian besar dari sebagian itu bertemu dengan lelaki enggak bener. Kalau sudah begitu apeslah sudah.

Ini adalah fenomena baru yang merebak di kalangan TKW Hong Kong. Dan dengan postingan ini saya mengajari Anda (khususnya yang lelaki enggak bener) untuk menjadi kaya tanpa harus bersusah payah bekerja. Ya, nikah siri saja dengan TKW Hong Kong. Serius!

Ada seorang kawan yang baru pulang mudik beberapa bulan yang lalu. Awal kedatangannya ke Hong Kong, mukanya berseri-seri. Bahagia dengan titel barunya, married alias sudah menikah.

Takut dijuluki prawan tua karena enggak laku-laku, kawan ini menikah siri dengan seorang pria yang dikenalnya selama dua bulan lewat jejaring Facebook.

Dari foto yang diperlihatkan kepadaku, wajah cowok itu ibarat sekilo aja kurang tujuh ons, yang artinya ancur banget. Maaf, saya bukannya sedang judge people by his face tapi wajah itu memang amat njomplang sekali bila disandingkan dengan kawan saya yang manis, semok dan berBH 34 D ini. Ya mungkin inilah keadilan Tuhan bahwa orang yang berwajah jelek itu mempunyai kelebihan mulut untuk merayu (alhamdulillah saya berwajah tidak jelek yang tidak bisa merayu).

Cowok yang di FB mengaku bujangan ini sewaktu ditemui di Indonesia ternyata duda. Itu sih "katanya". Si cowok mengaku takut kalau cewek tadi menghindarinya kalau tahu dia berstatus duda. Si cowok entah dengan aji-aji jaran goyang dari dukun mana mengatakan bahwa dia bener-bener mencintai cewek tersebut. Dan berniat sungguh-sungguh untuk menikahi sang cewek. Cewek kemudian luluh, trenyuh, terhanyut, kintir dan kemudian klelep di samudra rayuan gombal mukiya si cowok.

Berhubung waktu cuti hanya dua Minggu dan persiapan untuk menikah menjadi alot karena cowok tidak bisa menunjukkan Kartu Keluarga dan akte kelahirannya, nikah yang sebenernya enggak jadi. Eh, maksud saya, nikah di catatan sipil (KUA) tidak dilaksanakan. Adam dan Hawa yang tak lepas dari hubungan telpon ini akhirnya memutuskan untuk nikah siri. Jreeeeeeeennggggg...!

Setelah waktu bulan madu tetek bengek yang menghabiskan sembilan juta lebih sekian, tibalah waktunya cewek yang kawanku tadi untuk kembali ke habitatnya, mbabu lagi di Hong Kong.

Eh, sebelum kembali ke Hong Kong si cewek membelikan sebuah sepeda motor Yamaha Mio warna merah. Gres!

Setelah servis sehari semalam untuk bekal selama dua tahun kontrak di Hong Kong akhirnya tiba masa untuk melambaikan tangan dan mengucap good bye.

Di dalam kabin pesawat mulai sebelum take off hingga landing di Chek Lap Kok airport Hong Kong, entah berapa bungkus tisu telah dihabiskan cewek dalam rangka mengelap umbel dan air mata. Malah satu rol toilet paper juga dicurinya dari toilet pesawat sewaktu stok tisunya habis.

Seminggu pertama masih ada rindu dan cinta. Minggu kedua juga sama. Minggu ketiga pulsa suami dijatah dari Hong Kong. Minggu keempat tagihan pertama datang.

"Mah, ban sepedanya kena paku trus aku nyungsep di got," sms sang suami.

Besok hari, sekian ratus ribu dikirim ke rekening suami.

Tagihan kedua datang seminggu setelahnya.

"Mah, aku dulu punya pinjeman sama temen untuk biaya wira-wiri saat mamah di rumah, sekarang dia nagih-nagih," inbox sang suami.

Besok harinya sang istri mengirimi sekian jt.

Hal semacam ini dan atau dengan alesan yang bermacam-macam sang suami meminta sang istri yang jempalitan kerja 16 jam sehari dari ngosek WC hingga mijetin bosnya di Hong Kong. Lama-kelamaan sang istri capek hingga curiga.

Sewaktu sang istri mencueki suaminya dengan mengabaikan sms atau inbox, maka suami akan mencak-mencak hingga marah-marah di telepon.

Usia pernikahan siri itu baru empat bulan tapi sang istri sudah teramat capek dengan semua itu. Dia kemudian meminta bantuan kakaknya untuk menyelidiki suaminya.

Pernyataan kakaknya mengejutkannya. Bahwa suaminya tidak kekurangan satu apapun di rumah bahkan sudah tidak bekerja lagi. Hari-hari hanya kliteran dengan Yamaha Mio yang sudah dipreteli dijadikan bentuk entah apa.

Sang istri kurang percaya. kemudian bertanya pada kakak perempuannya, tetangganya dan temannya. terakhir temannya, jawaban mereka sama. Bahkan temannya itu malah menyarankannya untuk minta cerai saja.

Cerai? Menikah di KUA saja enggak kok. Maksudnya talak tiga ya?

Ya.

Dan sebagai seorang muslim yang walau enggak lurus-lurus amat tapi enggak bengkok-bengkok banget, sang istri minta talak tiga kepada suaminya dengan alasan sudah tak kuat lagi melanjutkan hubungan mereka.

Suami marah.
Amat marah.
Amat sangat marah sekali banget.

Namun beruntung akhirnya sang suami ini menjatuhkan talak tiga setelah ditawari dua juta rupiah. Dua juta rupiah untuk talak tiga. Dan entah berapa puluh juta rupiah sebelumnya yang telah terkuras dari celengan kawan saya.

Janda tanpa surat cerai ini kini merasa bebas, terlepas dari cinta yang membutakannya.

***

Banyak cerita senada yang terjadi pada kawan saya yang lain. Ada cowok yang beralasan surat cerainya belum keluar sehingga memilih nikah siri, ada tidak mau cerai kemudian nikah siri. Ada pula yang dengan alasan Jawa, hitungan tanggal kurang pas atau apa.

Goblok ya?

Benar kata mbah Sujiwo Tejo, hal tersulit adalah menasehati orang yang sedang jatuh cinta. Dan hal tersulit lainnya adalah bagaimana menganggapi cerita kawanmu saat dia jadi korban cinta.

Sudah Sembuh Tapi Terpaksa Nginep di RS Lagi

Seorang anak yang dinyatakan boleh pulang dari Rumah Sakit (RS) terpaksa harus mendekam sehari lagi di RS lantaran uang kiriman dari ibunya belum masuk rekening. Walhasil jatah membayar biaya RS jadi membengkak, ini terjadi pada anak kawan saya.

Kawan saya, Anggie,  yang adalah adalah ibu dari anak yang sakit tersebut, melalui telepon curhat kepada saya.

Pada tanggal 31 Desember, anak laki-lakinya masuk ke RS karena tipes dan gejala DB. Ini membuat hati Anggie gonjang-ganjing, tak keruan. Ibu dua anak ini baru bisa mengirimkan uang melalui jasa pengiriman uang kilat Surya Jaya Express (SJE) cabang Lok Fu. Uang sejumlah tiga juta dijadwalkan masuk ke rekening anak laki-lakinya hari itu juga, sejam setelah jam pengiriman. Dan uang itu juga dianggunkan untuk membayar biaya RS sang putra.

Namun sekian jam setelah kirim, uang itu belum masuk rekening anaknya juga. Anggie panik.

SJE cabang Causeway Bay
Anggie menelpun hotline SJE. Hotline SJE mungkin sejalur dengan KJRI, ditelpon beratus kali oleh Anggie dan adiknya (yang juga sama-sama bekerja di Hong Kong) tapi enggak diangkat juga. Hotline menggantung.

Pada tanggal 4 Januari sore anak Anggie diperbolehkan untuk pulang, namun dengan tanpa uang di tangan terpaksa perjaka umur 22 tahun itu harus menginap lagi di RS.

Sore itu (4 Jan), Anggie mengirim pesan Whatsapp kepadaku, meminta aku untuk mampir ke kantor cabang SJE yang berada di Causeway Bay untuk menanyakan nomer hotline SJE, kali aja ada nomer hotline lebih dari satu. Kebetulan sore itu jadwalku membeli perlengkapan sekolah untuk momonganku di Causeway Bay. Aku pun menyempatkan diri ke sana.

Loket SJE tutup. Orang yang berkepentingan disilakan ke toko emas di samping loket (toko emas itu juga milik bos SJE). Seorang mbak, yang aku enggak tahu namanya menyapaku dengan panggilan ramahnya tanpa melihat wajahku.

"Mau apa mbak?" tanyanya. Tangannya masih sibuk dengan nota-nota pembelian yang ditumpuknya kemudian dibendel jadi satu.

"Mau tanya mbak, pengiriman berapa lama?" tanyaku.

"Satu jam," jawabnya sambil menyalin entah apa, masih belum menatapku.

"Tapi kok teman saya kirim empat hari belum sampai? Dia minta Hotline Surya," kataku.

Si mbak ini kemudian menyebutkan nomer hotline SJE. Dan nomer itulah yang selama empat hari ditelpon oleh Anggie namun selalu tidak tersambung. Aku menelepon Anggie.

"Nomere iki Mat?" kataku pada Anggie (aku memanggil Anggie dengan sebutan Camat).

"Padha woo...sama tuh," jawabnya.

"Ya wis dirimu ngomong langsung aja sama mbaknya. Arep ngomong ra?" tanyaku.

"Ya," jawab Anggie.

"Mbak, temenku mau bicara sama mbak, mau tanya langsung," kataku kepada mbak penunggu SJE.

Dia tak mengindahkanku.  HP yang aku sodorkan ditolaknya. Dia kemudian memberondongku dengan berbagai pertanyaan..

"Nomer pengirimannya berapa? Atas nama siapa? Pengirimnya siapa? Kapan tanggal kirimnya?" tanyanya.

Aku menjawabnya setelah bertanya kepada Anggie terlebih dahulu.

"Jumlahnya berapa?" tanyanya lagi.

"Tiga juta dua ribu tujuh ratus lima belas rupiah," jawabku sesuai pemberitahuan Anggie. Tanganku masih menggenggam HP dan HP itu masih menempel di telingaku.

"Nomor HP pengirim berapa?" tanya si mbak.

Kusebutkan.

"Ngomong sendiri kenapa sih mbak? Dia mau ngomong sama mbak langsung," kataku.

Eh, enggak tahunya si mbak itu malah udur-uduran sendiri. Dia menyuruh mbak yang satunya lagi (yang kebetulan baru datang) untuk menerima telpon dan mbak yang satunya lagi menolak. Tidak ada orang yang menelpon bos SJE, kedua petugas itu malah saling lempar suruh.

"Gak onok sing gelem nampa telponmu Mat, malah udur-uduran dhewe kae," kataku pada Anggie.

"Iya wong wedi nek takunek-unekke," jawab Anggie dari ujung telpon. "Kemaren dulu ngirim telat, sekarang telat lagi, ngendi dhuwit atene digawe mbayar biaya RS. Silit tenan. Ngene iki malih anakku terpaksa nginep ndek RS maneh. Lha apa ora mbayar luwih larang," gerutu Anggie.

"Lha dirimu udah pernah kayak gitu kok ya mbok baleni maneh? Mangkane, cukup sekaliiiii...aku memakaiiii...jasa Surya Jayaaa...," kataku sambil bernyanyi.

"Lha pikirku SJE itu yang paling deket di sini. Gek kursnya tinggi. Pas aku ke pasar trus ngemenke ke SJE. Eh malah koyok taek asu," kata Anggie lagi.

"Sik Mat. Misuha dhewe sik. Taktuku ngombe," kataku. telpon kemudian aku matikan.

Aku meninggalkan mbak-mbak yang eyel-eyelan wal udur-uduran tadi untuk mengambil kacang atom Garuda (lupa membeli air) kemudian membayarnya di kasir yang berada di depan SJE (SJE berada di dalam toko Indomaret).
 Aku mbalik lagi ke SJE.

"Udah mbak?" tanyaku.

"Iya ini ditelponkan," kata mbak tadi.

Dia memang dalam posisi menelpon dan berbicara dengan entah siapa dalam bahasa Kantonis. Dan memang dia menyebut-nyebut tentang nomer pengiriman uang dan nama pengirim.

Aku jengah. Kemudian aku menyanyi lagi.

"Cukup Sekaliiii...aku memakaiii....jasa Surya Jayaaaa....tak kan terulang, kedua kaliiiiii...pakai Surya Jaya...ooooo....,"

Mbak satunya melilik. Kasir Indomaret berhenti melayani.

Beberapa kawan TKW yang kebetulan berada di toko itu tersenyum-tenyum, bahkan ada seorang yang mendekatiku kemudian bertanya.

"Ana apa mbak?"

"Ngirim lo. Empat hari enggak sampek," jawabku.

"Lha bukane sejam?" tanya si mbak.

"Expressnya Surya Jaya khan empat hari," jawabku cuek.

Aku menggeloyor pergi. Mengambil teh kotak kemudian membayar di kasir di depannya SJE. Sang kasir tertawa sambil meladeniku.

Aku mbalik lagi ke SJE, bertanya.

"Sudah mbak?" tanyaku.

Diam.

"Surya Jaya enggak punya komputer ya mbak? Ngecek aja kok pakek HP," kataku.

Dua mbak mendelik.

"Cukup sekaliii...aku memakaiiii...jasa Surya Jayaaaa....," nyanyiku lagi.

"Udah ditelpon bosnya. sedang dicek, nanti ditindaklanjuti. Nanti telpon mbaknya secepatnya," kata mbak.

"Kapan?" tanyaku.

Belum lagi si mbak petugas itu menjawabku. HPku berdering. Tertera nama bosku di layar HP. Begitu telpon tersambungkan. Suara bosku meledak-ledak diujung sana, memberi perintah ini dan itu. Terpaksa aku menyingkir dari tempat itu kemudian berlari menuju minibus station, pulang ke rumah bos.

Jam 5.29 PM foto SJE beserta penjelasan singkat aku share di FB. Dan ndelalah banyak tanggapan dari kawan-kawan yang menyatakan senasip dengan Anggie. Foto itu kemudian dishare oleh kawan-kawanku dan kawannya kawanku juga mengeshare foto itu hingga seterusnya. Aku rasa hampir seluruh TKW di Hong Kong tahu cerita ini.

Entah karena cerita ini yang meluap kemana-mana atau entah karena si mbak petugas dan bosnya bekerja keras, alhamdulillah selang tiga jam uang itu sudah masuk ke rekening anaknya Anggie.

Huftttt....

Aku baru tahu apa yang dimaksud dengan bincang-bincangku bersama bank Mandiri dahulu. Bahwa mengirim uang melalui jasa pengiriman itu selain riskan juga menguntungkan pihak yang salah (pengiriman lewat bank biaya transfernya sebagian masuk negara sedang biaya pengiriman lainnya tidak).

Kalau aku sih dari dulu tetap di bank Mandiri atau kalau ada kebutuhan mendadak ya terpaksa lewat Wesr=tern Union, walau kursnya lebih rendah tapi aman.