Banyak yang gelisah pada tanggal 1 Feb'09 kemarin. Tanggal pertama di bulan kedua di tahun kerbau itu sebenarnya diwarnai dengan hal yang biasa, hal biasa bagi Tenaga Kerja Wanita-Hong Kong (TKW-HK). Masihpun hal yang biasa tersebut menjadi sesuatu yang membingungkan sekaligus menggelisahkan di hati para TKW-HK khususnya bagi komunitas/TKW-HK muslim.
Minggu yang seperti biasa adalah sarana untuk menjalin silaturahmi, belajar bersama, pengajian bersama, mempunyai dobel pengajian. Empat! Masing-masing pengajian dilakukan secara terpisah oleh empat organisasi. Dan masing-masing pengajian dilakukan dalam dua sesi, sesi pagi dan sore.
Pengajian adalah hal yang lumrah ditemui di Hongkong. Hampir di setiap hari minggu diadakan pengajian. Sekian ustad ataupun da'i-pun di datangkan dari Indonesia. Sebut saja beberapa nama kondang pedakwah/ustad dari Indonesia seperti: KH Zainuddin MZ, Arifin Ilham, AA Gyim, Ma'ruf Islamuddin, Joko Tingkir, Evi Tamala, Ikang Fawzi, Marissa Haque, Rhoma Irama Habiburrahman, Hadad Alwi, ada juga da'i gondrong, da'i cilik, da'i gaul dan masih banyak lagi lainnya. Ups! Ada pula ustad yang dengan congkaknya mematok harga untuk bisa didatangkan (semoga ustad tersebut mendapat hidayatullah!).
Semisal beberapa minggu yang lalu Utsbiyaturrohman berhasil menggandeng AA Hadi dan Che Che Kirani, maka minggu selanjutnya ATR memboyong Hadad Alwi, kemudian FSM-BRI dengan KH Ma'ruf Islamuddin. Dan minggu yang akan datang, entah ustad yang mana lagi yang akan tampil. Mungkin juga Didi Kempot? Mungkin...
Pribadi saya penuh tanya, apakah suatu prestasi dari sekian organisasi keislaman TKW-HK itu hanya ditunjukkan dengan keberhasilan mengundang ustad saja? Semakin terkenal ustad yang dipanggil semakin meningkat pula prestasinya? Semakin sukses pengajian semakin terangkat pula namanya? Astagfirullah...semoga saya keliru!
Benar, TKW-HK membutuhkan siraman rohani, karena bekerja di negara non-islam dan dengan tugas-tugas kerja yang mengalir dari pagi hingga malam (Hong Kong=non-islam, saya tak mau menyebutkannya kafir, hanya Allah yang tahu kekafiran seseorang atau suatu komunitas). Dan majikan mungkin banyak yang kurang memahami tentang perlunya ibadah bagi pembantunya. Belum lagi mudahnya pengaruh dari luar. Salah pergaulan misalnya, bisa berakibat fatal. Sehingga di sini ceramah/pengajian memang dibutuhkan. Tapi kembali lagi ke empat pengajian di empat tempat dengan empat da'i kondang yang diadakan dua sesi dalam satu hari tentunya membuat banyak kawan berpikir, pilih sing endi?
Dan pengajian-pengajian tersebut umumnya dilakukan di ruang tertutup/gedung, dengan quota yang telah ditentukan(sesuai batas maksimal dari tempat tersebut) dan dengan infaq yang telah ditentukan pula. Sayang sekali apabila manfaat yang sekiranya bisa di dapat oleh lebih banyak orang, dibatasi oleh sekian quota saja, dibatasi oleh kemampuan seseorang untuk membayar infaq.
Mendasarkan infaq sebagai kegiatan penggunaan harta secara konsumtif, yakni pembelanjaan atau pengeluaran harta untuk memenuhi kebutuhan (bukan secara produktif), yaitu penggunaan harta untuk dikembangkan dan diputar lebih lanjut secara ekonomis (tanmiyatul maal). Yang artinya penarikan infaq sebesar sekian dolar Hongkong itu untuk diputarkan kembali guna membayar ustad dan pengadaan sarana-prasara pengajian. Jelasnya, disini infaq sebagai sebuah syarat yang bersifat wajib, seperti halnya zakat, nadzar atau kaffarah. Menarik bukan? Memang, tidak ada yang gratis di Hong Kong, semua sarana dan prasarana yang di dapat harus dengan uang. Tapi bukankah infaq itu tentang keikhlasan?
Kalau pertanyaan pertama tadi adalah: "pilih sing endi?" maka pertanyaan kedua adalah: "infaq e pira?"
Kawan, coba simak semisal sebuah fakta sebagai berikut: bahwa tanpa membayar infaq tersebut seseorang tidak bisa mengikuti sebuah pengajian, yang diharapkan sekali bisa mendatangkan kebaikan padanya, mendapatkan nilai lebih daripadaNya dengan mendengarkan siraman rohani daripada chattingan ataupun ngrasani lopan(bos). Anak yang baru datang mbabu misalnya, atau mungkin karena kebutuhan keluarga yang mendesak sehingga mengharuskannya mengirim 3,6 juta dari gajinya dan hanya menyisakan 400 ribu untuk ongkos makan dan transportasi selama empat kali libur dan beli softex thok.
Suatu hari di pojok taman Victoria yang berada di jantung Causewaybay-Hong Kong, saya pernah memimpikan (sekaligus berdoa) bahwa suatu hari semua organisasi keislaman di Hong Kong bersatu, mengadakan pengajian akbar bersama katakanlah walau bukan di gedung seperti Queen Elizabeth stadium tapi hanya menggunakan lapangan Victoria(yang pernah juga terjadi). Semua bisa datang dan menikmati siraman rohani walau berada di bawah terik matahari dan infaq bukanlah sebuah syarat tetapi lebih kepada sebuah keikhlasan seseorang untuk mewakafkan/membagikan hartanya demi ridhoNya. Apakah mimpi/doa saya ini terlalu muluk-muluk? Bisakah terbukti/terkabul?
Pertamaxxxxxx!!!!
BalasHapusDuh, akhirnya muncul juga postingan yang Islami. Ternyata blogger yang satu ini emang serba bisa. Aku yakin dalam otake udah numpuk banyak artikel yang berebut pengen di publikke.
Btw, Dai asal Sragen yang dulu tak puja semasa kecilku, H. Ma'ruf Islamuddin, sampe Hongkong juga ya. Pasti jamaah nggak ada yang ngantuk ikutin ceramah beliau.
Grup Rebanannya ikut nggak ya?
Semoga Alloh menunjuki anda jalan kebenaran, artikelnya menarik dan kritisinya sangat bagus. Sayang sekali jika kejadian seperti ini benar2 terjadi dan biasa jika penceramah yg amanah itu tau bahwa ada pembatasan maka ia punya hak utk menolak. Apakah isi ceramah sudah ditentukan pula, wah bisa bahaya kalo iya.
BalasHapus>>Omtri, alahhhh..ana2 wae.
BalasHapusRie blm pernah ikut pengajiannya beliau, kabarnya pengajiannya KH Ma'aruf selalu sukses(beliau dah datang ke HK berkali2).
>>pututik, aminn...terimakasih...sepertinya semua sudah transparan. Masing2 antara pedakwah dan pelaksana/organisasi mengetahuinya dan atau memahaminya.
Jadi inget dosa :D
BalasHapuskritis juga ulasannya, menggali kebaikan dalam keburukan yang terseubung kebaikan.
BalasHapusmaksudnya.....??? ya seperti yang rie bilang, andai Semua bisa datang dan menikmati pengajian umum dan infaq bukanlah sebuah syarat tetapi lebih kepada sebuah keikhlasan seseorang untuk mewakafkan/membagikan hartanya demi ridhoNya.
@ikhsan, wah berguna juga postingan ini, bisa mengingatkan bos alfamart, hehehe...
BalasHapus@nirmana, lov U fif........gubrakk**