Smsku tak pernah terbalaskan, hampir putus asa rasanya karena sewaktu ditelpon ke rumah, tak ada seorangpun yang mengangkatnya. 2 kakak
perempuanku tak bisa dihubungi, sedangkan kakak laki-lakiku tak bisa
kudengar suaranya sewaktu tepon tersambung, selalu begitu. Sedangkan
hanya tiga nomer itu saja yang kuketahui.
Aku tak tahu harus berbuat apa. Apakah mereka(kakak2ku) menghindariku dan merahasiakan apa yang terjadi di rumah sana? Apakah aku tak berhak untuk mengetahui kabar mereka? Kabar orang tuaku terutama bapakku yang sedang sakit parah itu?
Pikiranku jadi kacau, kapan hari aku bermimpi kehilangan gigi, gigi geraham pula. Bukankah itu kata orang pertanda yang buruk? Walaupun kenyataannya akupun kemudian benar-benar kehilangan gigi geraham kanan atasku(dicabut) karena kebanyakan makan coklat.
Aku jadi membayangkan yang enggak-enggak.
Keadaan ini membuat hatiku tak keruan, ditambah lagi dengan sikap bos yang sedang "kurang sajen" dan seakan-akan ingin menelanku hidup-hidup saja. Aku merasa Hong Kong sedemikian panas dan sesaknya. Dan HP warisan dari simbah (ibunya bos lakiku) yang 2 minggu yang lalu diberikannya padaku itupun menjadi luapan kekesalanku. Ianya kini hampir tak berbentuk, hancur di tangan kecilku yang tak berperike-HP-an.
Dan memang benar kata pepatah, sesal itu datangnya kemudian. Kembali kupunguti pecahan Hp yang yang layar retak disana sini dan penutup bagian belakang HP tidak bisa lagi di gunakan karena ada bagian yang pecah dan hilang sehingga HP terpaksa di beri dua buah karet gelang dan solasi di bagian layarnya.
Di tengah penyesalan akan kebrutalanklu terhadap Hp yang tak bersalah itu aku tertawa gelak melihat penampilan terakhir dari Hp warisan tersebut.
Kembali aku mendial nomer kakakku yang tercinta.
"Hallo ndhuk," kata mbak Titik, kakakku.
Hatiku rasanya lega teramat legaaa.... Sepertinya ini adalah suara mbak Titik yang termerdu yang pernah kudengar.
"Kok di-sms ga dibales mbak?" sergapku.
"Lha wes tak bales ngono kok. (Lha sudah aku balas kok)," jawabnya enteng.
"Lambemu mbak, wong ora ana sms saka dirimu kok(tidak ada sms darimu kok)," kataku.
"Sik tak delok e(bentar, aku cek dulu),"
Jeda sesaat.
"Oalaaaahhh...tibake tak kirim ning nomermu sing ndisik ya, hehehehe...(Oalaaaahh..rupanya aku kirim ke nomerku yang dulu, hehehehe..)," mbak Titik tertawa.
"wooo...pikun," kataku.
"Lha kok di telpon ga isa (Lha kok di telpon ga bisa kenapa)?" sergapku lagi.
"Nganu ya ga ana sinyal paling wong aku ora ning Cabak (desaku) kok, ning ndukuh kana (itu karena ga ada sinyal soalnya aku lagi di pelosok),"
"Pak e kabare piye mbak(Gimana kabarnya bapak, mbak)?" tanyaku segera.
"Lha kae. Wes mari ya, wingi kae di dongakna wong sak RT nduk. Alhamdulillah dongane mandhi. Pake tak kon tenguk-tenguk ga gelem. Kae wonge saiki lagi resik-resik latar njabuti suket. Jare ben kethok resik nek kowe muleh,...............(Lha itu. Sudah sembuh kok, di doakan oleh orang-orang se RT, Alhamdulillah doanya terkabul. Bapak aku suruh istirahat aja ga mau. Itu sekarang dia lagi mencabuti rumput. Katanya biar kelihatan bersih waktu kamu pulang nanti....) "
..........................
Hatiku legaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa sekali.
Alhamdulillah.
Aku tak tahu harus berbuat apa. Apakah mereka(kakak2ku) menghindariku dan merahasiakan apa yang terjadi di rumah sana? Apakah aku tak berhak untuk mengetahui kabar mereka? Kabar orang tuaku terutama bapakku yang sedang sakit parah itu?
Pikiranku jadi kacau, kapan hari aku bermimpi kehilangan gigi, gigi geraham pula. Bukankah itu kata orang pertanda yang buruk? Walaupun kenyataannya akupun kemudian benar-benar kehilangan gigi geraham kanan atasku(dicabut) karena kebanyakan makan coklat.
Aku jadi membayangkan yang enggak-enggak.
Keadaan ini membuat hatiku tak keruan, ditambah lagi dengan sikap bos yang sedang "kurang sajen" dan seakan-akan ingin menelanku hidup-hidup saja. Aku merasa Hong Kong sedemikian panas dan sesaknya. Dan HP warisan dari simbah (ibunya bos lakiku) yang 2 minggu yang lalu diberikannya padaku itupun menjadi luapan kekesalanku. Ianya kini hampir tak berbentuk, hancur di tangan kecilku yang tak berperike-HP-an.
Dan memang benar kata pepatah, sesal itu datangnya kemudian. Kembali kupunguti pecahan Hp yang yang layar retak disana sini dan penutup bagian belakang HP tidak bisa lagi di gunakan karena ada bagian yang pecah dan hilang sehingga HP terpaksa di beri dua buah karet gelang dan solasi di bagian layarnya.
Di tengah penyesalan akan kebrutalanklu terhadap Hp yang tak bersalah itu aku tertawa gelak melihat penampilan terakhir dari Hp warisan tersebut.
Kembali aku mendial nomer kakakku yang tercinta.
"Hallo ndhuk," kata mbak Titik, kakakku.
Hatiku rasanya lega teramat legaaa.... Sepertinya ini adalah suara mbak Titik yang termerdu yang pernah kudengar.
"Kok di-sms ga dibales mbak?" sergapku.
"Lha wes tak bales ngono kok. (Lha sudah aku balas kok)," jawabnya enteng.
"Lambemu mbak, wong ora ana sms saka dirimu kok(tidak ada sms darimu kok)," kataku.
"Sik tak delok e(bentar, aku cek dulu),"
Jeda sesaat.
"Oalaaaahhh...tibake tak kirim ning nomermu sing ndisik ya, hehehehe...(Oalaaaahh..rupanya aku kirim ke nomerku yang dulu, hehehehe..)," mbak Titik tertawa.
"wooo...pikun," kataku.
"Lha kok di telpon ga isa (Lha kok di telpon ga bisa kenapa)?" sergapku lagi.
"Nganu ya ga ana sinyal paling wong aku ora ning Cabak (desaku) kok, ning ndukuh kana (itu karena ga ada sinyal soalnya aku lagi di pelosok),"
"Pak e kabare piye mbak(Gimana kabarnya bapak, mbak)?" tanyaku segera.
"Lha kae. Wes mari ya, wingi kae di dongakna wong sak RT nduk. Alhamdulillah dongane mandhi. Pake tak kon tenguk-tenguk ga gelem. Kae wonge saiki lagi resik-resik latar njabuti suket. Jare ben kethok resik nek kowe muleh,...............(Lha itu. Sudah sembuh kok, di doakan oleh orang-orang se RT, Alhamdulillah doanya terkabul. Bapak aku suruh istirahat aja ga mau. Itu sekarang dia lagi mencabuti rumput. Katanya biar kelihatan bersih waktu kamu pulang nanti....) "
..........................
Hatiku legaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa sekali.
Alhamdulillah.