Diuber Petugas Imigrasi Hong Kong Hingga Jadi Lonthe Murahan

Tiga e-mail mampir di keranjang inboxku. Bukan spam, itu e-mail benar. Yang artinya memang tiga orang yang mengirim e-mail padaku sengaja menuliskan dan atau mengharapkan bertemu denganku. Dan hari ini (8 Agustus'10), itu terjadi. Aku berjumpa dengan mereka, tak hanya mereka bertiga tapi sembilan!

Mereka bukan kawan dekatku, bukan pula orang yang pernah kukenal. Satu kalipun aku belum pernah menjumpai mereka. Namun mengapa aku percaya dan segera menemui mereka begitu waktu yang telah disetujui tiba? Padahal seharusnya pukul 8 malam aq sudah harus pulang ke rumah majikanku. Mengapa? Tentu ada alasan yang amat kuat. Begini...

Mereka mengenalku di sini, di dunia maya melalui jejaring blogspot yang sudah kubangun sejak 17 September 2007 lalu, hampir tiga tahun. Saat itu mereka mengaku jengah bermain dengan Yahoo Messenger ataupun Facebook dan mencari kesibukan lain dengan browsing artikel tentang TKW-Hong Kong atau berita dari Indonesia.

Kesembilan wanita umur 30-41 tahun, rata-rata telah berkeluarga. Dan dari latar belakang kehidupan yang berbeda-beda namun hampir senada. Kesembilan dari mereka Over Stay (OS), yaitu sebuah istilah untuk sebutan TKW yang tinggal secara illegal di Hong Kong. Penyebabnya adalah karena mereka gagal untuk mencari majikan setelah masa tenggang dua minggu setelah kontrak kerjanya berakhir. Lihat, di Hong Kong mempunyai aturan two weeks rule yang artinya TKW diharuskan mendapat majikan lagi selama masa dua minggu, kalau dia tidak bisa mendapatkan majikan selama dua Minggu maka dia harus pulang ke Indonesia. Umumnya, kebutuhan ekonomi yang makin tinggi di Indonesia menjadikan mereka takut untuk pulang karena gagal. Maka itu mereka kemudian memilih untuk bersembunyi dari Imigrasi yang menyebabkan status mereka berubah illegal.

Beberapa yang pandai melapor pada imigrasi Hong Kong untuk mendapatkan Immigration Ordinance, sebuah surat yang menyatakan bahwa seseorang itu boleh tinggal (tinggal di Hong Kong) dengan catatan tidak boleh bekerja. Keadaan ini menyulitkan, mengingat kebutuhan hidup di Hong Kong relatif tinggi. Walaupun masing-masing mendapat tunjangan berupa uang 1000 dolar, beras, susu dan makanan kering pada setiap bulannya, toh itu belum bisa menutup biaya hidup mereka selama sebulan. Maka mereka akan membanting tulang untuk menutup biaya hidup sekaligus mengirim uang ke kampung halaman. Tak jarang, banyak yang bekerja di warung-warung makan sebagai tukang cuci atau tukang masak, bisnis kecil-kecilan seperti menjual makanan, pulsa atau alat-alat elektronik. Bahkan tak sedikit pula dari mereka, entah karena kurang gigih bekerja atau karena kemampuan mereka terbatas dan kurang beruntung kemudian menjajakan diri di pinggir-pinggir jalan sebagai, maaf, lonthe! Yang harga jualnya semalam tak lebih dari 200 dolar Hong Kong atau sekitar Rp.230.000 plus ketakutan terjangkit penyakit kelamin.

Mereka berkeluh kesah padaku. Kadang ada isak tangis kadang pula tawa kami tergelak. Banyak cerita yang membuat dadaku sesak dan berkali-kali aku mengucapkan syukur pada Tuhan bahwa aku adalah orang yang beruntung, beruntung masih menjadi pembantu yang normal, dalam artian tidak terbentur dengan masalah-masalah pelik seperti mereka. Alhamdulillah.

Bayang-bayang petugas imigrasi menghantui setiap hari-hari mereka, bayang-bayang besarnya kebutuhan yang harus dikirim ke Indonesia untuk keluarga juga meresahkan mereka. Keadaan sulit ini diperparah pula dengan rasa iri benci yang kadang ada diantara sesama kawan dari Indonesia (sesama kawan OS) yang melihat keberuntungan teman lainnya kemudian melapor/menelpon polisi yang berujung ke imigrasi. Simalakama! Ibarat sudah jatuh tertimpa traktor pula.

Banyak yang aku petik dari pertemuan dengan mereka. Masih dan akan selalu terngiang ucapan mereka, "Jangan membayangkan enaknya hidup di negri orang, semua ini perjuangan keras. Utamanya kalau kamu memutuskan untuk OS, hidup mati taruhannya. Dan skill apa yang kamu miliki untuk bisa OS?"

Ya, kalau kerja keras memang sudah menjadi ciri dari pembantu, buruh, namun skill/kemampuan/kelebihan juga mutlak dimiliki untuk bertahan di kerasnya kehidupan di perantauan. Tak ada pundak untuk airmata cengeng itu, karena airmata bukan hak dari pekerja keras seperti kami.

24 komentar :

  1. Ha?? ada yang kayak gitu juga?? wah baru tahu dari postingan yang ini. artikel yang bagus. Banyakin berita yang kayak gini ya.

    BalasHapus
  2. yang seperti ini mestinya diketahui oleh keluarganya di Indonesia
    betapa yang mereka kirimkan adalah uang hasil jerih payah penuh perjuangan.

    Ada rencana ustad dari Jogja romadhon ini mau ke Taiwan namanya Ust Ma'ruf amary, siapa tahu nanti ceramah di depan temen2

    BalasHapus
  3. pemerintah indonesia (kbri) mustinya ngerti situasi kayak gini khan? trus kira-kira bagaimana mereka mau memberi pertolongan? misalnya dengan memfasilitasi lowongan kerja, dll...

    di atas itu semua; 'GUSTI mboten sare'....semoga GUSTI melihat niat baik para OS ini dan memberi pertolongan.

    Selamat menjalankan ibadah puasa..

    BalasHapus
  4. Seharusnya pemerintah harus melindungi para TKW dan TKI di luar negeri,karena mereka adalh penyumbang devisa di negeri kita !!!

    BalasHapus
  5. Wah tulisan dan ceerita yang menarik mbak, seneng bisa masuk ke blog ini...
    keep writing

    BalasHapus
  6. jangan membayangkan enaknya di negeri orang...

    uenak tenan kok rie hidup di negeri orang. nek ra percoyo cobalah untuk hidup di negeri binatang. raenak blash...

    BalasHapus
  7. Kapan ya pekerja Indonesia (di luar dan dalam negeri) bisa hidup layak dan normal semua tanpa perlu menempuh cara terlarang?

    BalasHapus
  8. Nampaknya orang kita memang harus tegar di mana saja. Saya yg di negeri dhewek juga banyak mengalami kesulitan. Ada pungli resmi, ada preman berseragam, ada preman jalanan. Pokoknya komplit. Kalau teman sampeyan sampai kepepet ada yang dagang badan, saya masih bisa ngerti. Lha di kampung saya malah banyak anak sekolahan atau mahasiswi yang kalau malam nyambi "dodolan". Mereka tidak kepepet, malah beberapa saya tahu dari keluarga cukup. Saya rasa itu karena mereka tidak punya semangat juang untuk mengatasi kesulitan, dan cuma mau enaknya sj. Saya salut sama sampeyan dkk yg berani merantau jauh dan menanggung resiko mendapat perlakuan buruk.

    BalasHapus
  9. Cerita yang bagus. Ternyata banayk juga ya yang mengalami kesulitan seperti yang diceritakan di sini. Mungkin sanak saudaranya di Indonesia bisa jadi tidak tahu yang sebenarnya ya, mereka ya tahunya kerabatnya bekerja legal di Luar Negeri. Ya mudah-mudahan dengan saling berbagi atau saling menolong diantara sesama TKI, bisa sedikit meringankan beban saudara2 kita yang kurang beruntung di LN.

    BalasHapus
  10. Sebuah dunia yg tdk pernah dibuka untuk umum... tetap semangat ya mbak...!!!

    BalasHapus
  11. Jangankan yang merantaunya ke manca negara. Yang merantau di kota-kota besar di Nusantara pun kadang-kadang ada yang harus jadi tlembuk murahan itu, Mbak.

    Muga-muga kabeh dha slamet.

    BalasHapus
  12. Hidup benar2 penuh perjuangan ya mbak. Untuk menghadapi kerasnya hidup dengan persaingan ketat seperi sekarang ini, memang tidak cukup mengandalkan semangat, tapi juga harus disertai dengan skill.

    BalasHapus
  13. mengharukan mbak, sungguh mengharukan. hidup memang penuh perjuangan, dan bagi beberapa orang, perjuangan itu sungguh perjuangan yang sama sekali tak mudah...

    salam, d.~

    BalasHapus
  14. yah... kenapa ngga sebaiknya pulang ke Indonesia saja mbak...?? Bukannya di Indonesia jg banyak yang bisa kerjain asal punya skill dan kemauan keras???

    BalasHapus
  15. Dunia gak akan tahu tentang hal yang sebenernya kalo ngga baca tulisan seperti ini..

    semangat ya mbak!

    BalasHapus
  16. Paragraf penutup itu pahit banget. Simpati saya dari tanah air, Mbak.

    BalasHapus
  17. salam hangat dari saya! tetap semangat mbak untuk mencari uang yang halal!

    BalasHapus
  18. salam mbokayu....

    keadaan TKI di semua negara bisa di bilangsa, seperti halnya di Malaysia banyak sekali permesalahan yang tumpang tindih.

    TKI harus diberi pembinaan yang bagus sehingga siap untuk terjun ke lapangan.

    banyak juga TKI yang kurang bisa berkomunikasi dan ada yang lebih parah ga bisa mbaca, ini sangat memprihatinkan.

    BalasHapus
  19. jangan samoai menjual harga diri mbak cm demi gengsi ..
    kerja apapun di indonesia jauh lebih nyaman krena tdk ad tempat senyaman negeri sendiri,...sukses

    BalasHapus
  20. smoga sukses di rantau
    http://maarifsiregar.blogspot.com/

    BalasHapus
  21. aku...sering bangga dengan mereka. Tapi kadang kasihan...dengar nasibnya.
    Teriakkan terus nasib mereka biar semua tahu...ada orang lain diluar Indonesia yang masih berjuang.....

    BalasHapus
  22. air mata hanya akan menjadi beban tambahan bagi kita para kelas pekerja ini.

    BalasHapus

Matur suwun wis gelem melu umuk...