Obrolan Lanjutan, Calo & Juanda

Masih banyak yang belum saya tuliskan seputar obrolan dengan Hariyadi Budihardjo, ketua Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (UPT P3TKI) wilayah Surabaya dan Nurul Indah Susanti, psikolog dan direktur (PJTKI) PT. Media Hati di Surabaya.

Dalam waktu hampir satu jam, percakapan kami mbulet tapi juga melebar. Dari pertanyaan ringan seperti apa arti KTKLN hingga beberapa kasus yang saya pertanyakan beliau berdua.

"Apa sih pentingnya KTKLN bu?" tanya kawanku Yany kepada Nurul yang pertama kali mendekati kami setelah kami duduk beberapa menit.

"O penting sekali. Karena di situ memuat info kalian, memuat passpor, asuransi, alamat rumah, alamat PT, alamat majikan," jawab Nurul.

"Tadi ibu bilang memuat info ya?" tanyaku.
"Iya," jawab Nurul.

"Begini bu, saya mempunyai kasus, saya bikin KTKLN setelah jadi ternyata nomor passpor yang ada di KTKLN tidak sesuai dengan nomor passpor di passpor saya. Trus info apa yang ada di KTKLN saya?" tanya saya.

"Ya enggak bisa begitu. kenapa enggak lapor?" jawab Nurul.

"Lha bagaimana mau lapor? Kitanya tahu ada masalah khan waktu mau keberangkatan?"

"Ya memang seperti itu. Mengisi nomor passpor saya saja salah, info saya pasti salah. Terlebih info saya memang salah karena pihak PJTKI memalsukannya. Jadi tentang info ini kenapa tidak diusut dari akarnya? Dari PJTKI yang memberangkatkannya?" tanyaku.

"PJTKI harus nulis info yang asli," kata Nurul lagi.

"Pemalsuan info itu biasa di PJTKI," kataku.

"Ya jangan digebyah uyah, jangan disamakan. Di PT saya semua asli, enggak ada pemalsuan itu," kata Nurul membela diri.

"Lha kok malah promosi PJTKI mu sih bu," batinku.

"Maksud saya  kenapa enggak dari PJTKI-nya ditekankan keaslian info calon TKI-nya. Ada asuransi kalo infonya salah juga gak bisa diurus khan?" tanyaku.

"Sudah itu, tugas PJTKI untuk mengisi info sebenar-benarnya," kata Nurul.

"Nyatanya?" sergahku.

"Lha kalau begitu itu oknum, PJTKI semua tidak begitu. Jadi pikiran kalian jangan negatif thinking. Kalau negatif thinking itu apapun hasilnya kalian sudah menduganya negatif lebih dahulu,"  kata Nurul.

"Ada oknum berarti tak terkontrol atau tidak ada kontrol?" tanyaku.

Nurul tak menjawab.

Temanku Yany kemudian ganti bertanya-tanya (seperti ditulis di sini), aku jengah.

Beberapa saat setelah aku ngobrol dengan Hariyadi Budihardjo (simak di sini), kami sempat juga menyinggung tentang banyaknya calo di Juanda (maaf tak sempat tertulis di postingan sebelumnya, ini juga untuk memilah pokok pembicaraan).

"Bagaimana cara menghadapi oknum tak bertanggung jawab itu pak? tanya Yany.

"Kamu laporkan saja, pasti nanti kami tindak lanjuti," jawab Hariyadi.

"Bagaimana kami bisa melapor pak, sedang masalah KTKLN biasanya muncul menjelang keberangkatan. Khan waktunya sudah mepet, yang ujung-ujungnya adalah uang damai. Bapak tahu itu?" tanya Yany.

"Contohnya saja saya. Sewaktu petugas imigrasi tahu bahwa nomer passpor saya tidak sama trus dia ujungnya juga minta uang," kataku.

"Ya, saya tahu itu. kami sedang menertibkan oknum semacam itu," kata hariyadi. Kemudian beliau menceritakan tentang seorang petugas yang disangka menerima uang, padahal sewaktu dikonfirmasi dengan petugas tersebut, katanya uang tersebut adalah sebagai uang kenang-kenangan. beliau menceritakan pula ada yang bilang katanya petugas meminta uang 1 juta untuk biaya pembuatan KTKLN, tapi setelah dikofirmasi ternyata uang itu dipakai untuk biaya transportasi dari daerah menuju tempat pembuatan KTKLN.

"Banyaknya calo, banyaknya oknum yang perlu kami tertibkan. Karena banyak calo itulah maka pembuatan KTKLN di bandara Juanda kami tiadakan," kata Hariyadi menginformasikan kepada kami.


"Jadi enggak bisa bikin KTKLN di Juanda pak? Hanya di Soe-Ta dan BNP3TKI?" tanyaku.

"Ya," tegas Hariyadi.

"Apanya yang ditiadakan pak? KTKLN-nya? Bagus dong Pak," timpal Yany.

"Bukan. Yang ditiadakan itu formulir dan mesin pembuatnya. Karena menurut pantauan kami, banyak formulir (yang diambil dari Juanda dan dari BNP3TKI) untuk diperjualbelikan oleh oknum atau calo yang tidak bertanggung jawab," jelas Hariyadi.

"Nanti takutnya di KJRI juga gitu, formulir diambil orang trus difotokopi trus diperjualbelikan begitu saja. Maka pembuatan KTKLN di KJRI pun kami tiadakan. Jadi membuat KTKLN ya harus datang ke kantor," jelasnya lagi.

??? Ha??? Kami melongo, entah keberapa kalinya setiap mendengar keluarbiasaan pernyataan dari dua orang tersebut. Yany seperti sudah tidak begitu menyimak lagi, tapi aku masih memburu dengan pertanyaan baru.

"Syarat-syarat itu pak," kataku sambil menunjuk syarat-syarat pembuatan KTKLN seperti yang terpampang di back drop tenda di belakang pak Hariyadi.

"Syarat-syarat itu yang terupdate? Kok enggak sama dengan yang dari Jawa Tengah atau Jakarta?" tanyaku.

"Kalau buat KTKLN di Jawa Timur pakek surat keterangan keluarga yg ditandatangani kelurahan. Soalnya pemda mempunyai kebijaksanaan sendiri di sini. Jadi biar keluarga itu tahu kalau cuti," kata Hariyadi Budihardjo, ketua UPT P3TKI wilayah Surabaya.

"Lho dari awalnya khan mestinya tahu," kataku heran.

Beliau tak menjawab.

8 komentar :

  1. perasaan waktu bnptki nyuruh bikin aplikasi ktkln bilangnya biar pengelolaan tki jadi mudah
    ternyata biar lebih mudah dikerjain yo..?

    BalasHapus
  2. @miranti, ok, makasih...
    @rawins, iyuuu...
    @putri madiun, follow di google tuh tinggal klik di side bar kiri.
    @maarif, iya ruwet ribet dan berbelit...
    @mas ipung, alhamdulillah apik mas, moga njenengan ya ngono...aamiin.

    BalasHapus
  3. KTKLN sudah diamanatkan di dalam UU no 39 th 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Bila kemudian proses penerbitan KTKLN jadi ribet, yang dibenahi adalah persyaratannya untuk mendapatkan KTKLN, bukan KTKLN nya.
    Dengan KTKLN, pemerintah (BNP2TKI) mempunyai data yang valid untuk melakukan pembinaan - pembinaan kepada TKI, serta untuk merumuskan kebijakan yang tujuannya untuk memaksimalkan perlindungan kepada TKI.
    Apabila KTKLN dihapus, teknik dan tata cara apa yang bisa digunakan untuk mengetahui secara 'real time' jumlah dan keberadaan TKI di luar negeri ?
    Marilah kita berpikir dan mempertimbangkan segala sesuatunya.
    Percaloan diberantas.... saya sangat setuju !
    Oknum ditindak tegas ... itulah angan-angan saya sejak dulu !
    Peraturan harus ditegakkan !! ... itu pasti ....
    Tapi .... kita langgar peraturan yang kita sepakati sendiri ... ?
    Janganlah kawan-kawan ....
    Marilah, kita semua, untuk belajar menjadi Warga Negara yang menta'ati peraturan.

    Terima kasih.

    BalasHapus
  4. *:anonim, diamanatkan th 2004 tapi penekantegasannya baru kali ini? Pendataan tentang TKI khususnya TKW sudah salah sejak dari PJTKI, lalu data apa yang dimasukkan ke dalam KTKLN? Tentunya data yang salah pula khan?

    Lalu semisal saja pemilik KTKLN cedera hingga meninggal saat bekerja, apakah asuransi seperti tertera dalam KTKLN bisa dicairkan sedang data yg tercantum adalah data yang salah?

    Anda berbicara tentang data yang valid? Di mana letak ke-validasian dalam KTKLN?

    TKI/TKW mempunyai paspor khusus. Tak tahukah Anda? Apakah itu belum cukup untuk memonitor berapa jumlah TKW/TKI yang ada di luar negeri?

    Dan lalu, peraturan telah dibuat namun pemerintah mengabaikan imbas yang lain. Pembuatan KTKLN bagi TKW cuti memakan waktu dan biaya, pun banyaknya calo di tempat pembuatan. Itu kantor apa enggak ada batasan bagi siapa saja yg boleh masuk di tempat pembuatan KTKLN atau security untuk mengawal jalannya pembuatan KTKLN? (emang gak ada sih).

    Lalu bagaimana dg pencegahan TKW/TKI ke luar negeri tanpa KTKLN? Bukankah itu menyalahi peraturan juga? Maskapai penerbangan, petugas BNP2TKI / BP3TKI, atau Pejabat Imigrasi bukanlah pejabat yang memiliki kewenangan hukum untuk mencegah atau membatalkan keberangkatan TKI, sebagaimana diatur dalam Pasal 91 ayat 2 huruf f UU Keimigrasian No.6 tahun 2011 tentang Keimigrasian. Pembatalan keberangkatan TKI tanpa KTKLN yang dilakukan maskapai penerbangan, atau petugas BNP2TKI, atau petugas Imigrasi adalah tindakan melanggar hukum, HAM, dan bertentangan dengan UUD 1945. Nah lho?

    Anda mengajak WNI untuk mematuhi peraturan, bagus itu. Tapi itu kalau aturan yang dibuat negara bisa mengayomi masyarakatnya, utamanya TKW macam saya. Kalau tidak? Dan tidak ada pembenahan? Negara atau pemerintah macam apa itu yang tidak bisa memberikan rasa aman kepada warganya?

    BalasHapus

Matur suwun wis gelem melu umuk...