Pecirit, Mambu Tenan!

Teman-teman menamaiku babu organik, ini lantaran aku memakan makanan yang serba organik. Lhah bukan mauku lho, tapi bosku adalah orang yang concern banget terhadap kesehatan. Jadi dari sayur, daging, ikan semuanya organik. Hingga lombok jempling kesukaanku pun diwajibkan organik.

Sehat memang, buktinya aku jarang sekali terkena penyakit. Namun pada hari liburku semuanya berbalik 180 derajat eh malah 360 kale'. Pasalnya, pada hari Minggu atau hari libur pekerja/pembantu di Hong Kong aku akan makan apa saja yang bisa aku lihat. Kadang bakso atau mie ayam atau soto atau rawon yang dijual lesehan di pinggir Victoria Park itu, atau rujak petis, lontong, nasi campur yang dijual di atas pasar Bowrington Wanchai, atau pula tempe penyet bikinan bundaku (bunda adalah seorang BMI sepertiku yang aku anggap sebagai ibuku karena kedewasaan pikiran dan kepeduliannya terhadap perutku) kadang pula nyolong bontot temen yang kebetulan bawa.

Itu sih enggak akan mengganggu hariku, kalau setelah aku makan aku bisa berak atau memberakkan diri (ngeden ngising). Tapi kalau enggak, itu petaka. Seperti hari itu, Minggu 1 Juli 2012.

Hari itu aku bersama rombongan grup seni Sekar Bumi mengantar temanku yang hendak manggung, nari Gathotkaca Gandrung, di Yuen Long. Masing-masing dari kami memasak makanan dari rumah pada hari Sabtunya.

Apa yang aku makan ya...? Oh iya, tiwul plus sayur lodeh, nasi goreng, nasi plus kari daging sapi, es cendol, seperempat buah semangka, satu buah jeruk, sebungkus crakers, es soda, teh susu dan entah apa lagi, lupa. Dan terlebih lupanya adalah aku lupa berak alias ngising.

Bertolak dari Yuen Long jam 6.30 petang. Dan setelah mampir di KFC untuk makan malam, maka sampailah acara perpisahan kami, kami pulang ke rumah bos masing-masing. Aku sempet ngobrol dengan Camat, salah satu kawan karibku, hingga pukul 11.30 malam dan baru jam 11.50 malam aku tiba di MTR Causeway Bay.

Dari terminal kereta bawah tanah/MTR aku merasakan sesuatu yang tidak beres. Seperti keringat dingin yang tiba-tiba mengucur, menetes dari sekujur pori-pori tubuhku. Sebagian terserap kaos dan celana pendek yang aku kenakan sebagian lagi pating dlewer, ada pula yang menetes seperti rintik hujan dari ujung jari-jariku. Sungguh!

Menaiki tangga menuju pintu keluar MTR sesuatu yang hangat terasa nylempit di cawetku. Mak crit! Kemudian disusul dengan "mak crit" lagi dan crit-crit-crit yang lain. Kontan langkahku kupercepat dengan memegang kolor celana pendekku erat-erat. "Dhuh Gusti, plis dong ah, jangan biarkan babu super nyentrik dan super ngeyelan ini malu karena kedapatan pecirit sepanjang jalan," doaku dengan sungguh-sungguh.

Begitu sampai di bibir pintu keluar MTR, mataku nanar menyapu sekitar dan kudapati  Yany, seorang kawanku (yang kebetulan menjumpaiku di sekitar  terminal MTR). "Yan aku krasa ngising," kataku jujur dengan wajah ngempet yang teramat sangat.

"Mengko dhisik lah, ntar dulu, kita ngobrol dulu," jawabnya tanpa dosa.

"Lei ko dao a, ndasmu kuwi! Em tak a, gak bisa! Wis kebelet iki," kataku sambil membentak jengkel padanya yang enggak bisa memahami situasiku.

Segala barang bawaanku kupindahkan padanya, membiarkannya kewalahan plus keheranan dengan tingkahku yang mbebeki. "Ayo!" perintahku, membuyarkan keheranannya. Maka kami berdua gedandapan mencari tempat keramat di ujung malam itu, toilet umum!

Dari mall Forever 21, mall pakaian ABG itu, kami mencari toilet dengan tanpa pengetahuan arah. Jalan ke kanan, balik ke kiri, balik ke kanan lagi trus ke kiri, tanda toilet umum itu tak kunjung pula kami jumpai. Kulihat Yany tampak kewalahan membawa barang bawaanku plus mengikutiku, kubiarkan saja.

Di saat genting seperti itu mataku sempat tersangkut pada sederetan baju renang yang cute banget, kemudian sepintas teringat janjiku dengan kawan-kawan yang lain untuk renang di hari Senin (2 Juli).

"Eh, baju renange lucu ya?" kataku pada Yany. Yany hanya melongo. Namun ujug-ujug tiba-tiba saja mak crit yang lain keluar lagi, cawetku terasa semakin hangat dan dlewer. Seketika aku panik. Blaik tenan!

"Em tak a, gak bisa! Harus nyari toilet sekarang juga!" kataku kemudian lari ke sana ke mari enggak tentu arah dan Yany masih kinthil dari belakang.

Akhirnya kami keluar dari mall forever 21, berbalik arah menuju Mc Donald (karena kupikir pasti di sana ada toilet umum walau bagaimana kotornya sekalipun), tapi kemudian Yany berteriak dan menggelandangku untuk naik lift di sebuah game center yang mbuh aku sudah lupa.

Saat menunggu toilet itu kurasakan lagi mak crit yang entah keberapa. "Piye iki, mosok aku harus pecirit," kataku putus asa. Nafasku kutahan, celana pendekkuku kupegang semakin erat dan kakiku kusilangkan, njagani kalau-kalau peciritku sampai ndlewer ke kaki.

"Diempet dhisik dhiluk wae lah Rie, tahan bentarlah," jawab Yany. Wajahnya seperti orang ngempet, tapi bukan ngempet sepertiku melainkan ngempet ketawa melihat kesengsaraan di wajahku.

Begitu lift terbuka dan aku berlari masuk, aku masih tak sabaran lagi. Kurasakan detik demi detik menuju ke lantai 7 itu seperti detik demi detik neraka pertama yang baru kurasakan, tersiksa sekali.

"Iki liftnya bisa dicepetin enggak sih," kataku memelas sekali.

"Lha wong lift mlaku dhewe kok dicepetin gimana sih Rie?" kata Yany sambil tertawa tertahan. Suwer, rasanya pengin banget nonjok muka Yany yang teramat nyebelin karena sedari tadi ngetawain aku mulu. Padahal aku berada dalam posisi enggak enak sama sekali.

"To mei cek? Sudah sampai belum sih?" tanyaku. Berbarengan itu lift terbuka dan segera saja aku menghambur ke luar.

Di sana, dua buah WC menganga dengan bau khasnya, pesing-pesing gimanaaa...gitu. Tapi wis sudah tidak aku reken sama sekali. Karena toh di dalam cawetku ada banyak cairan pekat berwarna kuning yang ngaudubillah ambune. Dan aku tidak bisa lagi memilah mana tai organik dan mana tai non organikku.

Kulepas cawetku dengan amat hati-hati sekali lalu kulemparkan cawet itu ke dalam tempat sampah di depanku, kemudian kuikat plastik sampah itu erat-erat. Dan "mak brooooooooottt" meluncurlah semua barang busuk dari anusku. Ketika kutengok ternyata aku sudah mbathi banyak sekali hari itu.

Kupastikan tetes terakhir taiku berkumpul bersama kawan-kawannya. Plus aku berdiam selama tiga menit njagani kalau-kalau masih ada mak brot atau crit-crit-crit selanjutnya.

Dan setelah semua kurasa selesai dengan sempurna maka aku merogoh kotak tissue di depanku. Dan ndelalah tidak ada tissue di dalamnya, tak selembar pun!

Tapi Gusti Allah itu selalu baik hati padaku. Dia selalu memberikan jalan keluar terbaik untukku. Ketika kubongkar isi tasku aku menemukan empat lembar tissue yang aku ambil dari KFC plus enam buah tissue basah gratisan hasil koleksiku dari restoran tempat bosku makan malam pada hari Jumat lalu.

Dan proses mengelap pun berlangsung. Namun ada surprise setelah acara mengelap selesai, kurasakan isis disusul dengan panas perih di bokongku, ternyata tissue basah yang kugunakan tadi mengandung alkohol. Yongalah Gusti....

Dengan tanpa cawet, aku merasa seperti setengah memakai bikini di malam itu, semriwing gimana gitu. Dan dengan berjalan berjingkat-jingkat karena masih merasakan panas perih alkohol di bokongku aku mendekati tapi agak menjauh sedikit dari Yany sambil bertanya,  ‎"Yan, kowe dek mau ora mambu ta?"
"Ya mambu Rie, tapi ngrasakne kowe ki aku teleng-teleng tenan. Salah aku dhewe lagi PMS, weteng lara ndadak kok tambahi perkara sing marai weteng tambah kaku, ngakak ra uwis-uwis. Ekspresif banget kau saat itu. Yongalah gusti, nyuwun ngapura,"  katanya sambil tertawa ngakak.


Setelah berpisah dengan Yany, aku masih belum percaya diri kalau aku sudah tidak bau tai. Aku seolah merasa bokongku masih nggedibel, seperti tai-taiku masih berada di sana. Mambu tenan dan njijiki!

Dan di pukul 12.15 malam itu hanya ada tiga alternatif untuk kembali ke rumah bos: naik tram, taxi atau jalan kaki. Setelah berpikir selama lima menit aku memutuskan pilihan terakhir, jalan kaki. Jalan di Happy Valley (daerah tempat tinggal bosku) tampak sepi sekali.

Untung pada hari itu dan selama dua minggu ke depan bos tidak ada di rumah karena sedang menjenguk nenek di Kanada, artinya aku sendirian di rumah. Maka hal pertama yang aku lakukan begitu masuk ke rumah adalah menuju dapur mengambil antiseptik dettol cair kemudian menuju kamar mandi mencuci bokongku dengan dettol, kemudian mencuci dengan sabun, kemudian dengan dettol, kemudian dengan sabun, kemudian dengan dettol, kemudian dengan sabun. Terakhir kutuang sisa dettol ke dalam ember cucian menambahinya dengan sedikit air kemudian merendam pantatku selama lima menit di cairan dettol tersebut. Setelah itu aku baru merasa bebas kuman, lalu kulanjutkan dengan mandi keramas seperti biasa.

Yongalah Gusti...pecirit wae kok neng Hong Kong....




6 komentar :

  1. Terlalu sering makan yang resikan, jadinya sekali makan sembarangan langsung makbrot sembarangan :D

    BalasHapus
  2. cuma bisa ngakak. :P
    kalau di tas ga ada tisu gimana ya? :P

    BalasHapus
  3. @milati indah, iya. itulah susahnya. Seperti waktu mudik kemarin tersiksa sekali, mana orang rumah enggak mau peduli dan maksa-maksa makan terus lagi...
    @yany, wkwkwkk...
    @fiscus, kirimin tissue ya..wkwkwk...

    BalasHapus

Matur suwun wis gelem melu umuk...