Galau?

huuhuuhuuuu...

Semangaaaaatttt..!

Love your job and be proud.

Iyes!

Bekerja sambil belajar.

Masih galau lagi?

No! No! No! Be happy laahhh...!

Ayo ngeblog!

Masa kalah sama Babu Ngeblog?

Membangun Republik Indonesia Bagian Hong Kong

foto berita di koran, fotonya Muntamah
Merah Putih bisa berkibar di mana saja, tak terkecuali di Hong Kong. Negara bekas jajahan Inggris ini tercatat memiliki 172.000 pekerja asal Indonesia yang bekerja di sektor dapur. Ya kalau bukan TKW, ya setidaknya KJRI-Hong Kong-lah yang mengibarkan Merah Putih di sana.

Terlebih menjelang hari panas begini, maka semakin banyak bendera berkibar. Ya hari panas bagi parpol yang mendadak peduli dengan Erwiana, Sutinah, dan Iyem-iyem yang lain (termasuk saya).

 Ya parpol itu sekarang lagi fasih-fasihnya menyanyikan lagu "Hero" daripada lagu "Kulihat Ibu Pertiwi" :I can be your hero, baby.
I can kiss away the pain.

I will stand by you forever.

You can take my breath away.

Mereka mendadak menjadi proffesional singer setara Enrique Iglesias, menyanyikan politik umuk dan menjanjikan multiple orgasme. bah!

Iyalah, sejak awal September tahun lalu, di pojok-pojok Victori telah dimasuki bendera lain. Ada hijau dengan bintang-bintang yang mengelilingi peta Indonesia, ada juga burung Garuda yang sedang tertawa. Banner dijembreng di tempat mencolok, kaos disebar secara gratis. Bila perlu, jas juga gratis. Khan mentereng, ada TKW pakai jas parpol. Walau gak mudeng-mudeng amat dengan politik setidaknya dianggap ngertilah.
foto koran, fotonya Muntamah
Rekreasi ke tempat wisata secara gratis juga pernah diadakan. Buntutnya, rekreasi tersebut disponsori oleh sebuah parpol. Yang lebih heboh lagi, Rhoma Irama juga berhasil diseret ke Hong Kong untuk menarik ribuan TKW. Dan setelah ribuan TKW berkumpul, si parpol ini sesumbar bahwa ribuan TKW Hong Kong tersebut menghadiri pembukaan cabang partainya. Yaelah mas parpolll... mereka itu bukannya mau menghadiri acara pembukaan dan bla-blanya parpolmu, tapi mau lihat si Rhoma nyanyi. Kok ada parpol GR banget ya? Heran deh!

Ingar-bingar politik di Indonesia, pemilu, perebutan kursi hingga onani, maaf, orasi di pinggir jalan sampai blusukan yang tidak pernah dilakukan sebelumnya dan yang kini terpaksa dijalankan untuk mencari simpati TKW-HK adalah pengulangan sejarah perpolitikan Indonesia. Lima tahun yang lalu juga gitu. Kasus TKW yang mencuat saat hampir pemilu menjadi heboh. Para poliTIKUS mendadak mebar keprihatinan yang mendalam. Lhah sebelum ini ke elo di mana, Bung? 

Suatu pengulangan kebodohan politik yang entah dikarenakan kurang sadarnya masyarakat (enggak hanya TKW lho)  atau karena kepandaian penguasa yang mampu memutarbaliktengkurapterlentangkan situasi demi keuntungan pribadi.

Hari ini, 30 Maret 2014 akan diadakan Pileg di Hong Kong. Pileg yang dipercepat dari pileg di Indonesia (dan dapil luar negeri) dengan alasan cuaca di Hong Kong yang memburuk terkait prakiraan badai taifun ini adalah pileg pertama yang diadakan di tempat terbuka yaitu di lapangan Victoria Park pada hari Minggu.

Mungkin ini diadakan selain untuk menarik banyak pencoblos juga untuk menjajal kepiawaian KJRI dengan konjen anyarnya. Hal ini saya salut atas kinerja KJR-HK yang membaik.

Telah banyak fakta yang melenceng jauh dari janji para (katanya) pahlawan praja. Entah karena mereka telah dengan suksesnya mengubah kita menjadi gedibal yang bodoh ataupun mereka yang membodohkan diri sendiri. Keduanya adalah sangat mungkin. Maka kalau kawan (kawan-kawan di Hong Kong) mau memilih, mari memilih yang salah. Ini bukan apatis terhadap masa depan bangsa, tapi kalau tak satupun dari caleg memenuhi kriteriamu, pastikan untuk menghanguskan hak pilihmu untuk mengurangi pencurangan. Apa sih yang gak mungkin di perpolitikan Indonesia? Bisa jadi angka 172 ribu TKW di-mark up untuk nyoblos anu atau itu.


*semoga entar malem bisa diperpanjang umuk saya ini. Bos sudah bangun...


Ada Babu Ngeblog di Jawa Pos

Ketika aku membuka Facebookku pada Senin, 17 Maret, pukul 8.30 pagi,sudah ada tiga pesan menggedor-gedor pintu inbox untuk segera dibuka. Dan setelah aku buka, mak jreengg.., ketiga-tiganya berisi sama, sebuah foto dan tulisan (hampir sama), "profilmu dan blogmu di Jawa Pos hari ini".

Selang sekian menit, sekian puluh mention menghampiriku. Berhubung hari Senin adalah jatahku berkeliling Hong Kong untuk ngapelin tukang jagal ayam, tukang jagal sapi, tukang jagal babi, bakul iwak dan penjual sayur, maka ya kuabaikan. Tugas dari nyonyah bos tak boleh dinomorduakan.

Eh, sempat mengintip blog lewat HP dines, karena HPku sendiri  hampir tiga minggu rusak dan baru bisa beli tagl 18 (HP dines= HP pemberian pak bos khusus untuk whatsapp atau telpon bos dan keluarganya saja), sempat menginceng e-mail (48 e-mail pada 17 Maret) dan stat blog yang tiba-tiba mencolot tinggi sekali, 11.100 hits pada tanggal 17 Maret jam 11 malam. Wow! Biasa juga cuma sekitaran 300-500 perhari kalau pas gak ada postingan baru.

Lalu mulailah ritual awal, ngubek internet. Eh terus karena stat blog masih di atas 6 ribu hingga tanggal 21 maka ngubek internet lewat hp dines berkelanjutan. Iki jan-jane sing ditulis di Jawa Pos apa sih kok sampai segitunya?

Dan ketemu di sini, di sini, di sini, di sini, di sini, di sini. Lho...lho...lho.... Kok banyak amat?
(jadi pengin malu**)

Pada (kalau nggak salah) tanggal 11 Februari, mas Abdul Ringgo dari Jawa Pos e-mail aku. Beliau yang ada jadwal seminar (entah seminar apa) di Hong Kong, ingin menemui aku. Aku sih enggak keberatan, toh sudah beberapa kali mahasiswa, LSM, peneliti dari Indonesia yang datang dan mengajak ketemuan sehubungan dengan riset, makalah atau essay mereka. Lagian di Hong Kong ini, ketemuannya juga di tempat umum, di Mc'Donald di ruas jalan Yee Wo Street, Causeway Bay. Siang hari pula. Apa yang patut ditakuti atau dicurigai?

Inilah saat aku harus korupsi waktu kerja untuk kesekian kalinya. Aku hanya bisa menjanjikan 2-3 jam ngobrol, tak lebih. Itupun sudah terhitung lama. Dan ngobrollah kami tentang ceritaku mengenal laptop, awal mula ngeblog dan sebagainya.

Judul di artikel JP: "Dulu Enter Saja Tak Tahu, Kini Ribuan Pembaca Menunggu" sempat membuatku tertegun. Ya memang dulu tombol enter yang mana saja aku enggak tahu. Hanya dikasih tahu bos tombol power dan icon internet explorer. Selebihnya, beliau selalu bilang: "Find it in google" setiap kali aku bertanya sesuatu. Kalau...ribuan pembaca? Benarkah? Lalu aku dikagetkan oleh lamunanku sendiri bahwa TKW-Hong Kong jumlahnya lebih dari 170 ribu. Dan bila aku mengenal lebih dari 30 organisasi bentukan TKW-HK yang dari perorganisasi anggotanya bisa mencapai 100 orang, yang kebetulan juga aku kenal dan mengenalku karena blogku belum lagi ketambahan teman dari FB dan blogger dari Indonesia, maka judul itu bukan bualan. Toh saat aku konsen di jualan online dan membiarkan blog berkarat karena tak kusentuh, selalu ada teguran dari teman dan e-mail atau whatsapp yang membuatku malu disebut blogger (non aktif).

Lalu bagaimana dengan isi tulisan di JP?
Ada beberapa hal yang membuatku mengernyitkan kening saat membaca artikel di JP itu. Seperti pernyataan bahwa aku gonta-ganti majikan. Kapan ya aku bilang gitu? Majikanku cuma satu, sembilan tahun sudah aku mengabdi kepada mereka dan cerita-cerita tentang mereka selalu aku tulis di blog ini. Pertengkaran-pertengkaranku dengan mereka, kebodohanku dan keras kepalanya kami selalu aku kemas di label celotehan. Kalau aku enggak mau diremehkan bos memang iya, kalau aku memilih bertengkar dengan mereka karena selisih pendapat atau kurang setuju terhadap sesuatu atau tak mau disalah-salahin mulu juga sering. Kalau aku gonta-ganti majikan? Enggaaakkkk..!! Hehehe...

Lalu soal uang dari Malaysia, aku gak pernah nyebutin nominal. Kalaupun aku sebut tentunya tidak segitu. Gimana bisa uang segitu untuk mendirikan rumah? Dan saat pertama didirikan, rumahku hanya 10 (bukan 12) jendela, dari mimpiku untuk memiliki 15 jendela. Ya memang terpaksa harus menerima rumah 10 jendela itu, tapi kepikiran terus hingga akhirnya Juli tahun 2011 rumah itu aku jebol untuk membuat lima jendela lagi (ini mau mewujudkan mimpi atau gila?).

Lalu tentang cerita bersambung di Jaya Baya, itu mah cerita pendek dan cerita anak dan artikel, profil yang dimuat di sana. Kalau cerita bersambung dalam bahasa Jawa, waduh ini masih planning mau buat buku/novel gitu, sebenernya juga Off the Record, auwww.... Jadi malu sama mbak Titah Rahayu yang mbaureksa Jaya Baya itu.

Cuma itu saja sih yang mengganjal tentang tulisan di JP. Selain yang aku komplinkan di atas, sudah sesuai dengan ceritaku yang memang begitu.

Ada yang lucu pada tanggal 18 Maret lalu, saat aku menelpon mbakku. Katanya, orang sedesa sempet dihebohkan oleh berita bahwa aku mau nikah dengan orang Hong Kong di Hong Kong. Whaaattt...???
Iya kalii...itu kalau si keren Chow Yun Fat yang memintaku, hehe! Tapi boro-boro, paling cuma diminta jadi babunya, wkwkwk....

Sebenernya pak lurah desaku ditelpon oleh temennya yang jadi lurah di Blora, lurah Blora itu bertanya apa ada warga desa yang bernama Sri estari di desa Cabak yang kerja di HK soalnya lagi ada berita di koran.. Trus pak carik denger, cuma gak jelas. Trus bilang sama punggawa desa lainnya dan istrinya bahwa Sri Lestari mau nikah di Hong Kong. Trus sang istri bilang sama tetangganya kalau aku mau nikah dengan orang HK di HK, trus tetangganya bilang sama tetangganya bahwa aku mau nikah dengan orang HK di HK dan lagi proses surat, trus tetangganya tetangganya bilang sama tetangganya kalau aku aku mau nikah dengan orang HK di HK dan lagi proses surat dan harus cepet, trus tetangganya tetangga tetangganya bilang sama handai taulan dan tetangganya kalau aku mau nikah sama orang HK di HK dan sedang proses surat dan harus cepet-cepet karena aku sedang kenapa-napa trus sampailah cerita itu pada emakku. Dan alhamdulillah emak tak memakan mentah-mentah cerita itu, walau bulik, budhe, pak dhe sudah nangis enggak karuan mendengar berita itu. Beliau langsung menghadap pak lurah dan bertanya langsung. Terlebih emak mempunyai keyakinan bahwa aku tak akan melangkahi beliau. Mosok mau nikah gak bilang emak? Ih terlalu deh.

Ya begitulah.

Ini ngeblognya udahan dulu ya. (ngeblog pakek HP di perjalanan pulang dari menjenguk nenek)

Ini sudah mau nyampek rumah bos.

Eh malah udah sampek depan pintu.

Terimakasih kepada semuanya yang telah menyempatkan diri bertandang ke Babu Ngeblog. Terimakasih atas komentar-komentarnya. terimakasih atas e-mailnya. terimakasih atas apresiasinya.
Semoga bisa aktif ngeblog lagi, semoga bisa berbagi lagi.

Akan ada kejutan 2-3 bulan lagi. Kejutan untuk semuanya.
Tapi gak ngomong dulu deh, entar gak kejutan dong, hehehe...

Salam dan terimakasih.

Rie Blora/Rie Lestari/Rie Rie/Sri Lestari/SLI/Lestari/Tari/Rere
(yuuuhhhh...akeh men alias-e...lha itu nama pena gonta-ganti mulu, hehe...)

The Past is in The Past

Sebuah pertanyaan berhak atas jawaban.

Kami, aku dan momonganku, berjalan menuju bus stop yang berada di ujung Village Road. Kami melewati beberapa mobil yang berjejer terparkir di tepi jalan.

Pukul 6 petang, suasana lengang, tak banyak mobil bergerak melawan arah kami berjalan. Udara tak bergerak, diam di tempat, dingin yang pengap, ini musim winter yang salah kaprah di tahun ini. Cuaca tak menentu.

Uap menyembul dari mulut kami saat kami mendengungkan lagu yang menjadi soundtrack film Frozen, Let It Go. Lagu yang dibawakan apik oleh Idina Menzel menjadi agak kedangdut-dangdutan saat aku dan momonganku berusaha keras untuk menyanyikannya.

.........
My power flurries through the air into the groooouuundddd
My soul is spiraling in frozen fractals all arooouuundddd
And one thought crystallizes like an icy blaaaaaasssttt
I’m never going back,
the past is in the paaaassst....

"Waiiiiitttt...!" teriak momonganku tiba-tiba. Aku mendadak harus mengerem mulutku untuk tidak menyanyikan kelanjutan dari lagu itu.

"What?" tanyaku heran.
"What does that mean?" tanyanya.
"What does that mean what?" tanyaku heran dua kali.
"What does it mean? What does "the past is in the past" mean?" tanya momonganku serius. Dia bahkan berhenti berjalan dan menatapku sungguh-sungguh.
"We always sing this song, I understood most of the lyric, but not this one," katanya.

Anak yang pada 14 April nanti genap 9 tahun ini memang bocah yang curious banget. Rasa ingin tahunya tinggi. Ya iyalah,secara babunya juga gitu.

Sebenarnya aku mau menjelaskan begini: bahwa Elsa dituntut untuk menyembunyikan kekuatan magicnya dan itu membuat Elsa ketakutan kalau kekuatannya sampai diketahui orang. Jadi saat Elsa minggat dan berada di gunung dia mencoba untuk melupakan ketakutannya, tidak menutupi kekuatannya dan menjadi dirinya sendiri, toh semua orang sudah tahu tentang kekuatan magicnya. 

Bukankah penjelasan seperti itu terlalu rumit baginya? Maka aku memilih  penjelasan seperti ini:

"The lyric is like a poem. Beautifully arrange words related to the movie," jawabku.
"So?" desaknya.
"You saw the movie, didn't you?"
"Yes."
"Elsa ran away from palace then go to the icy mountain, right?"
"Yes."
"So Elsa's past is the palace. She has left the palace, so it passed," jelasku.
"Get it?" tanyaku, berharap dia bisa menangkap penjelasanku.

Aku mulai bingung bagaimana harus menjelaskan padanya. Dan dari wajahnya tergambar bahwa dia makin mumet dengan penjelasanku yang mbulet. Kami sampai di bus stop. Sejenak aku membuka google dari ponselku. Aku mengetik "the past is in the past meaning" kemudian menekan tombol search. Percuma. Yang ada hanya lirik lagu dan disney wiki.

"I don't get it," jawabnya jujur.

Ok,  aku harus memutar otak. Kalau penjelasan kedua ini enggak juga bisa dimengerti olehnya berarti harus kirim whatsapp ke pak bos untuk menanyakan hal ini.

"Where are we going?" tanyaku.
"Play therapy," jawabnya cepat.
"We walked from home to this bus stop, didn't we?"
"Yes."
"What did we pass?"
"Cars, dogs, apartments?"
"Yes. So the cars, dogs and apartments were passed, right?"
"Yes."
"So that's it! Cars, dogs and apartments are behind us. We can say it like this: cars, dogs and apartments are past and the are behind us, passed, past. Do you get it now?"
"No."

**tepuk jidat

Lalu tiba-tiba dia berkata:

"You said Elsa's past is palace and she left palace, so the palace is behind her, past. Like that?"
"Yes," jawabku lega.

Akhirnya dia mengerti walau tidak sepenuhnya benar pengertian yang di dapatnya. Lha kalau pertanyaan yang fardhu ain jawabannya itu tidak terjawab, sampai besok dan besoknya lagi dia akan nguber aku untuk memberikan jawaban yang tepat. 

huufftt....

 

Ayam dan Emak

emak di pintu rumahku
Ada perdebatan antara aku dan emak yang tak pernah berakhir, tentang unggas. Emak adalah pecinta hewan berkaki dua yang aneh. Burung brenggala yang berumur belasan tahun itu tetap berada di kurungan yang sama sejak pertama kali didapatnya. Tak pernah dimandikan dan tak pernah dicuci kurungannya. Hanya diganti air minum dan dicukupi makanannya.

"Manuk kuwi gak perlu adus, nduk," katanya setiap kali aku memrotesnya untuk memandikan burung.

Sama halnya dengan ayam. Sejak ayam itu masih kuthuk, masih kecil, hingga ayam itu keluar jalu dan jengger juga buntut ekornya memanjang, diletakkannya di dalam kurungan yang sama hingga ayam jago yang sebenarnya macho dan ganteng itu menjadi mentelung, membungkuk badannya karena sundhul kurungan, kurungannya terlalu kecil untuk ukuran ayam jantan yang siap untuk flirting.

Eh..boro-boro flirting, ini ayam gak beda jauh nasibnya sama anak wedoknya emak waktu ABG, gak boleh keluar ke mana-mana! Lhah gimana mau ndapetin babon cakep? Tiba waktunya kawin juga mesti dikawin paksa. Jadi ada beberapa kurungan gitu. Yang ayam cewek ditaruh di dunak jebrak sedang yang ayam cowok ditaruh di kurungan ayam beneran. Dan pas waktunya kawin itu ayam cewek dimasukkan ke kurungan ayam cowok. Ditonyol-tonyolin gitu biar cepet kawin. Duh!

Kebayang gak sih? Itu kurungan ayam buat ayam jago aja udah nyesek, ketambahan ayam cewek. Mana tempat kurungan itu di deketnya dapur pula, jadi pas kami makan bisa ngelihat itu ayam lagi ngapain gitu. Khan jadinya mereka enggak punya privacy, ya khan? Sering dulu, itu kurungan aku tutupin pakek gombal, biar kalau pas mereka making love mereka punya privacy, biar gak malu. Lhah kalau nggak kawin-kawin, nggak bertelur. Buntutnya emak ngedumel. Emak emang hobby banget melihat hidup ayam nelangsa.

foto dari sini
Dulunya dulu sih emak suka sama menthok, itu semacam bebek gitu. Tapi aku benci. Benci sama tainya yang crat-crot di mana-mana. Gak sopan banget. Benci sama suaranya yang wak-wek-wok, brisik. Tapi suka kasihan juga saat bulu-bulunya dicabutin oleh tukang mindring (tukang jualan panci kredit keliling yang juga kebetulan membeli bulu angsa dan menthok, entah untuk apa). Iya sih, kalau enggak dicabutin itu menthok bisa mbleber, terbang ke mana-mana.

Dan enggak tahu kenapa tiba-tiba emak memutuskan untuk menjual semua menthok (7 ekor). Yang aku tahu, setelah menthok dijual aku punya seragam dan sepatu baru. Saat SD aku cuma dibelikan seragam dan sepatu satu kali, yaitu pas kelas 4 SD, ya pas menthok itu terjual. Jadi pas jalan ke sekolah, pas jalan itu aku merasa sepatuku bunyi wak-wek-wok. Mungkin hanya perasaanku saja, tapi sungguh risih dan merasa bersalah telah membenci menthok. Akhirnya pas keluar dari rumah dipakai tapi selang lima menit sepatu dilepas, dipakai lagi di depan gapura SD. Pulangnya juga gitu. Di depan gapura dilepas, hampir sampai rumah dipakai lagi. Sebelumnya aku pakai lungsuran dari tetangga kanan kiri yang mempunyai anak sebaya denganku. Hidup saat itu susah, amat susah. Meski begitu dulu damai banget.

Kembali ke ayam dan burung. Kemarin saat emak aku telpon, beliau bilang burung brenggala satu-satunya itu sakit. Eh sebenarnya bukan sakit tapi tidak mau ngigel/bersuara. Dan keluarlah lagi kecerewetanku.

"Kurungane diganti, tumbas anyar," perintahku.

"Niku penyakiten, wong kurungane kotor," kataku.

Lalu terdengar suara simbah menggumam entah apa. Simbah yang sakit uzur itu seperti tahu bila-bila aku menelpon. Beliau minta air anget, katanya. Lalu aku membayangkan emakku yang juga sedang sakit itu tergopoh-gopoh ke dapur, mengambil segelas air hangat. Lalu aku mendengar suara emak melemah, seprti tercekat, seperti mau nangis.

"Wong lara ngopeni wong lara. Lara kok bareng," katanya.

Sesaat kami terdiam. Tak berani aku meneruskan kecerewetanku. Pikiranku tak keruan. Sedang emak melanjutkan keluhannya.

"Anak mung siji, adoh sisan," katanya. Lalu diam.

Aku yakin di sana emak menangis. Tapi tak ada suaranya. Beliau lebih nelangsa dari pada ayam jago dan ayam cewek dalam kurungan tadi. Punya anak pungut satu saja enggak bisa merawatnya dengan baik. Mungkin juga beliau mengkhawatirkan masa tuanya tanpa anak di sampingnya. Mungkin juga beliau merasa kesepian atau takut atau perasaan lain yang aku tak tahu....



**Jam 2 dini hari. Masih belum bisa tidur mengingatmu, Mak.
    Setahun lagi, nggak akan lama kok.
    Semoga njenengan segera sehat, aamiin.