Srinthil 9: Saat Srinthil Debat Capres

 Saat ini, di depan kami kawan-kawan akrab kami saling berteriak adu lantang. Otot-otot leher mereka menjelantir tegang, mata-mata mereka membulat. Bahkan saat berdebat mereka sambil menggerak-gerakkan tangan dengan kasar. Merasa tak tahu apa yang sedang terjadi aku memilih diam barang sejenak.

Aku dan Srinthil terpaksa berhenti demi mendengar perdebatan itu. Padahal saat setengah jam yang lalu saat kami tinggalkan mereka untuk membeli Mie ayam dari warung lesehan pinggir Victory mereka rukun-rukun saja lho.  Lhah ini menjelang buka puasa kok sudah perang? Coba kalau dilihat sama Amien Rais, pasti dikira perang Badar deh.

Merasa nggak ngerti apa yang mereka perdebatkan membuat kami diam sejenak mendengarkan. Ketika suara itu menjadi satu persatu yang bicara bukan lagi adu cepat seperti tadi, barulah kami mengerti ke arah mana perdebatan mereka itu.

"Lha emang NKRI mau jadi Negara Kartu Republik Indonesia? Apa-apa kok solusinya kartu. Entar banjir juga solusinya pakek kartu? Mikir dong mikir!" kata Anez.

"Iya. Ih! Alergi aku sama kartu! Entar itu KTKLN (Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri=kartu identitas TKI yang cara membuatnya belibet) bukannya dihilangin malah digedhein, malah tambah nyusahin. Mana pencipta KTKLN (Jumhur) di sono pula! Enggak deh! Ngeri membayangkan rempongnya bikin KTKLN," ujar Miya sambil bergidik.

"Lagian kata Mister Blusukan lucu, bilang kalo  KJRI harus punya data TKI. Itu mah udah dari dulu, lha khan itu kewajiban KJRI, iya tho? KJRI ada sistem online, khan? Apa nggak sama aja tuh? Beda nama aja. Dari tahun lalu koar-koar sistem online tapi nyatanya apa coba? Orang pendataan pemilu aja ancur gini. Mosok aku milih lewat surat, dikirimin undangan. Mana bisa? Coblosannya jam 12 sampai jam 2 lagi. Khan itu jatahnya ikut seminar wirausaha. Rugi dong bokap guwe kehilangan satu suara," teriak Suzy.

"Eh, elu pikir bokap elu doang? Bapakku juga rugi tau!  Banyak yang pengin nyoblos tapi gak jadi karena gak dapet undangan dan pas gak libur," sergah Ellya

"Iya, samalah. Mangkanya, kalau pak Jokowi menang sistemnya akan diperbaiki," kata Chamid takut-takut.

"Dipikir-pikir bokap macanmu itu lucu. Lupa gak pakek laurier wings ya? Bocoor...bocoor...! Kalau kekayaan negara itu bocor, nanganinya gimana? Njelasin gitu aja ngambang, gak jelas. Semua juga tahu kalau babu ekspor itu terpaksa ke luar negeri karena ekonomi. Lhah sementara ekonomi masih diperbaiki trus suruh gimana? Apa solusinya? Gak usah jadi TKW? Trus nunggu ekonomi membaik berapa lama? Trus adikku mau sekolah pakek apa?" Hindun berkata sambil membanting-banting handuknya yang baunya semerti rendaman cucian yang udah tujuh hari.

"Pakek Kartu Indonesia Pintar dong, bukan pakek bocor," jawab Ellya sambil tersenyum sinis.

O...rupanya itu. Aku baru ngerti bahwa mereka sedang menperdebatkan capres-capres andalan mereka. Tapi...lagi? Ini sudah yang keberapa? Masak tiap kali ketemu jadi kayak YKS gini, rame tapi enggak jelas. Padahal mereka khan berkawan baik. Masak cuma gara-gara capres trus tiap ketemu -enggak di FB enggak ketemuan langsung- trus berantem gini? OMG banget deh.

"Eh, kalian tuh udahan belum? Kalau masih mau berantem, sono! Biar mie ayam dan soto nih aku habisin sama Srint," kataku sewot.

"Lha kita enggak berantem mbak Ri, cuma debat aja," kata Ellya sambil mengambil semangkuk mie ayam.

"Eh, udah waktunya buka lho. Udah jam 7.15," kata Srinthil sambil membagi-bagikan makanan dan minuman.

"Allahumma laka sumtu wa bika aamantu wa ‘alaa rizqika afthartu birahmatika ya arhamarrohimin," doa kami bersama-sama.

Akhirnya hening. Semua menikmati makanan sambil foto-foto. Ya ini mungkin sudah jadi lifestyle TKW-Hong Kong, sebelum makan foto dulu pakek kamera 360 trus diposting di FB. Habis itu lanjut makan.

Dua mangkok mie ayam, dua mangkok soto ayam, dua mangkok bakso dan dua porsi nasi campur dinikmati bersama. Bau-bau harum makanan yang sama tercium di segala penjuru Victoria Park malam itu. Sebenernya aku sih kepingin makan mie ayam, tapi karena udah keduluan sama Anez, ya udah. Walau Anez bukan muslim tapi dia setia kawan banget, enggak makan dan minum di depan kami. Bahkan Anez tadi yang membelikan semangka dan melon untuk buka bersama.

"Eekkk...alhamdulillah," Hindun bersendawa.

"Makan nikmat kayak gini jadi meyakinkan aku untuk bikin warteg nanti. Tapi modalnya dah berkurang karena ngawinin adik kemarin. Hhhh...," desah Hindun.

"Tenang aja, kalau bokap gue menang, beliau bakal memberikan pinjaman dana buat TKI purna untuk modal usaha," kata Anez tegas.

Duh, alamat mulai lagi nih adu mulutnya, pikirku.

"Lha itu bukannya program KUR (Kredit Usaha Rakyat yang dikhususkan untuk TKI purna)? Lagian ngasih pinjaman disertai ngajarin gimana caranya buka usaha nggak? Kalau enggak ya sama aja bo'ong. Ntar ujung-ujungnya TKI purna-nya yang kejeblos utang,"

"Makanya visi misi itu yang jelas dan detil kayak punyanya pak Jokowi yang 41 lembar. Mosok cuma tujuh lembar, mau jelas gimana? Mau detil gimana? Melindungi buruh itu tugas negara, pengiriman TKI nanti harus G to G (Goverment to Goverment=pengiriman tenaga kerja lewat pemerintah bukan PJTKIS), itu cocok banget,"

"G to G, iya bener banget. PDIP khan emang paling pinter kalo berhubungan dengan Cina,  negara komonis itu. Ya iyalah khan Jokowi juga penganut paham Komunis," tuduh Suzy serta merta.

"Eh kamu kalo ngomong jangan asal njeplak ya. Daripada bokap lo yang pembunuh, ketambahan pula Hatta Rajasa yang kebal hukum, mau jadi sepasang Hitler?" kata Hindun.

"Eh, daripada bapak lu yang tampang o'on gitu. mending nyokap guwe yang ganteng dan gagah," Miya membela diri.

"Ya mendinglah, itu wajah kerakyatan bukan ke-elit-elitan. Daripada jombloman gitu, suruh sono buat kebijakan buat jomblowers. French kiss sono sama kuda," gertak Ellya.

Perdebatan itu jadi nggak menentu. Hatiku bergemuruh melihat kawan-kawan karibku bersitegang seperti itu. Buku, tas, payung, sandal sudah bertebaran kemana-mana karena dijadikan alat peraga debat yang semakin ngawur. Kalau aku tak turun tangan pasti sebentar lagi ada adegan jambak-jambakan dan jotos-jotosan di tengah Victoria Park ini.

"Stop! Stop! Sudah! Sudah! Berhentiii...!" teriakku di atas angin. Seketika semua diam kaget karena suaraku yang meninggi tak seperti biasanya. Srinthil memegangi pundakku, entah mau meredam amarahku entah takut.

"Kalian debat di awal tadi masih wajar, tapi makin ke sini makin ngawur. Mau jadi tukang fitnah ya kalian?" bentakku.

"Kalian ini, mau milih presiden aja debatnya nglebihi waktu milih calon suami. Malu tau! Kalau kalian sudah menetapkan pilihan, ya mantabkanlah hati. Cari kebaikan pilihan kalian sebanyak-banyaknya. Kenali lebih dalam lagi. Bukan saling serang kayak politikus gila gini," kataku.

"Aku tahu ini pilihan yang berat. Seperti taruhan lima tahun ke depan. Makanya udah tahu kalau kita sedang gambling mbok ya fokus melihat potensi kalah yang enggak bikin bangkrut banget atau menang walau enggak seberapa. Ya, aku setuju bahwa kita akan mendukung calon pilihan kita. Tapi enggak usah over dosislah ndukungnya. Buktikan dukungan kalian pada 6 Juli nanti. Dengan cara nyoblos, milih. Kalian sekarang adu pendapat gini tanpa nyoblos ya percuma," kataku lagi.

Chamid, Srinthil, Hindun, Anez, Miya, Ellya tertunduk sedang Suzy yang merasa aku sindir, tertunduk lebih dalam lagi. 

"Kita ini berkawan selamanya atau mau bubar karena copras-capres ini?" tanyaku

"Selamanya, Mbak," jawab mereka kompak.

Kami berdelapan saling bersalaman, meminta maaf. Lalu berangkulan dan duduk melingkar lebih rapat lagi. Akhirnya kami berdelapan setuju untuk deklarasi damai. Bahwa tidak akan ada lagi saling gontok-gontokan dan tukar padu atau saling menjatuhkan capres. Bahwa kami akan lebih fokus kepada rekam jejak dan kebaikan capres pilihan masing-masing. Bahwa kami akan mendukung siapapun capres terpilih nantinya.

Malam merangkak, sudah saatnya kami kembali ke rumah majikan masing-masing, untuk menjadi peran pembantu di lakon film Kungyan-Lopan (Pembantu & Majikan) dengan kontrak shooting dua tahunan.

Rombongan kecil kami bubar ketika waktu menunjukkan pukul delapan malam.



--------------------------------------------------------------------


Cerbung ini fiktif namun berdasarkan kejadian nyata. Fenomena seperti dalam cerbung ini  terjadi di Hong Kong. Kawan akrab bersitegang lantaran capres pilihannya.
Srinthil dan kawan-kawan menggambarkan TKW Hong Kong, pendukung capres-cawapres.
Kegelisahan untuk memutuskan Prabowo atau Jokowi juga didasari seperti hal di atas: ketakutan akan KTKLN, ketakutan saat menjadi menjadi TKI Purna, mosi tidak percaya pada capres akan perlindungan macam apa yang ditawarkan pada TKI/W, juga ketakutan saat nanti menjadi purna -saat kesehatan, pendidikan dan pangan menjadi momok atau hal yang membebani bagi orang kebanyakan.




8 komentar :

  1. jadi judulnya 'debat para pendukung' bukan 'debat capres-cawapres', yaa, mbakyuu..
    hihi.. lucu-lucu komentarnya :D :D
    oh ya, hari ini, ya, pilpres di Hongkong? Siip, deh... Semoga negara kita dipimpin oleh presiden yang beramanah demi kesejahteraan rakyat :)

    Saya mau memberikan rekomendasi do'a buka puasa yang sesuai sunnah Rasulullah SAW:
    Berikut do'anya:
    "Dzahabaz zhamaa-u, wabtalatil 'uruqu wa tsabatal ajru insyaa Allah."
    ---Rasa haus telah hilang, kerongkongan telah basah, semoga pahala didapatkan. Insya Allah---

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin. Khan judulnya Srinthil Debat Capres
      Lha Srinthil yang dimaksud adalah kawan-kawannya. Yaitu para pendukung capres. Ini fenomena di HK (dan di Indonesia). Dan ya...hari ini coblosan.

      Hapus
  2. Di kampung saya juga banyak yang bersitegan soal calon presiden yang baik versi mereka, Mbak. Teman-teman facebook saya juga. Semoga perdebatan mereka juga nanti berakhir damai setelah tanggal 9 :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin. Tapi lagu-lagunya masih berlanjut hingga pelantikan...

      Hapus
  3. ===
    "Eh, daripada bapak lu yang tampang o'on gitu. mending nyokap guwe yang ganteng dan gagah," Miya membela diri.
    ===

    Eh dullll, sejak kapan ada "nyokap" ganteng...? ANyar ik :)

    *Srinthil kali ini menurutku tak seperti srinthil2 sebelumnya... Kurang menjadi srinthil :|

    BalasHapus
    Balasan
    1. terlalu tegang ya? Setegang situasi kawan-kawanku di HK sini...

      *menengggg....!! Lagi sinau aktip maneh ki lho..protes wae takkethak tenan!

      Hapus
  4. Selalu catatan mbak Rie Blora ini ringan namun tajam. Selalu suka hehe... debat antar pendukung perlu kok asal tidak mrmbabi buta dan ujung2nya ciptakan fakta imajinatif yang dipaksakan ke teman2nya hehe.. selamat mencoblos ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya di sini kawan-kawan sudah banyak yang berantem kayak orang gila gara2 belain capres...miris

      Hapus

Matur suwun wis gelem melu umuk...