Mbabu Sambil Belajar


Minggu,18 Mei 2008

Hongkong, sebuah lembaga pendidikan bidang komputer, LPPMI(Lembaga Pendidikan Profesional Mandala Indonesia) cabang Hongkong, mewisuda para mahasiswa program D1 tahun ajaran 2007-2008.

Acara yang dihadiri oleh 117(maaf kalau salah hitung) wisudawati dan undangan beserta jajaran LPPMI tersebut berlangsung mulai dari pukul 12:00 AM - 17:00 PM di Hotel Regal Hongkong.

Susunan acara dimulai dengan pelantunan lagu Indonesia Raya dan beberapa sambutan dari panitia, wakil wisudawati,direktur LPPMI, komisaris LPPMI, penyelenggara pendidikan, dilanjutkan dengan penyerahan sertifikat dan pelantikan oleh ibu Adriyanto selaku penyelenggara pendidikan beserta bapak Hasanuddin Abdullah selaku wakil direktur LPPMI, acara selanjutnya adalah hiburan dan terakhir adalah doa penutup.


Pada dasarnya acara berjalan dengan lancar, sebelumnya sedikit kendala lumrah yang sudah mendarah daging pada kebanyakan bangsa Indonesia, yaitu jam karet alias molor sempat menunda pelaksanaan acara yang dijadwalkan dimulai dari pukul 11:00 AM itu.

Setidaknya sudah ada dua Universitas(LPPMI & ITS) yang berada di Hongkong yang memberi kesempatan kepada para BMI(Buruh Migran Indonesia) untuk mengenyam pendidikan. Para BMI(=TKW) yang dalam kesehariannya memegang sapu dan dan kain pel ini, berhasil menginvestasikan uangnya dalam bentuk ilmu.

Kesibukan kerja sehari-hari yang hampir memakan waktu 16 jam perhari rupanya bukanlah suatu kendala oleh para BMI tersebut untuk belajar. Tak jarang di tengah malam buta tatkala semua pekerjaan sudah selesai dan sang "ndoro" telah tertidur lelap, wanita-wanita perkasa ini menyempatkan waktunya untuk belajar. Rupanya semangat belajar tidak padam sekalipun mereka berada di negeri Cina sebagai pembantu.

Dan benar saja kata pepatah: "Belajarlah walau sampai ke negeri Cina." Negeri Cina yang dalam hal ini adalah Hong Kong, adalah tempat untuk mencari uang sekaligus ilmu.

"Komputer sekarang dibutuhkan dimana-mana, sepertinya rugi banget deh kalau di jaman sekarang ini orang ga kenal komputer. Aku berharap ga cuma sekedar kenal saja tapi sekaligus mempelajari, mengetahui dan semoga saja juga bisa menguasai. Yang penting terus belajar gitu, untuk meningkatkan kualitas diri jadi ntar kalau punya anak khan aku bisa ngajarin anakku, hehehehe," kata Hindun, salah satu wisudawati.

"Ya kalau dulu waktu di Indonesia khan ga sempet belajar, karena ga ada dananya. Lha sekarang ada dananya dan ada kesempatan kenapa tidak? Aku khan juga ga mau di anggap bodoh terus," tambahnya pula.

Memang benar, ramai orang berpendapat kalau orang yang di kirim ke luar negeri yang dalam hal ini khususnya adalah TKW, adalah orang-orang bodoh atau kurang berotak. Alasannya adalah karena mereka menganggap kalau mereka tidak bodoh dan berotak tentulah tidak akan bekerja di luar negeri dan mendapatkan pekerjaan yang layak(bukan babu) di negeri sendiri.

Pandangan sempit ini didukung oleh fakta bahwa umumnya untuk menjadi TKW hanya dibutuhkan ijasah SMP saja. Bahkan tak jarang di beberapa PJTKI praktek pendlesepan TKW yang berpendidikan kurang dari SMP(cuma berpendidikan SD saja) sering terjadi.

Pendidikan pula telah membuat sebuah celah nyata atau bahkan pelecehan atas status kecerdasan atau kemampuan seseorang. Kebanyakan masyarakat lebih percaya atas paper proof(ijasah) daripada skill proof(kemampuan/keahlian). Dan merekalah yang biasanya menilai TKW sebagai seseorang kelas rendah, kasta sudra yang bodoh, tak berpendidikan. Padahal kalau dilihat begitu banyak kasta ksatria(orang-orang berpendidikan tinggi)yang hanya menjadi gelandangan tak kentara, karena tidak mendapatkan pekerjaan.

Bangga atas kelulusannya Liya mengatakan, "Wah seneng banget rasanya bisa lulus D1, ntar juga aku mau nerusin sampai D3. Seneng banget rasanya apalagi belajar ini khan pakek uang sendiri, bayar sendiri gitu."

Di lain pihak, ditanya tentang alasannya mengapa memilih kuliah di Hongkong daripada di Indonesia, Sumi menjawab, "Ya kalau masih di Hongkong khan sambil kerja gitu, uangnya masih ngalir. Lha kalau sudah di Indonesia khan pemasukannya sudah berhenti total. Kalau dinilai dari segi materi(pelajaran) mungkin kita(TKW) kalah ama mahasiswa yang ada di Indonesia karena mereka kuliahnya tiap hari sedang kita(TKW) disini cuma pas hari minggu aja. Tapi kalau dilihat dari segi praktek kayaknya kita(TKW) jauh lebih bagus kok. Ada laptop sendiri, juga ada internet. Yang penting telaten belajarnya, pasti bisa deh."

Ya, benar. Pasti bisa. Mempunyai tugas pribadi sebagai pejuang yang tangguh takkan bisa tanpa keyakinan diri.

Selamat kepada para wisudawati! Kalau Indonesia mengekspor kita sebagai TKW maka pulanglah ke tanah air sebagai sarjana(skill proof and paper proof), berangkat modal sapu pulang bawa modal dan ilmu.Bukankah kita pejuang yang tangguh, wanita-wanita perkasa??

6 komentar :

  1. Belajar sing bener yo, mangkat gowo sapu tp kan muleh iso gowo buku,..yo ra

    BalasHapus
  2. saluuutttt....
    mbak ana program d4 ato s1 kependidikan gak? njupuk kuwi bae...
    mengko dadi guru....

    BalasHapus
  3. >>genx, gawa sangfu barang, hehehe...

    >>slamet widodo, sementara iki mung ana sampek D3. nek arepe melu D4 ato sarjana kudu melu UT Hongkong. thanks.

    BalasHapus
  4. Yang manakah aku??

    Kira-kira ada wajahku wajhia disitu ga ya...

    coba yg mana..

    BalasHapus
  5. >>anne, kayaknya ga ada jeng. Muisi a.

    BalasHapus

Matur suwun wis gelem melu umuk...