Srinthil 7: Baju Lebaran Menghebohkan


Peluh bercucuran dari setiap pori-poriku. Rasanya seperti habis mandi saja. Sekujur tubuhku basah, bajuku yang berwarna biru tua ini bertambah gelap warnanya. Keranjang belanjaan yang gemuk padat berisi kutarik dengan tangan kananku, sedang sebuah wanpo toi(tas belanja) berat tergantung di pundak kiriku, aku tak mampu lagi berlari kecil ataupun berjalan cepat. Terengah, hampir saja aku menabrak sesosok jangkung yang tampan didepanku.

“Canhai muisi a, sorry,” kataku.

“Em kan yiu lah, it’s Ok,” jawabnya dibarengi dengan senyum menawan.

Waduh, hatiku tratapan ga karuan. Segera saja aku membayangkan dia menjadi sahabatku yang bisa mengerti, memahami, menghormati sekaligus bisa diajak berbagi. Ah, bukankah ini suatu pemikiran yang biasa saja? Aku tak bermuluk-muluk membayangkannya menjadi kekasihku, seperti yang biasa dilakukan oleh Hindun saat dia melihat cowok cakep sekalipun itu cuma setakat cakepnya PKS(orang pakistan) yang notabene adalah serigala berbulu wedus saja.

post signature


Tiba-tiba saja HP bututku melantunkan sebuah lagu favoritku, caping gunung. Di sana di Cousewaybay di dekatnya central Library, Srinthil sedang mengelus-elus lantai dengan dengkul mengadu lantai, satu tangan memegang HP dan tangan satunya lagi memegang jimat kain pel. Dia berteriak-teriak di antara nafasnya yang ngos-ngosan karena kerajinannya menjadi peneliti kebersihan satu demi satu ubin di rumah bosnya.

"Mbak Riii, mbak, sampeyan lagi di pasar North Point khan? Tulungi aku po'o. Aku ra duwe klambi buat lebaran besuk. Beliin rok putih panjang yang di pasar itu ya mbak, pliiiiss..!" ujarnya merajuk.

"Sri, blanjaanku aja beratnya seperti fei cuiyuk(babi gemuk), gek ora gawa duwit pisan. Tinggal 50 dolar, itupun duwitte lopan(bos) je, piye tho dirimu kih. Mbok kamu lain kali pesennya pagi-pagi gitu, canhai muisi a(maafkan)," kataku berargumen.

"Mbak Ri, sudah cukup uang itu mbak. Lha mosok aku lebaran suruh pakek baju kadaluwarsa gitu. Ga ada rok mbak, sampeyan khan ngerti nek bos baruku ini gak suka aku pakai rok khan mbak,"

Yah, bos baru Srinthil memang rada aneh, walau tidak bisa di golongkan dalam kategori nyleneh. Dia yang kebetulan adalah adik dari bosku itu, paling tidak suka melihat Srinthil pakai rok. Maksudnya dia gak mau Srinthil ribut dengan rok yang bisa merepotkan kerjanya. Payahnya larangan untuk memakai rok juga berlaku kalau dia lagi libur. Walhasil si feminin Srinthil yang paling demen pakai rok ini harus menitipkan semua roknya kepadaku.

"Sri, aku kabotan tenan iki, gek rok itu hargane berapa?" tanyaku.

Aku berhenti di lampu merah hijau yang ada di sebelah terminal bis. Kuletakkan semua barang-arangku di pinggir trotoar, dan berkonsentrasi sepenuhnya mendengarkan suara Srinthil yang hampir pecah menjadi tangis.

"Cuma 49 dolar saja kok mbak, minggu kemaren aku dah mau membelinya tapi ternyata pas waktu itu aku harus nyaur utang kartu(pulsa) sama budhe Sari. Plis ya mbak, beliin ya mbak,"

"Semprul tenan Srinthil iki!" batinku mengumpat.

Kembali aku memasuki warung jagal babi yang menjadi langgananku dan menitipkan barang-barang belanjaanku disana. Dengan bergegas aku menuju ke Malioboro-nya North Point. Yupz! Di North Point mereka menjajakan pakaian persis di pinggir jalan berderet-deret seperti layaknya yang bisa kita lihat di Malioboro itu. Pakaian yang di jajakan di sanapun tergolong hou beng alias murah banget. Bayangkan selusin CD saja cuma 20 dolar, trus baju pesta ala Britney Spears hanya 80 dolar, trus baju renang atu suwim suwit yang seutas-utas nek kalo di beri merek trium atau wakul biasane hargane 300 dolar keatas, disini dijual dengan harga 29 dolar saja. Bayangkan!!

Bergegas aku menuju ke toko pakaian yang dimaksud Srinthil, membeli satu rok warna putih dengan tali di bagian pinggangnya dan renda-renda di bagian bawah. Dan pas banget sesuai apa yang di katakan Srinthil, harga matinya adalah 49 dolar.

...............

Kuserahkan rok putih itu kepada Srinthil yang tinggal satu lantai di bawah rumah bosku, segera saja rok itu disambut dengan suka cita.

"Toce sai, makasih mbak Ri, tak cobane sik, mbayare besuk ya," katanya seraya menutup pintu dan membiarkan angin menampar mukaku dengan kasar.

Dari jendela di dapur bosku aku bisa melihat kamar Wai Wai yang di hiasi dengan boneka-boneka kecil dan wallpaper gambar princess ala karakter Disney. Oh ya, Wai Wai adalah anak asuh Srinthil yang berumur 3 setengah tahun, keponakan dari bos lakiku. Dan bisa juga kulihat Srinthil sedang melenggak-lenggokkan diri, melihat pantatnya yang agak bulat tertutup rapat dan tampak lumayan seksi dengan rok putih itu.

"Gusti Allah nyuwun pangaksami! Ciloko pitulikur tenan Srinthil iki!" bathinku.

Segera saja kuraih Hp ku dan ku dial nomor HP Srinthil serta merta. Begitu HP tersambungkan aku bahkan gagap gugup sekali karena Srinthil menguasai pembicaraan.

"Mbak Ri, bisa lihat khan? Rok ini terlihat bagus baget sama aku ya mbak, pas banget, cocok banget. Gimana mbak kalau aku pakai kaos merah ini sebagai atasannya? atau yang putih ini yang lebih cocok? atau malah yang merah muda itu mbak? Mbak Ri besuk keluar rumahnya jam berapa? Aku tunggu di lantai bawah ja...

"Kringgg....Kriiiiiiiingg...kRiiiiiiingggggg...," teriak telepon rumah bos Srinthil keras sekali memutuskan celotehan Srinthil barusan. Dengan satu HP di kuping kiri dan satu telepon di kuping kanan, jelas sekali Srinthil gugup sekali.

Di seberang sana suara bosnya Srinthil terdengar melengking-lengking dan menggemuruh juga memanaskan telinga, bisa kudengarkan juga karena HPku ada di kuping kirinya Srinthil. Persis seperti suara halilintar tanpa hujan, persis rasa sambel lombok jempling tanpa garam, persis seperti tawanya Farida Pasha dalam film mak lampir, persis seperti teriakan klakson mobil yang bersahut sahutan disaat kemacetan.

"Lei comat ye a(kamu ngapain?) Kurang gaweyan ya? Mau blajar akting jangan di rumahku, mau belajar jadi fotomodel juga jangan di rumahku! Lupa apa sengaja kamu itu ha? Di kamare Wai Wai khan ada kameranya, yang tersambungkan ke HP dan komputer kantorku. Pakek ganti baju di kamar anakku lagi. Nyedit-nyedit pamer bokong sama siapa? Muter-muter kayak gasing, kok gak nyungsep aja sekalian? Beresin rumah kek, ngepel kek, ngosek WC kek, ngelap kaca kek, lha iki kamu jadi babu baru seminggu aja kok sudah bertingkah....bla bla bla.....

.....................sudah kututup HP ku, tak sanggup aku mendengarkan celotehan bosnya Srinthil...pedes des des.
Oalah Sri, Sri mau lebaran pakek rok baru aja kok menghebohkan bosmu.

10 komentar :

  1. ada2 aja ya srinthil...,eniwei...itu cerita mengingatkanku betapa sebuah persahabatan sangat berarti terutama yg hidup di perantauan. salut deh buat kalian..

    BalasHapus
  2. thanks, tapi cerita Srinthil hanya fiksi saja.

    BalasHapus
  3. takkira iki episode paling heboh neng serial srinthil!

    BalasHapus
  4. iki apik tenan .. suwer ...!! Kompas pasti mau menerbitkan ..

    BalasHapus
  5. makasi banyak, mbak Rie...
    nggak tau fiksi atau nyata, rasanya mungkin saja ini pernah terjadi, ya mbak...

    terima kasih sampun bikin saya senyum tapi juga sedikit miris...

    bagus mbak cara berceritanya...

    BalasHapus
  6. mbak, mohon izin untuk munculkan cerita ini di tempat saya di Multiply...

    Ditunggu ya mbak...

    BalasHapus
  7. >>mbaureksane blog iki, kang...ah tenane??...

    >>papaeky, aiyaa....segitunya...
    btw makasih

    >>anang prabowo, trimakasih... silakan saja kalo mau di copas.
    Serial Srinthil adalah fiksi yang kadang terjadi di kalangan TKW-HK.
    wah ada MP juga? Add Rie dunk di www.cewekblora.multiply.com

    BalasHapus
  8. dilanjut neh tho bu, kalo berkenan repost di fiksiku.rawins.net yow...

    BalasHapus

Matur suwun wis gelem melu umuk...