Ngo Yiu Hok Totik

 "Mulah... mulah...! Sepuluh dola satu. Mali beli mulah-mulah, cantik! Yau mulah, yau bagus a (ada murah, ada bagus)!" teriak penjual tas obralan di pasar North Point.

Lima belas menit sebelumnya penjual tas obralan di pasar North Point tersebut bertanya padaku tentang bagaimana menawarkan barang dagangannya dengan menggunakan bahasa Indonesia. Hanya lima menit dia sudah fasih menawarkan dagangannya walau dengan logat dan intonasi yang lucu.

"Kong Yannei hou kantan a (Berbicara dengan bahasa Indonesia itu mudah ya). Ngo yiu hok totik. Lei pong sau ngo lah, ngo wui pei lei leimat ka (Saya ingin belajar lebih banyak lagi. Kamu bantu saya ya, nanti saya beri hadiah.)," katanya padaku setelah berucap terimakasih.

Seperti menjadi kebiasaan, setiap hari Senin-di hari belanjaku- aku menyempatkan diri mampir ke tokonya dan mengajarinya beberapa kata dalam bahasa Indonesia. Dia dengan bahagianya menyambutku.

"Selamat datang cantik. Terimakasih datang lagi," katanya setiap kali menyambutku.

Hal yang membuatku merinding adalah kesungguhannya dalam mempraktekkan apa yang telah aku ajarkan padanya Minggu yang lalu, semenit setelah memberikan salam padaku. Setelah itu dia menambahkan kalimat "Ngo yiu hok totik" dengan wajah sungguh-sungguh.

Dan seperti murid yang baik, sebuah buku kecil segera dibukanya. Di buku itu telah dituliskannya apa yang aku ajarkan padanya dengan tulisan yang tidak bisa aku pahami tapi dia pahami benar-benar.

Seorang pedagang sekaligus pembelajar yang mengerti benar pasar di Hong Kong, betapa para pembantu rumah asal Indonesia begitu royalnya membelanjakan uangnya. Terlepas dari apa tujuannya belajar bahasa Indonesia, aku merasa malu setiap kali dia  dengan wajah sungguh-sungguhnya berkata, "ngo yiu hok totik". Sedang aku di sini menimbun buku-buku berbahasa Inggris dan menenggelamkan diri dalam sastra Inggris.

Dialah pula yang membuatku blingsatan mencari buku-buku sastra lama Indonesia di beberapa toko buku online Indonesia yang kemudian mengirimkannya ke Hong Kong.

Dan betapa terkesimanya aku dengan buku-buku sastra lama dengan bahasa Indonesia yang belum terpolusi tersebut.


6 komentar :

  1. Jadi penasaran kenapa penjual itu semangat belajar Bahasa Indonesia...

    BalasHapus
  2. ehm, ehm, saya jadi pengen malu juga, soalnya kebanyakan dari buku2 itu belum pernah saya baca. padahal notabene saya tinggal di indonesia.

    BalasHapus
  3. @milo, karena dia pedagang, sedang pembelinya kebanyakan orang Indonesia...
    @chus, jiaahhh...rupanya ada yang lebh parah dai saya...

    BalasHapus
  4. hehe, ngmg2 pengarang favoritnya mb rie siapa? :D

    BalasHapus
  5. wah jual buku Indonesia juga toh di sana. btw, itu judulnya susah dibaca hihihi.lidahku keseleo deh

    BalasHapus
  6. @chus, enggak punya...kalau buku favorit banyak..tuh di profile ada..hehe..
    @sang cerpenis, jiah..ini pasti membacanya dengan tidak seksama...so sad...

    BalasHapus

Matur suwun wis gelem melu umuk...