Duo King Kong ikutan kampanye Ramadhan di Hong Kong |
Hanya sekejap saja mereka memandangku, mereka seperti tidak sedang berbicara padaku saja. Kembali mereka melekatkan pandangannya ke
sebuah alat transportasi tertua dan termurah di Hong Kong yang tampak lain dari biasanya,
tram.
Tram yang berselimut spanduk bertuliskan "Welcome Ramadhan" dan juga terjemahan dari welcome ramadhan dalam bahasa Cina itu menuju ke arah pemberhentian tram kami, di ruas jalan Causeway Road persis di depan perpustakaan pusat Hong Kong. Tram atau dalam bahasa Kantonis disebut "teng-teng" yang lain dari biasanya itu adalah "Teng-teng Kampanye Ramadhan", acara rutin yang digelar oleh Dompet Dhuafa-Hong Kong (DD-HK) untuk mensosialisasikan zakat dan datangnya bulan puasa kepada buruh migran Indonesia yang ada di Hong Kong juga masyarakat Hong Kong.
Tram yang berselimut spanduk bertuliskan "Welcome Ramadhan" dan juga terjemahan dari welcome ramadhan dalam bahasa Cina itu menuju ke arah pemberhentian tram kami, di ruas jalan Causeway Road persis di depan perpustakaan pusat Hong Kong. Tram atau dalam bahasa Kantonis disebut "teng-teng" yang lain dari biasanya itu adalah "Teng-teng Kampanye Ramadhan", acara rutin yang digelar oleh Dompet Dhuafa-Hong Kong (DD-HK) untuk mensosialisasikan zakat dan datangnya bulan puasa kepada buruh migran Indonesia yang ada di Hong Kong juga masyarakat Hong Kong.
“Dauisin kinto hiong Pak Kok, yika tu yau kinto hiong fan Sheung Wan kala, hehehe… (Tadi
melihatnya menuju Pak Kok/North Point, sekarang melihatnya lagi menuju Sheung Wan),” kata nenek sambil terkekeh.
Alat transportasi tenaga listrik yang sudah ada di Hong Kong
sejak lebih dari 100 tahun yang lalu itu menjadi pusat perhatian kami. Tak hanya aku dan kakek-nenek
tadi, kawan-kawan sesama buruh migran Indonesia yang kedapatan libur pada
hari itu juga tampak antusias menyambut datangnya alat transportasi termurah di Hong Kong tersebut. Kali ini bukan untuk menaiki namun untuk menyambutnya dan berbagi bahagia menyambut datangnya bulan suci ramadhan.
Suara sholawat yang diiringi oleh tabuhan rebana semakin lama semakin terdengar jelas. Suara yang berasal dari teng-teng tersebut selain sanggup membuatku merinding juga sanggup membuatku bahagia sekaligus bangga. Bahwa di negara non muslim ini seruan untuk berpuasa dan zakat dapat pula disampaikan. Jujur, aku
bahkan harus bersusah payah menyembunyikan air mata haruku saat menyaksikan
TTKR itu mendekat untuk kemudian berhenti persis di depanku.
Teng-teng itu memiliki dua lantai. Di lantai bawah tampak beberapa volunteer DD-HK melambaikan tangan
sambil bersenandung sholawat. Sebagian turun di pemberhentian tram untuk membagikan brosur berisi informasi zakat dan puasa. Tak hanya itu selebaran lain yang menggunakan tulisan bahasa Inggris dan Cina juga tampak diserahkan kepada warga Hong Kong yang kebetulan berada di pemberhentian tram itu. Sosialisasi yang simpatik ini begitu menarik hati warga Hong Kong, utamanya sepasang kakek-nenek yang masih berada di sampingku itu.
“Kamko yuit lei tei cikai hamai a? Kunghei lei tei a (Bulan
ini kalian berpuasa ya? Selamat ya),” kata nenek sambil melambai ke atas tram. Aku tersenyum setelah mengucap terimakasih padanya.
Di lantai atas tram itu, grup rebana dan penyanyinya dengan
semangat bersenandung sholawat. Sebuah bendera merah putih tampak melambai, dipegang erat oleh seseorang yang aku kenal sebagai salah satu personel duo kingkong. Keduanya kebetulan diundang
oleh DD-HK untuk memeriahkan acara seminar “Pelatihan Menjadi Kaya”.
Aku buru-buru mengemas air mata haru yang masih tersisa di
pojok mataku. Kemudian menghadap sepasang kakek-nenek itu. “Lei tim ci a?
(Kalian kok tahu)?” tanyaku heran.
“Ngo tei tu yau cece hai ogei kamma. Dausin tuhai goitei pei
ngo liti (Kami pun punya cece/pembantu di rumah. Tadi juga mereka/volunteer
DD-HK, memberikan kami ini),” jawabnya sambil menunjukkan selembar kertas
bertuliskan bahasa Cina yang kira-kira berisikan tentang pentingnya puasa bagi
muslim kepada warga Hong Kong.
“Hemong leitei mosi lah, coye kem sanfu, sengyat emsik fan,
em yam soi (Moga-moga saja kalian baik-baik saja, kerja keras, seharian tidak
makan, tidak minum),” katanya
“Fongsam lah, ngotei cap kwan co lah (Tenang saja, kami
sudah terbiasa kok.),” jawabku.
Tram itu beranjak menuju pemberhentian selanjutnya. Di sepanjang jalan yang dilewati oleh tram itu, buruh migran Indonesia melambaikan tangan, bersorak dan bersama-sama mengelu-elukan sebuah kalimat indah,"Allahu Akbar! Allahu Akbar! Marhaban ya Ramadhan!"
Tram yang mengangkut merah putih, rebana dan kawan-kawan volunteer DD-HK melaju menuju pemberhentian selanjutnya. Senandung sholawat semakin lama semakin menjauh. Namun aku yakin sentilan unik tadi telak mengena di hatiku dan kawan-kawan senasib juga warga Hong Kong yang
berada di jalur Sheung Wan-North Point-Sheung Wan.
oleh Sri Lestari
diikutkan dalam LOMBA BLOG DOMPET DHUAFA HONG KONG
:')
BalasHapustelat baca ni....
BalasHapuswah mengharukan sekali :')
BalasHapus