Jamu Kecoak

"Satu...dua...empat...sepuluh...dua puluh...dua puluh dua...,"

Hitunganku berhenti pada angka dua puluh delapan. Busyeettt...!

Kumasukkan ke-dua puluh delapan kerangka kecoak bersama beberapa daun, rempah, akar, batang, remahan kulit kerang dan entah apa lagike dalam panci. Kutambah delapan mangkok kecil air kemudian kunyalakan api. Satu jam ke depan jamu kecoak ini akan siap untuk diminum.

Jamu kecoak ini untuk nyonyah bos. Dia menyerahkannya padaku kemaren, tapi sang nyonyah bos ini rupanya enggak tahu apa saja ramuan jamu tersebut.

Dua hari ini bos muntah-muntah, tapi bukan hamil. Entah penyakit apa. Selalu begitu kalau beliau terlalu capek bekerja. Kemaren, aku mendekam di kamar belakang seharian penuh. Aku jadi keki dibuatnya. Mau vacuum ruangan, takut brisik. Mau ngosek WC, takut rame. Mau masak, sungkan. Untung setrikaan lagi banyak. Jadi nyetrikanya bisa dilama-lamain.

Hari ini, beliau sudah agak mendingan. Jadi bisa bermain dengan anaknya, menghias Christmas Tree. Sedang aku di dapur, menyuci piring dan mangkok bekas makan siang tadi. Yah mencuci mangkok dengan badan yang tak keruan.

Kepalaku berdenyut-denyut semakin cepat, hidungku meler semakin sering. Saat tidak enak badan begini, tak ada sesuatu yang lebih enak selain membayangkan aku berada di rumahku sendiri. Emak pastilah memanjakanku. Remote TV pastilah berada ditanganku. Tapi ini Hong Kong sodara-sodara! Dan di Hong Kong, seorang babu dilarang sakit! Meski sakit, dia pun harus tetap bekerja.

"Aaaaa...," teriakan kecil terdengar.
"AAAAA...," teriakan besar terdengar.

Ah paling mereka berdua lagi bercanda, pikirku. Aku lanjutkan lamunanku tadi....

"Aaaa...," teriakan kecil terdengar lagi.
"AAAA...," teriakan besar terdengar lagi.

Kuletakkan spon pencuci piring, membasuh tangan kemudian mengelapkannya pada lap piring. Dalam keadaan darurat begini aku tak ingat lagi 4 lap yang berbeda fungsi di dapur. Sebodo! Gak ada yang melihat ini kok, pikirku.

"There is a bug!" jerit si kecil Pompi, momonganku, ketika melihatku.
"Fliying," tambahnya lagi.

Segera kusambar koran. Aku gulung seperti pentung kasti. Untuk gaji lima juta perbulan aku harus rela melakukan apapun, menjadi pembunuh sekalipun. Targetku adalah ya serangga tadi.

"AaaAA...," jeritku kudramatisir.
"It is a cocroachhh...," kataku lagi.

Spontan si kecil dan nyonyah bos naik ke atas sofa. Haha! Inilah enaknya punya bos yang phobia banget terhadap kecoak, kadang kala mengerjai mereka sedemikian mudahnya.

"Kok bisa ada kecoak masuk ke rumah ha! Kamu jorok! Kamu pasti gak buang sampah! Kamu pasti enggak beresin rumah! Kamu pasti...," kata bos marah-marah.

Orang satu ini, kalau sudah marah enggak bakal kenal titik atau koma, adanya tanda pentuuuung semua.

"Khan alat pengusir serangga elektroniknya dibawa pak bos ke rumah satunya lagi nyah," jawabku membela diri.

"Gak mau tahu! You must get it!" teriaknya lagi.

Aku lari ke sana ke mari mengejar sang blattodea atau kecoak. Kakiku yang cuma dua ini kalah cepat dengan kaki si kecoak yang jumlahnya enam. Tapi setelah "plak" dan "plek" dan "plak" lagi dan "plek lagi, aku yang telah tujuh tahun berpengalaman dalam hal memburu kecoak ini pun akhirnya berhasil mendapatkannya.

"I got it!" kataku.

"Throw it away!" terdengar perintah kemudian.
 
"I will put in the chinesse medicine. Buat tambahan jamu," kataku.

"How dare you!"

"Lho wong itu lho jamu kecoak. Lha apa salahnya aku tambahin dengan satu kecoak ini?" jawabku.

"Enggak percaya! I don't believe it!" katanya.

Ya Allah.... Demi menjaga nama baikku agar tidak disebut sebagai pembohong dan atas nama kebenaran dan sila ke lima dari Pancasila, aku membuka sebungkus jamu kecoak yang satunya lagi dan menyodorkannya kepada sang nyonyah bos. Dan tiba-tiba saja...
gedebug,....gedebugg...gedebugg,...braaakkkk....!!

"huweekkk...huweekkkkkk....!"


Nyonyah bos lari ke toilet, membanting pintu kemudian muntah-muntah tak keruan.

****


hihihi...sang anti kecoak minum jamu kecoak...





20 komentar :

  1. segala cara dilakukan agar biar sehat ya mba,

    BalasHapus
  2. jamu yang ekstrim. haha
    berarti mmuntah yang terakhir itu hanya karena sugesti.

    BalasHapus
  3. @ayas, itu obat dari tabib cina, enggak tahu sakit apa sang bos :)

    @andy, lain daerah atau lain orang lain cara/obat sehatnya ya..hehe...

    @fiscus, hahaha...iya kali...

    BalasHapus
  4. ee. mungkin saya termasuk yang ikut muntah.. :D

    BalasHapus
  5. Mbak kamu coba jamunya juga gak?
    Hiiiii

    BalasHapus
  6. ramuan jamu tabib Cina memang aneh2 ya jeng. aku juga kadang jijik sendiri liatnya :D

    BalasHapus
  7. minum jamu kecoak tanpa tahu itu mengandung kecoak?
    bos e sampean kok rodo ' pinter ' mbak xp

    BalasHapus
  8. @una, huweekkk...baunya aja menyengatt...
    @ivonie, enggak jijiklah..cuma kok hiiii....(sampek merinding)
    @emon, khan dari tabib/dokter cina itu udah bungkusan di kantong kertas gitu. cuma dibilangin suruh direbus satu jam...hehe...

    BalasHapus
  9. bosmu kok ra ngerti sih itu isi jamunya.
    segitu percayanya yah
    aku nek disuruh ngombe obat alternatif yo tetep pengen tau isine apa ae ... gak sembrono ngunu :D

    BalasHapus
  10. perasaan kecoak itu hewan paling jorok, mesti banyak kumannya. kok ya malah dibikin obat?

    BalasHapus
  11. ahahaha.... beneran ya mbak kecoa itu buat obat? apa khasiatnya mbak?
    hiiii jijik juga kalo ngebayangin itu.

    btw, makasih ya atas empatinya di blogku. maaf baru sempet blogwalking :)

    BalasHapus
  12. Hahahaha...kasian deh si Nyonya...!
    Tapi kecoa memang khasiatnya bagus ya Mbak...tinggal kitanya, mau apa enggak nelen minuman itu.
    hehehe.

    BalasHapus
  13. Lihat kecoak aja takut mbak apalagi sampe memakannya.duh g' bsa bayangin.

    BalasHapus

Matur suwun wis gelem melu umuk...