Adakah yang bisa membaca aksara Jawa itu? |
Di Asia, wanita melajang dianggap tabu. Herannya seringkali ketakutan untuk masih melajang ini dimiliki oleh orang-orang tua. Rasa takut lebih akut di Asia. Wanita lajang melewati usia 30 dipandang dengan kecurigaan dan belas kasihan. Padahal kita (yang melajang) berpikir tentang orang-orang yang menunda pernikahan sebagai pribadi yang bebas melakukannya karena pilihan, perempuan yang tetap melajang bersifat sosial dan menolak atau belum menikah karena keadaan.
Banyak sebutan nylekit disandangkan pada spinster. Orang Jepang menyebut mereka "makeinu" (anjing pecundang) karena telah gagal diberikan Tuhan misi mereka. Orang Cina menyebut mereka "sheng nu" (gadis sisa). Sedang orang Jawa menyebutnya "prawan tuwa" atau "prawan kasep" (perawan tua atau perawan kadaluarsa).
Di Asia, --utamanya Indonesia-- yang penuh dengan stigma-stigma ini, membuat ruang gerak wanita untuk melajang menjadi sempit. Sebagai contoh: pada setiap pertemuan keluarga atau pun pertemuan dengan rekan kerja, pertanyaan yang terdengar wajar itu sungguh-sungguh menggigit. "Masih single ya?" atau "Kapan nikah?" Trus musti jawab gimana coba? Tidak menjawab atau salah menjawab ntar malah dikira lesbian, iya khan?
Walau semasa kecil wanita-wanita ini telah dicekoki dengan cerita-cerita princess yang menikah di usia 17 tahun, namun kenyataan tidak segampang film Snow White atau Sleeping Beauty, yang hanya dengan sedikit sengsara kemudian mendapat Prince Charming lalu menikah setelah ultah ke-17. Life is not disneystory kawan!
Banyak pula wanita-wanita yang lebih mementingkan kariernya dari pada yang lain. Meski berpendidikan, pandai, mapan, tapi mencari/mendapat jodoh bagi mereka mungkin tak semenarik meniti karier.
Dan ada pula wanita-wanita yang meski bukan tergolong sebagai wanita karier tapi juga memilih untuk melajang. Saya, misalnya.
Lhah mau dibilang karier gimana, wong kerjanya aja sebagai pembantu alias babu. Pekerjaan sebagai pembantu khan enggak bakal naik pangkat atau jabatan, iya khan? Kalau naik gaji masih mungkin, itu pun kalau bosnya berbaik hati, ikhlas mensedekahkan uangnya kepada orang yang dengan menggerutu mengosek WC-nya dua kali dalam sehari, empat belas kali dalam seminggu, 420 kali dalam sebulan, 5.040 kali dalam setahun dan 10.080 kali dalam satu kontrak kerja. Bayangkan!
Cinderella-cinderella bertitel babu yang enggak bakal berubah menjadi princess ini bukannya tidak menginginkan untuk menikah, namun ya memang keadaan belum memungkinkan. Tuntutan ekonomi dan (mungkin) keluarga yang sudah kadung tergantung dengan besarnya duit trasferan menjadi salah satu kendala. Belum lagi sempitnya atau minimnya waktu dan kesempatan untuk mengenal pria.
Namun baik di Indonesia maupun para pekerja migran yang masih melajang ini ada sedikit akal untuk mencari jodoh, ya kalau-kalau nyangkut. Jejaring maya seperti Yahoo Messenger, Facebook, Skype menjadi alternatif. Ada juga whatsapp (whatsapp tuh termasuk maya bukan ya?).
foto dari takemeoutindonesia.com |
Nah, ini juga menjadi bukti bahwa wanita lajang (terutama yang desperate di Take Me Out Indonesia tadi) sebenarnya juga tak kurang usaha.
Masalahnya adalah pertemuan (di dunia maya atau nyata) itu mudah, tapi membuat pertemuan dua nyawa beda jenis kelamin tersebut sebagai pertemuan hati, itu yang sulit.
Menjadi wanita yang tegar dan percaya diri itu malah dua kali lebih sulit. Wanita sudah terlanjur didoktrinasi dari kecil untuk mengalah dan menyerah, untuk tidak usah berbicara/mengeluarkan pendapat sebelum orang tua bicara, untuk menjadi wanita somahan yang jinak. Jelasnya wanita telah makan lebih banyak garam daripada laki-laki.
Beberapa wanita tetap melajang karena pilihan sebenarnya bukan karena mereka mengharapkan seorang prince charming yang datang dengan mengendarai kuda putih. Namun laki-laki makin hari tidak lagi memiliki kedewasaan dan integritas yang cukup sebagai laki-laki, sebagai akibat dari perubahan sosial. Mungkin ini pula yang menyebabkan banyak wanita lebih memilih laki-laki yang jauh lebih tua. Laki-laki seumuran justru berpotensi menjadi balita ketimbang laki-laki. Mosok wanita harus ngopeni wong lanang?
Tentu saja untuk menjadi adil, akhir-akhir ini wanita juga banyak yang kehilangan feminitasnya. Seksi, cantik, sensual tapi sebatas untuk membuat first impression atau sexual attraction saja, melupakan sisi femininitas yang menjadi ciri wanita.
Waktu telah berubah, tetapi beberapa norma masih harus utuh (ditegakkan?), maka perang gender berlanjut. Jadi siapa yang harus disalahkan?
*****
18 November 2012
For my 34th b'day. I am single and I am happy. So stop worrying but keep loving me as what I am :)
Pertama, OOT sik ah. Iku pepet ato wulu, Mbak? Pilestapi ato pelestape? Kok aku bingung ya mbaca tulisan Jawanya...
BalasHapusSugeng tanggap warso, Mbak. Mugi tansah pinaringan berkah lan keslametan saking Alloh :)
Saya mah mikirnya kalo jodoh udah ditentukan siapa orangnya dan kapan waktunya. Kalo sekarang belum nikah ya berarti emang belum waktunya ketemu jodohnya. Orang lain (yang bukan single) bisa komentar macem2, pilih2 lah, nggak mau nyari lah. Tapi, yang tahu kenyatannya kan para single. Orang lain nggak tahu usaha2 yang udah dilakukan para single untuk mendapatkan jodoh. *kok jadi curhat yak?*
@milo, hehe...ra diwulu=ri, nga dilelet=le, sa mati s ta dadi pasangan=sta, ra diwulu=ri jadinya ri Lestari, hehehe...
BalasHapusMakasih atas ucapan & doanya.
ini yang komentar statusnya melajang jugakah? hehehe...
Lah, itu "ra" toh? kaki depannya panjang, jadi tak pikir "pa". hehehe...
BalasHapusnggak usah saling menyalahkan, toh semua punya jalan hidupnya masing2..aq pribadi melajang yaa krn memang blm diketemukan atau memang akunya yg blm mau mnjemput jodoh..heee...byk yg mau ta'aruf, tp memang kl blm waktunya mau gmna lg...ttp usaha n doa, smua ada hikmahnya..
BalasHapusbtw wlw mbabu gajinya menejer lhoo..ekekekekkekkkk :p
pernah suatu saat ngaji, dan ustdzhnya bilang... menikah itu ibadah - sunnah. bukan WAJIB. Bahwa berikhtiar untuk mencari pasangan hidup itu sebuah keharusan karena bagaimanapun yang sunnah itu kalau dilakukan dapet pahala, kalo ga dilakukan rugi :). Tapi bukan berarti dengan belum menikah kita tidak bisa melakukan ibadah lain... intinya tetap semangat dan yang terbaik sudah Ia siapkan untuk kita... selamat milad mbak Riiii :), semoga sisa umurnya berkah dan dimudahkan segala urusan
BalasHapussepertinya stigma itu tidak hanya berlaku untuk kaum hawa. :)
BalasHapusmelajang itu memang pilihan, namun pada akhirnya kelak perempuan dihadapkan pada kodratnya. hanya masalah waktu saja. aku waktu melajang juga santai aja meski gak samapi kepala tiga. dan lebih asyik mengisi masa lajangku dengan kegiatan2 positif dan susah bagi waktu ketika sudah bekeluarga seperti sekarang jeng..
BalasHapusMet ultah ya :)
Nice post :)
BalasHapusKutunggu kunjungan balik ya :)
Selamat Ulang tahun mbak ...
BalasHapusmelajang itu pilihan, so, tetap be happy ...
Salam
Selamat ultah ya mbak... cakep loh fotonya...
BalasHapusNek aku malah gak kepengen nikah hihihi kayaknya penuk dewe...
wwehh telat...selamat panjang semunyaa yaaa mbak.....
BalasHapusNamanya juga belum jodoh mbak, Jadi biarin anjing menggonggong.
BalasHapusDulu saya berusaha menghindar dari yg namanya pernikahan sampai2 pulang dari Hong Kong ga pulang ke rumah. tapi Allah sudah menentukan jodohku di usia 25 akhirnya nikah juga. Tapi baru bisa kumpul ama suami di usia 29 (setahun lalu). Skrng lagi nunggu kelahiran anak pertama mbak :)
Saya menyimak dengan hati hati artikel yang mba tulis ini. Sungguh suatu prepektif baru dalam memandang sebuah Pernikahan dari kacamata mba. Saya sangat setuju semua yang disampaikan dalam artikel ini.
BalasHapusketika saya masih melajang (single) juga sering mengalami desperate dan kadang gamang dan juga galau di hati terhadap pasangan. Teman wanita memang banyak yang cantik dan menarik, tapi tidak serta merta menarik hati saya waktu itu. Apakah saya terlalu perfeksionis?
Waktu terus berlalu dan tanpa terasa saya sudah punya sepasang anak pemberian dari Allah SWT. Saya menikah di tahun 2005 yang lalu tepatnya di kota Johjakarta.
Saya dukung mba. You have all my support
yess mbak, gak masalah, karena sumber kebahagiaan itu kan bukan selamanya dari pernikahan, masi banyak hal yang bisa dinikmati .. hehe
BalasHapus@milo, haha...khan ada banyak model aksara Jawa ta...aku pakek yang "Carakan Gagrag Surakarta"
BalasHapus@rima, ih ngeles apa apa nih ya..hehe...
@dheeta, makasihh....semoga kita semua selalu diberkahi..aamiin.
@ayas, terimakasih
BalasHapus@fiscus, ah masa?
@ivone, selamat jadi calon ibu jeng...
@wong cilik, ini pasti komennya bachelor, hehehe,,.
@tebak ini una, makasih...blush..blush...
BalasHapuspasti suatu hari nanti ada jodohnya...aamiin.
@kyteth asti, lha ra tau nang markas ma...suwun...
@Tari, doakan aku segera menyusulmu jeng...
@asep haryono, iya mas makasih...moga langgeng keluarganya ya..aamiin.
BalasHapus@EY Surbakti, hehe...jalani aja kali ya...
Hahaha
BalasHapusaku gak nyadar kalo tulisanku yang kau komentari terakhir ana hubungane ama artikel ini taa....
*efek jarang BW*
Sebagai tambahan, baca juga jurnale mBah Martodi MP yang dah di migrasikan ke WP iki Rie: http://martonesia.wordpress.com/2010/05/05/kakawin-kawinan-kakak/
ya mbak, jalani aja, hidup jangan dibikin pusing, toh kebahagiaan itu dari hati, bukan dari keadaan .. :P
BalasHapusheehe
waktu yang tepat pst akan tiba
BalasHapusyang belum nikah (termasuk aku..he) tetap berbahagia, tp bukan krn "pilih2 tebu", sebab manusia pasti ada kekurangannya. Hibur diri dg positif,Insya Allah lbh byk kelebihan yg ada. jd nggak usah gelisah gunakan wkt lajang utk menimba ilmu sebanyak-banyaknya,life skill,mengasah keahlian,menyiapkan bekal sampai final dst...dst...
BalasHapusbisa juga Allah sedang menyiapkan mental kita, sebab tdk sedikit orang yg diuji dg kezaliman dlm rumah tangga. Maka berbahagialah..heeeeeeeeee...prikitiiiewww :p
Sebagai Wong Jawa nDesa, saya pastinya faseh maca Jawa...
BalasHapusPasangan2 Jawa ya apal pal...
Nga di lelet = Le
Pa di ceret = Re
Pokoknya yg gitu2 saya merasa menguasai :D