"Mak, Hong Kong itu jauh sekali...

"Mak, aku sudah sampai di Hong Kong," bisikku lirih.

Emakku nun jauh berada di sebuah desa kecil yang berada di kabupaten Blora, entah beliau bisa mendengarkan bisikanku atau tidak, aku tak tahu.

17 Juni 2005. Saat itu bukan kali pertama aku melihat bandara, tetapi tetap saja rasa kagum muncul begitu aku tiba di bandara Hong Kong International Airport di Chek Lap Kok. Megah, mewah, nyaman, ramai tapi teratur dan bersih, demikian kesan pertama yang kudapatkan.

Berulang kali aku mencubit pahaku, sekedar meyakinkan diriku bahwa itu bukan mimpi dan itu memang bukan mimpi, aku benar-benar berada di bandara di Hong Kong.

Ketika seseorang menjemputku (Miss Sou dari agensi), seorang kawanku yang berangkar bersama-sama denganku tadi sedang menangis tersedu-sedu, katanya dia takut. Takut kalau mendapat bos yang jahat, takut kalau tidak bisa menyesuaikan diri, takut, takut, takut dan takut-takut yang lain.

Tanganku mendadak dingin, dan akupun menggigil. Merasakan hawa dingin yang dikeluarkan oleh AC entah dengan kekuatan berapa volt, juga tertular ketakutan yang sama seperti kawanku.

Aku terbayang, kemarin dulu saat aku mendengar dan menyaksikan berita tentang TKW yang disiksa majikannya, disiram air panas, disetrika tangannya, tak diberi makan, digaji minim dan sebagainya. Oh... bagaimana denganku nanti? Tiba-tiba dadaku terasa sesak, mataku dipenuhi oleh air yang entah darimana asalnya. Hampir saja air di mataku itu tumpah kalau saja tak kupaksakan dia untuk kembali ke tempat asalnya dan kutetapkan hatiku bahwa aku adalah wanita tegar. Sudah sejauh ini melangkah, aku tak mau gagal.
Miss Sou membiarkan kami, mungkin dia terlalu sering melihat situasi seperti yang kami alami, jadi dia memilih diam. Kami kemudian digiring menuju bus stop. Di sana aku berpisah dengan kawanku itu. Ada agen lain yang menjemputnya. 

Aku dan miss Sou naik bus berbeda dengan kawanku dan agennya. Aku lupa nomer bisku. Bis tingkat itu membawa kami dari Chek Lap Kok international Airport Hongkong menuju ke... entah kemana aku tak tahu. Beberapa wejangan sempat disampaikan oleh miss Sou tentang bagaimana menjadi kungyan (babu) yang baik dan bagaimana harus bersikap di Hongkong, tetapi kudengarkan sambil lalu. Mataku menatap lekat-lekat ke pegunungan yang kami lewati kemudian beralih ke keramaian Hong Kong. Hatiku kacau tak keruan sekaligus takjub oleh pemandangan Hong Kong yang seolah tak pernah diam.
Dan aku terhenyak, kaget manakala miss Sou menyenggol tanganku dan bis tingkat itu berhenti di sebuah tempat yang ramai (tempat itu kemudian aku kenal sebagai daerah Causeway Bay).

Akhirnya setelah segala tetek bengek dengan imigrasi dan bank terselesaikan aku dipertemukan dengan seorang laki-laki, Mr. Wong, begitu dia menyuruhku memanggilnya. Tinggi kurus dengan wajah mirip orang-orang Korea.

Dia mengajakku mampir ke MC Donald, memesankan sebuah chicken burger dan menyerahkannya padaku. Kemudian berangkat kerumahnya yang mungil yang berada di belakang perpustakaan pusat Hong Kong. Seorang wanita yang terlihat seusia dengan Mr. Wong yang kemudian memperkenalkan dirinya sebagai Mrs. Wong. Dia tersenyum ramah padaku, memamerkan bayinya yang usianya baru sebulan setengah, Katelyn.

Aku sempat bercakap sebentar sebelum aku sudah tak berkonsentrasi lagi karena mendadak perutku mulas tak tertahankan. Seperti ada sesuatu yang memaksa untuk keluar, seharian tadi tak satupun kali aku mampir ke toilet. Aku pamit untuk menggunakan toilet. Dan tertegun melihat toilet yang luas, bersih dan kering!

Saat itu, seperti tahun-tahun sebelumnya (dan hingga kinipun) aku selalu kepanikan dengan toilet paper. Pasalnya aku telah terbiasa cebok pakai air. Aku gunakan beberapa lembar, kemudian lagi dan lagi kuulangi. Seperti aku merasa taiku masih tetap menempel di sana, aku bergidik, jijik. Setelah hampir setengah jam di dalam toilet dan hampir setengah roll toilet paper aku gunakan, aku baru sadar. Dan begitu aku keluar dari toilet mereka bertanya cemas," Are you okay?"

"Oh yes I am, but I think I am smelly," jawabku malu. Kurapatkan kakiku serapat-rapatnya dan kucoba menjauh sedikit dari mereka, takut kalau-kalau bau taiku masih kentara. "Bagaimana aku bisa memberi first impression kalau sampai mereka tercium bau itu," pikirku.

Mereka menyilakan aku mandi, diberinya aku handuk dan segala keperluan mandi lainnya. Dan menyuruhku masuk ke kamar depan dan tidur setelah selesai mandi. Aku lega, akhirnya aku bisa mencuci bersih diriku.

"Mak, Hongkong itu jauh sekali dan dua tahun itu lama sekali. Sekiranya besuk apa yang akan aku lakukan dan bagaimana perlakuan mereka padaku?"

Aku terus bermonolog. Mencari segala jawaban atas pertanyaan yang terus-menerus mengalir, tak kering-kering. Merisaukan segala apa yang terjadi esok hari.


"Mak, doakan aku tabah menjalani semua ini, doakan aku akan baik-baik saja..."

memori, 17 juni 2005


post signature



0 comments :

Posting Komentar

Matur suwun wis gelem melu umuk...